Jumat 06 Mar 2015 19:35 WIB

Lelen Sartika Woyla, Menjadi Lebih Hidup dengan Menulis

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID, Banyak penulis memiliki motivasi dengan menulis membuat umur mereka lebih panjang. Secara ilmiah, tentu hal ini perlu pengkajian mendalam. Tapi, secara maknawi, penulis akan terus hidup dan dikenang sekian lama oleh pembacanya, bahkan hingga beratus-ratus tahun setelah ia meninggal.

Ini jualah yang memotivasi seorang gadis belia, Lelen Sartika Woyla. Peraih penghargaan tingkat nasional sebagai penulis aktif di media massa ini berasumsi, tulisan adalah salah satu cara agar dikenang orang sepanjang masa. Jika gajah mati meninggalkan gading, manusia meninggal harus meninggalkan karya.

“Umur manusia paling hanya 50-60 tahun. Tapi, dengan adanya karya seperti tulisan, umur kita bisa lebih panjang dari itu. Kita bisa terus menebar manfaat bagi orang lain melalui karya kita yang dibaca orang,” paparnya kepada Republika, Senin (2/3).

Lelen mencontohkan para ulama yang selalu disebut-sebut namanya hingga saat ini. Imam Syafi'i dengan karya fenomenalnya Al-Um, Imam Malik dengan Kitab Al-Muwattha', dan imam-imam lainnya. Karya mereka tetap dibaca, dipelajari, dan diterjemahkan ke berbagai bahasa. Walau mereka telah wafat ratusan tahun silam, namun dengan karya-karya tersebut menjadikan mereka seakan masih hidup sampai sekarang.

Menulis bagi Lelen pada awalnya adalah pelampiasan dari berbagai masalah yang ia hadapi. Ia mengisahkan, kerap persoalan hidup dan berbagai masalah yang ia hadapi membuatnya jatuh. Melalui tulisanlah ia ungkapkan segala isi hati dan perasaannya. “Ketika punya masalah, kemudian mentok, akhirnya pelampiasannya dengan menulis. Ketika menulis, rasanya langsung fresh aja. Masalah seperti terselesaikan dengan menulis,” kisahnya.

Masalah yang tak terperi ia tanggung bermula ketika kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah. Gadis belia ini belum terlalu mengerti akan masalah yang membuat ayah dan ibunya mengambil keputusan bercerai. Ia merasa kehilangan orang yang ia sayangi. Apalagi, ia dimasukkan ke pesantren Diniyah Putri Padang Panjang. Rasa rindu berkumpul bersama kedua orang tua sering membuatnya sedih.

Namun, Muslimah berdarah Minang ini memutuskan, masalah seberat apa pun tak lantas menghalanginya untuk berkarya. “Waktu itu saya dibimbing guru menulis, Pak Riki. Akhirnya, saya ketagihan dan keasyikan menulis. Saya sampai cita-cita, bahwa menjadi seorang penulis adalah impian terbesar dalam hidup saya,” paparnya.

“Saya ingin menunjukkan, tidak semua anak broken itu yang arahnya negatif. Mengapa kita tidak bisa membawakannya ke hal-hal positif? Ini menjadi kebanggaan bagi saya pada orang tua. Ketika tulisan saya keluar di koran, saya sering bilang, 'Papa lihat tulisan Lelen di koran ini dan itu',” tambahnya.

Lelen mengaku, awalnya niatnya menulis dan mengirimkan tulisannya ke surat kabar hanya untuk menarik perhatian dari orang tuanya. Ketika karyanya dimuat di koran, ia ada alasan untuk berkomunikasi dengan kedua orang tuanya. Tulisan-tulisannya di surat kabar ibarat surat cinta dan kerinduan kepada sosok ayah dan ibu. “Dulu alasannya menulis karena papa jauh di kota lain. Papa jarang sekali melihat ke pesantren. Jadi saya pengen papa bisa melihat saya melalui karya,” ujarnya.

Ajaibnya, Lelen yang dulu dikenal suka sakit-sakitan dan pemurung, kini tampil ceria dan enerjik penuh percaya diri. Ia mengaku, kekuatan itu ia dapatkan dari menulis. “Dulu di pesantren suka sekali sakit. Setiap tahun itu pasti ada. Alhamdulillah semenjak menulis, sudah lima tahun ini tidak pernah lagi sakit,” jelasnya.

Ia berpendapat, penyakit yang ia derita karena terlalu banyak memendam perasaan. “Sakit itu berasal dari masalah yang tak tahu solusinya. Sakit itu bisa jadi karena sakit hati, dendam, atau sedih. Namun, saya jadikan itu sebagai bahan tulisan. Maka lahirlah tulisan, 'ketika disakiti orang lain'. Dalam menulis kita juga mencari solusinya. Jadi secara tidak langsung sudah menjadi obat bagi diri sendiri,” katanya.

Lelen mengaku, ia selalu merutinkan menulis dan menjadikannya sebagai bagian dari aktivitas kesehariannya. “Nggak asyik kalau sehari itu nggak nulis. Serasa ada yang hilang,” katanya.

Secara perlahan, Lelen mengaku banyak mendapat teman karena hampir setiap pekan tulisannya selalu dimuat di surat kabar. “Kadang ketemu dan kenalan sama orang baru. Dia langsung tanya, 'oh, Lelen Sartika Woyla yang sering nulis di koran itu ya'. Saya jadi terheran-heran aja,” kisahnya.

Di samping itu, biaya kuliahnya acap terbantu dari honornya sebagai penulis lepas di berbagai media cetak. “Namanya anak kuliah, biaya mandiri, tentu berpikir bagaimana caranya dapat uang jajan. Menulis di koran ini juga bisa membantu,” katanya.

Saat ini, Lelen sering diundang dalam berbagai acara seminar dan talkshow bertajuk kiat menulis di media massa. Dari berbagai presentasinya, ia selalu mewajibkan setiap orang untuk menulis. “Menulis itu sebagai bukti, kalau kita ini pernah hidup. Itu bukti yang nanti akan dibaca oleh anak cucu kita, bahkan setelah kita tiada,” jelasnya.

Kepada para muballigh, ia juga mewajibkan menulis bagi para dai sebagai salah satu media dakwah yang efisien dan ampuh. Baginya, menulis adalah caranya untuk berdakwah dan menyampaikan ilmu-ilmu yang ia dapat di pesantren. “Niatkanlah menulis itu untuk dakwah. Kalau orang baca tulisan kita, mereka terinspirasi dengan hal-hal positif, pasti pahalanya mengalir ke kita. Ini tabungan amal jariah bagi kita,” pesannya.  ed: Hafidz Muftisany

***

Biodata

Nama        : Lelen Sartika Woyla

Panggilan           : Lelen

TTL            : Aceh Barat, 21 November 1991

Alamat        : Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, Sumata Barat

Anak         : Pertama dari tiga bersaudara

Nama Ortu    : Syaiful & Linda Wati

Sekolah     : SMP-SMA Diniyyah Puteri Padang Panjang

Kuliah        : STIT Diniyyah Puteri Rahmah El Yunusiyyah Padang Panjang

Pengalaman Organisasi:

Presiden BEM STIT Diniyyah Puteri Tahun 2011

Motto        : Hidup Mulia atau Mati Sebagai Syuhada

Pengalaman Kerja:

- Guru asrama Diniyyah Puteri 2011

- Pelatih teater Diniyyah Puteri 2011-2013

- Pembina Pramuka Diniyyah Puteri 2011-2013

- Junior trainer di Diniyyah Training Centre

- Redaktur Pelaksana Majalah Diniyyah News Teeneger 2014

- Reporter Diniyyah News 2015

- Guru exschool trainer di Diniyyah Puteri Padang Panjang 2015

- Koordinator Dynamic English Course tahun 2012-2014

- Instruktur bahasa Inggris Diniyyah Puteri (sekarang)

Prestasi:

- Mengikuti Pertemuan Pemuda Islam se-Dunia di Univeritas SAINS Malaysia 2011.

- PPWI AWARD tahun 2011 dalam rangka lomba menulis tempat pariwisata yang ada di Sumatra Barat.

- Juara I lomba menulis tingkat mahasiswi STIT Diniyyah Puteri Padang Panjang 2011.

- Juara II menulis artikel di Koran Singgalang Sumbar 2013.

- Juara III menulis di koran Haluan Sumbar 2013.

Menjadi MC Opening Ceremony Internasional Conference and Launching of International Islamic University Minangkabau yang dihadiri oleh 29 negara di Istana Bung Hatta Bukittinggi 2014.

- Tulisan sudah pernah terbit di koran Singgalang, Haluan, Padang Ekspres, majalah Diniyyah News Teeneger.

- Pernah mengisi pelatihan menulis di Mts N Padang Panjang, MAN 2 Batu Sangkar, SMA I Lubuk Basung.

- Pernah mengikuti study ilmiah ke Jepang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement