Jumat 31 Oct 2014 17:35 WIB

Berpeluh Menjaga Idealisme

Red:

Setiap pemuda, siapa pun dia, pasti melekat harapan padanya untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Pemuda yang bisa memelihara idealismenya itulah yang bisa dijadikan tempat menggantungkan harapan masa depan. Bagi pemuda Islam, harapan umat untuk menciptakan kecemerlangan dan kejayaan merupakan suatu tanggung jawab.

Inilah yang dipesankan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Indonesia (PB HMI) Arief Rosyad. Menurutnya, idealisme Islam harus dipengang erat-erat bagi setiap pemuda Islam. Bak pesan Tan Malaka, "Kemewahan pemuda adalah idealismenya."

Menurutnya, idealisme yang diwarnai dengan nilai-nilai keislaman merupakan unsur yang menguatkan pemuda sebagai pelopor. "Saat krisis integritas yang terjadi saat ini, pertanyaannya, bagaimana pemuda mempersiapkan diri untuk menjawab tantangan ini dan tampil menjadi pelopor perubahan," ujarnya kepada Republika, Senin (27/10).

Menurut Arief, banyaknya senior HMI yang masuk di ranah kekuasaan (pemerintah) tentu menjadikan organisator HMI dekat pula dengan kekuasaan. Di sinilah pentingnya setiap anggota menjunjung tinggi idealisme mereka. Bukan tidak mungkin senior-senior HMI yang telah memegang kekuasaan mengeluarkan kebijakan keliru. Anggota HMI harus tegas, bahkan kepada seniornya sendiri jika sudah menyimpang dari apa yang dibataskan Islam.

"HMI sendiri punya nilai independensi kaderisasi yang menyatakan tidak melekat dengan parpol manapun," katanya.

Arief mengungkapkan, kaderasi setiap gerakan pemuda Islam harus berjalan terus untuk mewujudkan kader yang militan. Mereka harus menjunjung tinggi idealisme sebagai pemuda Islam. "Kalau kita tetap memegang teguh nilai-nilai yang diajarkan di organisasi dan memahami sepenuhnya indenpendensi HMI, kita akan selalu sadar dengan posisi kita," ujarnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), Andriyana, menambahkan, gerakan pemuda Islam yang identik dengan kaderisasi parpol atau politisi merupakan pilihan. Namun, parpol bukan satu-satunya pilihan untuk eksis dalam gerakan kepemudaan. Menurut Andriyana, aktivis Islam tidak semuanya harus menjadi politisi. Sebagian akan menjadi akademisi, pengusaha, dan sektor-sektor lainnya. Karena, sektor pembangunan umat tidak hanya dari dari segi politik saja.

"Memperhatikan idealisme tidak diukur apakah dia bertemu penguasa atau tidak. Apakah dia oposisi atau koalisi, bukan suatu ukuran memiliki idealisme yang kuat. Yang terpenting dia mampu mempertahankan cita-citanya," kata Andriyana.

Ia berpendapat, gerakan pemuda Islam harus ada dan diciptakan untuk terjun ke dunia politik. "Pertarungan ke depan adalah pertarungan sumber daya. Dalam berbagai sektor harus diisi oleh orang-orang yang terbaik, termasuk politik. Semua sistem yang baik itu dijalankan oleh orang yang tidak baik pula. Jadi, gerakan pemuda Islam harus menginstalkan hal-hal baik kepada kadernya," ujarnya menjelaskan.

Jadi, kemampuan untuk terjun ke dunia politik bagi gerakan pemuda Islam merupakan suatu kewajiban dan keniscayaan dalam gerakan Islam.

Mantan ketua Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Addin Jauharuddin menekankan hal yang sama. Menurutnya, kehadiran pemuda-pemuda yang aktif di gerakan keislaman untuk turut serta berpolitik termasuk baik. Sebenarnya, menurut Addin, semua kembali pada niat masing-masing. "Saya pikir, jika niatnya untuk membenahi bangsa, itu bagus. Parpol kan dijamin dalam undang-undang sebagai pilar demokarsi. Supaya parpol ini diisi oleh orang-orang idealis, harusnya diisi oleh pemuda-pemuda dari gerakan Islam," kata tokoh muda NU ini.

Ketika parpol dinilai buruk, justru dengan kehadiran pemuda-pemuda dari gerakan Islam inilah yang diharapkan bisa memberikan teladan baik. Parpol Islam yang dinakhodai pemuda Islam yang idealis tentu bisa menjadi contoh yang diteladani parpol-parpol lain.

Addin menyayangkan, saat ini peran pemuda Islam dirasa masih sangat kurang. Menurutnya, karena gerakan pemuda Islam masih sangat terbatas di lingkup isu-isu keislaman saja. Menurutnya, isu-isu keislaman tersebut harus dipadu dengan isu kebangsaan. "Ini karena kita gagal dalam mentransformasi isu Islam dengan isu kebangsaan. Pemuda Islam juga harus membahas isu kebangsaan, seperti kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya," ujarnya.

Tahan Godaan

Menurut Arief Rosyad, godaan terberat bagi organisasi pemuda Islam, yaitu materi dan kekuasaan. "Yang terberat itu uang dan jabatan. Tidak sedikit pemerintah mengiming-imingi teman-teman mahasiswa dengan uang dan jabatan. Jarang yang bisa menjaga idealisme kita sebagai pemuda. Akhirnya banyak anak muda yang mengembik kepada penguasa," katanya.

Banyaknya senior HMI yang masuk di unsur pemerintah menjadi tantangan tersendiri. Bisa saja senior-senior yang dulunya sebagai motivator bagi gerakan pemuda Islam malah berperan sebagai penggoda. "Kita harapkan interaksi senior-junior atau penguasa dan kita ini bisa cair. Kalau penguasa mempunyai kebijakan yang memihak rakyat, kita dukung. Dan jika mereka keliru, bisa kita kritisi," ujarnya.

Menurut Andriyana, pada dasarnya godaan yang mengganggu aktivis pemuda Islam hampir sama dengan yang lain. "Umumnya sama saja, yaitu masalah kekuasaan, uang, dan perempuan. Mungkin kadar dan pemahamannya yang beda," katanya.

Untuk itulah, agar aktivis pemuda Islam bisa tahan godaan, menurut Andriyana, kaderisasi harus tetap berjalan. Selain itu, gerakan pemuda Islam harus mengedepankan aspek manfaat untuk umat, bukan manfaat bagi dirinya sendiri.

Agar tetap eksis, gerakan pemuda Islam juga harus ditopang dengan kemapanan finansial yang memadai. Menurut Addin, Dengan banyaknya lembaga filantropi Islam yang saat ini bermunculan, bisa menjadi penopang gerakan pemuda Islam secara finansial. Beberapa organisasi kepemudaan sudah mempunyai lembagai filantropi sendiri. "Tinggal bagaimana penggalangannya bisa semakin baik sehingga manfaatnya bisa dirasakan lebih maksimal," ujarnya. rep hannan putra ed: hafidz muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement