Jumat 10 Oct 2014 12:00 WIB

Hukum Potong Kuku dan Rambut Saat Junub

Red:

Mengkaji fikih dalam Islam tidak pernah membosankan. Selain karena menyangkut permasalahan yang ditemui sehari-hari, kita juga diajari untuk berbeda pendapat dengan indah. Perbedaan pendapat para ulama dalam menghukumi sesuatu tidak lantas membuat persatuan umat terpecah.

Maka, tak heran, saat kajian fikih berbagai macam pertanyaan diluncurkan. Meski sebuah bahasan pernah dijelaskan panjang lebar. Seperti pertanyaan, apakah boleh seorang wanita yang sedang haid memotong kuku dan rambutnya?

Masalah ini seolah menjadi pertanyaan klasik yang kerap ditanyakan ulang dalam berbagai kajian fikih. Hal ini tak lepas dari pendapat masyhur Imam Ghazali yang banyak menjadi referensi umat Islam di Indonesia. Imam Ghazali memiliki pendapat yang berbeda tentang hal ini di bandingkan jumhur ulama.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:wikihow

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghazali berpendapat, "Dan tidak seyogyanya bagi seseorang untuk mencukur rambut, memotong kuku, memotong bulu kemaluan, mengeluarkan darah (semisal, dengan cara berbekam) ataupun memotong sebagian anggota tubuhnya pada saat dirinya sedang dalam keadaan junub. Dikarenakan, kelak di akhirat seluruh anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi maka kondisinya pun dalam keadaan junub. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut dirinya akan status junubnya."

Pandangan Imam Ghazali ini diambil dari hadis Rasulullah SAW dari Ali bin Abi Thalib ra. "Janganlah seseorang memotong kukunya dan menggunting rambut kecuali ketika ia suci." Namun, pendapat Imam Ghazali ini dimentahkan jumhur ulama. Imam Ibnu Rajab dalam Syarah Shahih Bukhari menyebut, hadis di atas lemah dari sisi sanad. Beberapa ulama hadis menggolongkan hadis tersebut dalam hadis maudhu (palsu). Sehingga, sama sekali tidak bisa digunakan untuk hujjah.

Imam Ahmad saat ditanya hukum orang yang junub lantas berbekam, mencukur rambut, memotong kuku, dan mewarnai rambutnya, beliau menjawab, "Tidak mengapa."

Ibnu Taimiyah menegaskan, tidak ada satupun dalil yang memakruhkan orang yang junub memotong rambut dan kukunya. Malah, dalam beberapa riwayat, Nabi SAW menyuruh orang yang baru masuk Islam untuk memotong rambut dan berkhitan tanpa mandi.

"Buanglah darimu rambut yang tumbuh (selama kamu kafir), kemudian berkhitanlah." (HR Imam Ahmad dan Abu Daud). Dalam hadis ini, Rasulullah SAW hanya menyuruh orang yang baru memeluk Islam untuk berkhitan dan memotong rambutnya. Tidak ada penjelasan Nabi meminta orang itu mandi sebelum atau sesudah memotong rambut dan berkhitan. Hal ini menunjukkan memo tong rambut dan berkhitan tidak terkait lang sung dengan mandi untuk kesucian.

Dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, az- Zuhaili menulis, "Tidak makruh dalam pandangan mazhab Hambali bagi seseorang yang junub atau dalam keadaan haid atau nifas menggunting rambutnya, kukunya sebelum mandi."

Dalam Fikih Ala al-Mazahib al-Arba’ah disebutkan, secara umum, bagi wanita yang dalam ke adaan junub yang dilarang untuk dikerjakan adalah amalan yang membutuhkan wudhu sebagai prasyarat. Seperti, shalat wajib dan shalat sunah. Saat memotong kuku dan rambut, ia tidak diharuskan berwudhu terlebih dahulu. Sehingga, diperbolehkan melakukannya bagi orang yang junub.

Pengertian jika seorang junub maka seluruh tubuhnya adalah najis juga dikritisi para ulama. Tidak ada anjuran untuk segera mandi jinabah bagi mereka yang junub. Yang ada adalah anjuran untuk mandi jinabah jika hendak mengerjakan shalat atau membaca Alquran.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah bah wa sanya Nabi SAW pernah berdiri untuk memimpin shalat jamaah. Tiba-tiba, beliau SAW ter ingat bahwa beliau junub dan belum mandi. Kemudian, segera pergi mandi dan melaksanakan shalat. (HR Enam Perawi Hadis Utama kecuali Imam Tirmidzi). ed:Hafidz Muftisany

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement