Selasa 13 Oct 2015 13:00 WIB

Menuju Transformasi UMKM Indonesia

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Menuju Transformasi UMKM Indonesia

Standar dibutuhkan untuk memenuhi kualifikasi tertentu dari barang atau layanan. 

PT Aristo Satria Mandiri merupakan salah satu perusahaan skala menengah yang sukses membuat langkah progresif. Pada 2014, perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan die casting dies, jig, checking fixture, special purpose machine, dan optional machine ini telah mengantongi sertifikat ISO 9001:2008. Capaian ini tentu saja menandai kemajuan bagi sektor bisnis UMKM Tanah Air.

ISO 9001:2008 merupakan standar internasional untuk sistem manajemen mutu/kualitas. Pada era globalisasi dan makin dekatnya pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tuntutan pasar semakin tinggi dan tingkat persaingan pun semakin ketat. Perusahaan dituntut bekerja lebih efektif dan efisien sehingga secara konsisten mampu menghasilkan produk yang bermutu. Untuk menjadi perusahaan yang kompetitif, antara lain, bisa dicapai dengan mengikuti sistem manajemen mutu yang disarankan dalam standar ISO 9001:2008.

General Manager PT Aristo Satria Mandiri Trecy Emerald mengungkapkan, keberhasilan perusahaan meraih ISO tak lepas dari dukungan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Sejak 2006, YDBA telah memberikan pendampingan hampir di semua lini. "Pembinaan, mulai dari manajemen sumber daya manusia, sistem PPIC (production, planning, inventory, control), produksi, hingga sistem pengembangan perusahaan dan sertifikasi ISO," kata wanita berjilbab itu kepada Republika.

Sertifikat ISO 9001:2008 yang kini dimiliki PT Aristo Satria Mandiri diharapkan dapat mendongkrak kapasitas bisnis perusahaan. Penerapan ISO 9001:2008 mampu meningkatkan kepercayaan pelanggan, menjamin kualitas produk dan proses, serta meningkatkan imej positif perusahaan di mata pasar dan kompetitor.

Mulai 2011, Astra Mitra Ventura (AMV) juga menggandeng perusahaan yang berlokasi di Bekasi ini. Selama kurun 2011-2013, PT Aristo Satria Mandiri Indonesia mendapatkan bantuan kredit sebesar Rp 4,5 miliar. Bantuan dana tersebut dimanfaatkan untuk investasi mesin produksi serta investasi tanah dan bangunan pabrik.

Dengan bantuan kucuran dana tersebut, perusahaan pun mampu mencatatkan kenaikan omzet yang signifikan. Pada 2011, perusahaan membukukan pendapatan Rp 10,3 miliar. Namun, angka itu melonjak tajam pada 2014 yang mencapai Rp 15,5 miliar. Kondisi ini tentu saja berbeda jika menilik ke masa lima tahun silam. Pada 2010, PT Aristo Satria Mandiri hanya meraup pendapatan Rp 3,95 miliar.

Hubungan antara PT Aristo Satria Mandiri Indonesia dan Astra rupanya telah berlangsung lama. Sejak berdiri pada 9 September 1999, perusahan ini telah memasok spare part untuk PT Denso Indonesia yang merupakan perusahaan joint venture antara DENSO Corporation dan PT Astra International. Hingga kini, 56 persen dari total produksi PT Aristo disalurkan untuk memenuhi permintaan suku cadang AC produksi PT Denso Indonesia.

Pendampingan UKMKM

Bidang UMKM sejak lama telah menjadi perhatian PT Astra International Tbk. Sejak 1980, melalui Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA), Grup Astra konsisten melakukan pendampingan kepada UMKM yang tersebar di seluruh Indonesia. Pendampingan dilakukan tidak hanya pada UMKM yang terkait bisnis Grup Astra, tetapi juga UKM yang tidak terkait bisnis Grup PT AI.

Ketua Pelaksana Harian YDBA Mohammad Iqbal mengatakan, YDBA melakukan pendampingan ke empat sektor usaha. Empat sektor usaha tersebut adalah manufaktur, perbengkelan, pertanian/agrobisnis, serta kerajinan dan furnitur. "Pembinaan meliputi bidang manajemen, teknologi, akses pasar, dan bagi UKM dengan kinerja baik dan prospektif difasilitasi akses ke lembaga pembiayaan," kata Iqbal. Sampai 2014, Grup Astra tercatat telah menumbuhkan 8.646 usaha kecil dan menengah.

Peran aktif swasta dalam menumbuhkembangkan UMKM mampu menjadi stimulus untuk meningkatkan daya saing UMKM di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM memperlihatkan, pada 2012, jumlah UKM di Indonesia mencapai 56,53 juta unit usaha. Keberadaaan UKM tersebut mampu menyerap 107,65 juta tenaga kerja dan menghasilkan ekspor nonmigas senilai Rp 166,62 triliun dalam setahun. Mengingat peran UMKM yang membawa manfaat besar bagi penghidupan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta, seyogianya bahu-membahu menguatkan bisnis ini.

Daya Saing

Kendati pasar bebas MEA semakin memudahkan para pelaku UMKM Indonesia untuk melakukan ekspor-impor barang di seantero ASEAN, para pengusaha juga harus meningkatkan daya saing agar tidak tergilas oleh produk-produk dari negara tetangga. Apalagi, ASEAN telah memiliki lima Free Trade Agreement (FTA), yaitu dengan Cina (ACFTA), Jepang (AJCEPA), Korea Selatan (AKFTA), India (AIFTA), serta Australia-Selandia Baru (AANZFTA). Kondisi ini semakin menuntut para pelaku usaha di Indonesia meningkatkan kualitas produk agar mampu bersaing dengan negara-negara tersebut.

Menurut pengamat ekonomi dari Prasetiya Mulya School of Business and Economics, Rudy Handoko, perlu tidaknya ISO bagi pelaku UMKM bergantung pada pasar yang dituju perusahaan. Standar dibutuhkan untuk memenuhi kualifikasi tertentu dari barang atau layanan. Apabila pihak pembeli mensyaratkan produk yang dibelinya atau proses produksi harus mendapat ISO dan UKM bersangkutan mampu maka perlu diusahakan.

Rudy mengungkapkan, perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah yang telah mengantongi ISO berarti siap bertransformasi dari perusahaan yang sifatnya tradisional menjadi bisnis yang lebih modern. "Tidak masalah perusahaannya kecil karena yang penting adalah dia sudah memiliki standar tertentu, ini salah satu elemen competitive advantage," papar Rudy.

Pengamat bidang corporate social responsibility (CSR), La Tofi, menilai, pendampingan UKM oleh swasta dapat melengkapi program-program yang dilakukan pemerintah maupun PKBL BUMN. "Semuanya saling melengkapi dan program CSR oleh swasta biasanya merupakan penyempurnaan dari PKBL," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement