Jumat 08 Aug 2014 12:00 WIB

Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto: Kaum Hawa Harus Melek Politik

Red:

Dakwah harus menyentuk sisi kebijakan publik. Kebijakan tentang urusan muamalah harus dipastikan tidak melenceng dari norma Islam. Untuk itulah, diperlukan sentuhan dakwah, terutama urusan yang berkaitan dengan perempuan, anak, dan keluarga.

Keyakinan itu menancap dalam diri Dr Sitaresmi Sulistyawati Soekanto M Psi T. Sejak muda, ustazah sekaligus aktivis perempuan, anak, dan keluarga itu sudah menggeluti dunia dakwah.  Bermula saat 30 tahun lalu, kiprahnya menjadi mahasiswi tak berhenti pada diktat kuliah dan bangku kelas. Sita, begitu ia akrab disapa, meyakini konsep syumuliatul Islam (Islam yang universal dan komprehensif) yang mencakup seluruh aspek hehidupan dunia, termasuk juga di bidang politik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Agung Supri

Sitaresmi Sulistyawati Soekanto

"Ini sebuah proses untuk mengajak diri saya dan orang lain ke arah perbaikan diri yang terus- menerus. Sejak di bangku SMP, saya menulis di buku harian saya tentang betapa saya menginginkan hidup yang bermakna, tak sekadar hidup menjalani rutinitas, menjadi dewasa, tua, lalu mati dan dilupakan orang," paparnya kepada Republika.

Menurutnya, kerap keinginan seseorang menjadi Muslim atau Muslimah yang lebih baik sering terbentur lingkungan yang tidak kondusif atau sistem yang tidak Islami. Inilah yang membuatnya "geregetan" sebagai aktivis dakwah. Ia berkeinginan suatu saat pusat kebijakan bisa terwarnai dengan pemahaman dakwah. Dia ingin ikut andil sebagai pengambil kebijakan yang pada akhirnya bisa menciptakan sistem yang kondusif bagi umat Islam yang ingin lebih baik.

Ia berpendapat, selama ini dunia politik kerap dianggap tidak ramah pada perempuan. Politik lebih identik dengan maskulin, keras, dan kotor. Ia mengisahkan, beberapa tempat, seperti di Arab Saudi, ada istilah as siyasah an-najasah (politik adalah najis). Demikian pula di Turki sempat berkembang ungkapan audzubillahhiminasyaitannirajim waminassiyasah (kami berlindung pada Allah dari syaitan yang terkutuk dan dari politik).

"Masalahnya karena paradigma yang dikenal selama ini tentang politik adalah paradigma Lord  Acton, power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely," paparnya.

Itulah yang selama ini membuat perempuan menjauh dari politik. Selain itu, umumnya perempuan tidak tertarik untuk membahas soal-soal politik, apalagi terlibat di dalamnya. "Faktanya, perempuan tidak bisa dipisahkan dari politik.Secara fitrah kehadiran perempuan di politik memberi nuansa dengan unsur emosi dan idealismenya," katanya menerangkan.

Sita memaparkan, politik itu hakikatnya adalah choices, power, and influence, maka kehadiran perempuan di dunia politik menjadi sebuah keniscayaan. Perannya dalam keluarga pada umumnya membuat perempuan sebagai manajer rumah tangga. Perempuan juga memiliki kekuasaan, otoritas, dan pengaruh di dalam pengambilan keputusan terkait urusan pengelolaan rumah tangga dan pendidikan anak-anak.

Jika dibawakan pada fungsi-fungsi legislatif, perempuan juga mempunyai peran cukup besar, seperti fungsi anggota dewan yang bertugas membuat perundang-undangan. "Terkait dengan kebijakan. Seorang ibu paling paham dan terlibat dengan menentukan kebijakan di dalam keluarganya, menetapkan aturan-aturan bagi segenap anggota keluarganya yang berasal dari nilai-nilai Islam," ujarnya. Anggota dewan juga punya fungsi anggaran yang juga sinkron dengan peran seorang ibu dalam mengatur anggaran rumah tangga.

Di sisi lain, perempuan dalam rangka menjalankan tugas asasinya membina generasi masa depan. Ia harus memiliki akses ke arah kebijakan karena mereka yang paling berkepentingan terhadap masalah pembentukan dan perubahan kebajikan. Menurutnya, perempuan harus punya akses pada kebijakan policy, misalnya, bila ada masalah anak.

Ia mencontohkan, bagaimana merealisasikan sebuah kota sebagai Kota Layak Anak (KLA). Perempuan paling mengerti bagaimana seorang anak bisa merasa aman, ramah, baik secara fisik maupun psikis.

"Jadi, jelas perempuan harus ikut serta dalam perjuangan politik karena jika taklim, pengajian, tarbiyah dimaksudkan untuk mengubah individu-individu, maka pejuangan politik mengubah sistem," paparnya.

Intinya, kata Sita, umat Islam pada umumnya dan ibu-ibu khususnya harus melek politik agar dapat memperjuangan nilai-nilai Islam untuk menjadi regulasi. "Agar masyarakat tidak dibodohi."

Tema dakwah politik sudah Sita bawakan sejak usia 19 tahun. Ia mengaku saat itu sudah mulai berdakwah di SMA-SMA yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Ia juga sering diminta mengisi berbagai majelis taklim, kuliah Jumat, dan seminar-seminar kewanitaan di hampir seluruh universitas ternama, seperti fakultas di UI, IPB, ITB, IKIP, dan Trisakti.

"Alhamdulillah juga berkesempatan berdakwah di kota-kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, di kota-kota besar di Sumatra, Bali, Madura, NTB, Ujung Pandang, Manado, Pontianak, Balikpapan, Samarinda," paparnya.

Ia sempat pula menjadi pembimbing haji dan umrah selama lima kali sekaligus berdakwah di Jeddah, Makkah, dan Madinah. Selain itu, ia juga pernah berdakwah di Malaysia, pada 13 kota di Jerman, Inggris, dan Belanda serta menjadi pembicara Muktamar IMSA (Indonesia Moslem Society in America) di Sint Louis, Missouri, dan di Amerika Serikat pada 2006.

"Saya meyakini, bila aktivitas dakwah dan tarbiyah bertujuan membentuk manusia berkarakter, maka terjun di dunia politik adalah sebuah upaya lanjutan untuk mengubah sistem ke arah yang lebih baik," paparnya. rep:hannan putra ed: hafidz muftisany

Biodata

Nama  : Dr. Sitaresmi Sulistyawati Soekanto M.Psi.T

Pendidikan Terakhir:

-Program Master Psikologi SDM-KM di Fakultas Psikologi UI

-Program Doktoral Ilmu Politik FISIP UI

Aktivitas:

-Dosen Manajemen Perubahan dan Manajemen SDM di FKM UI

-Narasumber agama di TVRI

-Pendiri Yayasan Ibu Bahagia Jakarta

-Anggota dan Humas di KM-UI (Knowledge Management UI)

-Pembina  INSURE (Institute for Sustainable Reform) Jakarta

Pengalaman:

-Redaktur majalah Ummi, 1993 – 1997

-Pemimpin Redaksi majalah Sakinah, 1997 – 1999

-Dosen Agama di Program Ekstensi FEUI  1999-2006

-Pembicara di seminar-seminar kewanitaan, pendidikan anak, dan peran politik perempuan di kampus-kampus negeri dan swasta di hampir seluruh Indonesia.

-Pembicara di Islamic Centre-Islamic Centre di 13 kota di Jerman, Inggris, dan Belanda. Pembicara di seminar di Jeddah, Arab Saudi, dan Narasumber di Muktamar IMSA (Indonesian Moslem Society in North America) di Sint Louis, Missouri, AS.

-Narasumber tetap di beberapa perkantoran, BI, PLN, INDOSAT, Departemen Pariwisata, Pasaraya Grande.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement