Jumat 21 Nov 2014 12:00 WIB

Serba-serbi Batu Cincin dalam Islam

Red:

Euforia batu cincin ternyata tak hanya menyelimuti masyarakat awam saja. Dari pejabat, selebriti, hingga para ulama juga tak ketinggalan mengoleksi batu cincin. Fenomena itu juga sudah ditemui pada masa Rasulullah SAW.

Beberapa riwayat menerangkan, Rasulullah SAW sendiri juga memiliki cincin yang terpasang di jari kelingking Beliau. Seperti riwayat dari Anas bin Malik yang mengatakan, "Cincin Rasulullah SAW terbuat dari perak dan batunya (cincin) merupakan batu Habasyi." (HR Muslim dan Tirmidzi). Hadis ini diderajatkan hasan sahih, namun al-Albani menyahihkannya.

Dalam hadis riwayat Muslim dikisahkan, cincin Rasulullah SAW bertuliskan Muhammad Rasul Allah. Model penulisannya menempatkan nama Beliau SAW di bawah dan kalimat Allah berada di atas. Sepeninggal Beliau SAW, cincin itu dipakai oleh Umar bin Khattab yang selanjutnya diwariskan kepada Utsman bin Affan. Suatu ketika, Utsman menjatuhkannya di sebuah sumur dan hilang. Sumur itu pun diberi nama sumur Khatam yang berarti sumur cincin.

Khatam dalam bahasa Arab sebenarnya dimaknai dengan penutup. Biasanya, penutup sebuah surat, yakni dengan legalisasi sebuah stempel. Orang Arab sering menyebut stempel dengan sebutan khatam. Karena cincin Rasulullah SAW merupakan sebuah stempel, cincin juga disebut sebagai khatam.

Rasulullah SAW memakai cincin pada jari kelingking tangan kanan beliau. Seperti riwayat dari Muhammad bin Ishaq yang mengatakan, "Aku menyaksikan ash Shalt bin Abdullah bin Naufal bin Abdul Mutthallib mengenakan cincin pada jari kelingking kanan. Aku bertanya padanya, "Apa ini?" Dia menjawab, "Aku pernah melihat Ibnu Abbas mengenakan cincinnya seperti ini dan menjadikan batu cincinnya di bagian luarnya." Dia mengatakan, "Tidaklah Ibnu Abas meyakini hal itu, kecuali dia menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mengenakan cincinnya seperti itu." (HR Abu Daud).

Ahli hadis mengatakan, hadis yang diriwayatkan Abu Daud tersebut merupakan hadis yang paling kuat di antara hadis lainnya yang bisa dijadikan hujjah dalam hal cincin. Para ulama menafsirkan, pemakaian cincin di tangan kanan karena memang tangan kanan dianggap lebih mulia dari tangan kiri. Sedangkan, pemilihan jari kelingking agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari karena jari kelingking tidak terlalu signifikan penggunaannya.

Namun, pada dasarnya tak ada sunah yang secara eksplisit mengharuskan pemakaian cincin pada jari kelingking tangan kanan. Bisa saja di jari tangan mana pun, sesuai keinginan masing-masing. Namun, beberapa riwayat menyebutkan, tidak disukai pemakaian cincin pada jari telunjuk, jempol, dan jari tengah.

Hal ini berdasarkan hadis dari Yahya bin Yahya yang mengatakan, Abu al-Ahwas meriwayatkan dari Aasim bin Kulaib dari Abu Burdah yang mengatakan, "Ali bin Abi Thalib berkata, Rasulullah SAW melarangku memakai cincin pada jari ini atau ini." Ali mengisyaratkan kepada jari tengah dan yang sebelahnya (telunjuk dan ibu jari) (HR Muslim).

Lalu, seperti apa cincin yang dipakai Rasulullah? Dalam riwayat Muslim disebutkan, Rasulullah pernah memakai cincin yang batunya berjenis Habasyi. Batu ini sejenis batu berwarna hitam kemerah-merahan yang berasal dari Afrika. Beberapa kalangan menyebutnya dengan nama batu Akik Yaman.

Jenis batu Habasyi ini dapat ditemui di daerah Afrika dan Yaman. Banyak cara untuk mengenali batu ini. Di antaranya dengan mengenali warnanya yang merah tua pekat atau merah darah. Walau terlihat kehitam-hitaman, jika disuluh dengan cahaya akan terpancar warna merah tua pekat. Batu akik Yaman ini banyak dipakai para pengusaha dari Yaman.

Ada riwayat yang menyebutkan, cincin Rasulullah SAW tersebut dihadiahkan oleh Raja Najasyi Yaman. Awalnya, cincin tersebut merupakan cincin emas bertahtakan batu Habasyi ini. Namun, beliau SAW tidak ingin memakai emas. Akhirnya, cincin itu beliau hadiahkan kepada cucunya Umamah putri dari Zainab.

Selain riwayat ini, ada pula riwayat dhaif (lemah) bahkan maudhu' (palsu) yang meriwayatkan seputar batu cincin. Di antaranya perkataan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib, "Wahai Ali, pakailah cincin ditangan kananmu sehingga kamu masuk sebagai Almuqarrabin (orang-orang yang dekat kepada Tuhan)."

Ada pula riwayat hadis maudhu' (palsu) lainnya yang mengisahkan tentang Malaikat Jibril yang mengatakan bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya memakai cincin akik. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Syarh Asub ini juga memerintah Ali bin Abi Thalib memakai cincin yang berbatukan Akik Yaman.

Ada juga yang mengatakan, asbabun nuzul QS al-Maidah ayat 55 disebabkan kedermawanan Ali bin Abi Thalib menyedekahkan sebuah cincin akik kepada fakir miskin. Ayat tersebut menyebutkan, "Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk (kepada Allah)."

Bahkan, dari kitab Makarimul Akhlaq (hal 87) disebutkan sebuah riwayat yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, "Pakailah cincin dengan batu akik karena sesungguhnya Allah SWT berfirman kepada nabi-Nya Musa AS di atas gunung Akik dan di sana Musa AS sampai pada derajat Kalimullah." Hal yang sama juga terdapat dalam Tsawabul A'mal wal Jamiul Akhbar (hal 134) yang mengisahkan penciptaan Musa kemudian memberikan inayat kepada para penghuni bumi dan menciptakan gunung Akik dari cahaya wajah Musa AS. Namun, semua riwayat ini adalah matruk (tidak bisa dipakai) karena dipertanyakan kebenarannya.

Dalam Islam, laki-laki boleh memakai perhiasan berupa cincin. Adapun perhiasan lain, seperti kalung, anting, dan sebagainya tidak diperbolehkan karena bersifat meniru perempuan. Pemakaian cincin hanya sebatas untuk perhiasan semata. Haram hukumnya meyakini cincin mempunyai kekuatan-kekuatan supranatural.

Rasulullah SAW pernah melihat seorang laki-laki memakai gelang dari tembaga. Rasulullah menanyakan apa yang dipakainya. "Ini adalah al-Wahinah (penyembuh/ penangkal penyakit)," jawabnya. Rasulullah SAW pun bersabda, "Tanggalkanlah segera, sesungguhnya dia tidak menambahkan kepadamu, melainkan kelemahan." (HR Ahmad).

Selain itu, perhiasan bagi kaum laki-laki juga tidak boleh mengandung emas atau sutra. Haram hukumnya memakai cincin yang terbuat dari emas. Imam Asy Syaukani memesankan, pakailah cincin yang terbuat dari perak. Seperti pesannya dalam kitab Nailul Authar (jilid 1/Halaman 67) yang menyebutkan, "(Dilarang memakai emas), tetapi hendaknya kalian memakai perak. Maka berkreasilah dengannya sesuai selera." n ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement