Senin 05 Sep 2016 16:00 WIB

BINCANG BISNIS- Janet Young, Managing Director & Head Group Channels & Digitalisation United Overseas Bank Limited (UOB): Fintech Bangun Konektivitas dengan Konsumen

Red:

Gabungan industri ekonomi dan teknologi, melahirkan industri baru yang dikenal dengan financial technology (fintech). Industri ini memungkinkan perbankan memungkinkan menjalani kemitraan erat dengan perusahaan star-up atau rintisan.

Penyelenggaraan Indonesia Fintech Festival and Conference yang berlangsung pada 29 hingga 30 Agustus di ICE BSD, Tangerang, Banten, menegaskan keseriusan Indonesia mengembangkan fintech. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyatakan pentingnya fintech.

Apalagi, jika fintech ini dikembangkan untuk menyasar kebutuhan masyarakat kalangan menengah ke bawah. United Overseas Bank Limited (UOB) sebagai salah satu bank asing yang membuka kantor di Indonesia, juga ingin mencicipi pasar fintech di Indonesia.

Berikut ini gagasan Janet tetang fintech dan potensi pengembangannya kepada wartawan Republika, Dwina Agustin dan Shelbi Asrianti di sela acara Indonesia Fintech Festival and Conference, Selasa (30/8).

Teknologi finansial (fintech) menjadi tren belakangan ini, bagaimana perusahaan Anda menyikapinya?

Dalam penerapan strategi bank terkait ekonomi digital, kami selalu menempatkan konsumen sebagai fokus. Semua yang kami lakukan adalah tentang konsumen. Apalagi, kami di sini, Indonesia, sudah ada sejak lama, setelah waralaba Bank Buana.

Kami punya pelanggan individu, bisnis kecil, perusahaan besar, hingga institusi. Ini cakupan pelanggan yang luas. Bagi kami di UOB, inovasi dipandang sebagai bagian strategi untuk berkompetisi serta tumbuh dan ekonomi digital ini tetap relevan, dan semuanya terkoneksi.

Saya akan menjelaskan kepada Anda mengapa. Karena dalam dunia ekonomi digital, mobile phone, internet media sosial, Gojek, Uber, semua itu berjalan, semuanya bergerak maju, dan semuanya ada di mana pun tempatnya.

Jadi, kami mencoba fokus mengembangkan konektivitas untuk seluruh konsumen. Dengan demikian, kami bisa lebih mengenal konsumen dan bagaimana melayani mereka, membuat produk yang inovatif, dan menawarkan solusi.

Bagaimana UOB memandang perkembangan fintech ini?

Sekarang, kami memiliki kesempatan berkolaborasi dengan orang luar bank, termasuk orang-orang yang berada di industri fintech. Mereka datang dengan sangat baik, membawa ide berbeda dan memberikan penawaran kebutuhan yang sangat spesifik kepada pelanggan.

Misalnya, segmen untuk pembayaran, mobile, B ke B, lending, penasihat global, mereka datang dengan hal spesifik dan target, kami sangat memberikan apresiasi. Bank pun ingin memberikan pelayanan terbaik untuk konsumen.

Apalagi, kita dengar sendiri sebanyak 36 persen populasi Indonesia merupakan pengguna bank, sisanya masih tidak. Ternyata masih banyak bukan pengguna bank di sini. Bagaimana cara kami membantu kondisi tersebut?

Kami membantu mereka dengan cara bermitra dengan fintech yang dapat benar-benar meningkatkan kenyaman, efisiensi, meningkatkan pengalaman konsumen, dan menghadirkan solusi. Fintech pun akan memberikan pelayanan yang lebih baik dan tersedia sepanjang waktu.

Secara keseluruhan jika kita dan fintech berkolaborasi maka akan menjadi sesuatu yang sangat membantu. Kita dapat melayani konsumen dengan lebih mudah, lebih baik, dan memberikan data yang terbaik bagi para konsumen.

Dahulu perlu banyak tahapan, tapi sekarang dengan tingginya dunia mobile menjadi hanya satu tahapan. Ini menjadi alasan kenapa kami ingin berkolaborasi dengan ide yang bagus ini.

Mungkin UMKM  menjadi bisnis yang sangat banyak di pelbagai negara, dan jika menggunakan teknologi baru ini akan mempermudah transaksi. Seperti mengirim uang ke Amerika Serikat, misalnya dahulu butuh tiga hari, sekarang sangat instan.

Banyak inovasi yang keren dari fintech, makanya kami melakukan kerja sama ini agar bisa membuat pasat menjadi lebih cepat berkembang dengan ide-ide yang kreatif

Ada jarak sangat besar antara pengguna bank dan yang bukan pengguna bank, fintech bisa menjadi penengah, apakah UOB akan ambil pasar di sana?

Kami tertarik menjangkau yang sesuai segmen kami, bagi kami bukan masalah operasi di pasar besar seperti India atau Cina yang punya banyak orang. Namun, yang paling penting menemukan model bisnis yang tepat untuk menjangkau mereka yang bukan pengguna bank.

Seperti di wilayah yang bukan termasuk kota besar, tidak semua tempat bisa terjangkau bank. Namun, fintech bisa menjadi solusi untuk menjadi cara membuat perencanaan, misal saat menyimpan uang bisa juga diberi pemaham tentang cara melakukan perencanaan macam-macam, seperti perencanaan pendidikan yang cukup dikenal di Indonesia.

Sejak kapan UOB terpikir kalau fintech potensial untuk membantu konsumen?

Kami ingin terlibat dengan fintech sejak lama, jadi banyak hal yang ingin kami lakukan untuk berpartisipasi. Kami ingin berinvestasi dan ikut mengambil bagian di sana. Salah satu inisiatif kami dengan menarik ide-ide terbaik melalui rekutmen.

Rekrutmen itu diwujudkan melalui FinLab di Singapura. Kompetisi fintech tersebut dilakukan secara global dan melibatkan lebih dari 200 peserta. Meski program tersebut baru berjalan tahun lalu, UOB telah mulai berinvestasi dalam fintech sejak beberapa tahun lalu.

Hanya saja, kami tidak hanya ingin berinvestasi tetapi juga berkolaborasi, sehingga kami menyadari ide yang berkembang sangat berguna untuk menyediakan layanan bagi pelanggan. Kami juga mencoba menjaga keamanan dengan aplikasi yang sudah diluncurkan.

Hal ini akan mengurangi risiko dan membuat lebih aman. Konsumen pun mendapatkan pelayaan lebih baik. Kami juga mencoba memberikan solusi untuk membantu perusahaan rintisan untuk tumbuh.

Karena itu, kami ingin memberikan solusi yang bisa membantu membangun pertumbuhan. Seperti sekarang, kita tahu banyak konsumen yang ingin berinvestasi.

Dengan perkembangan ini, mereka juga ingin ikut bergabung dengan pertumbuhan ekosistem yang saling terhubung dan membantu. Dalam konteks ini, UOB ingin memberikan layanan itu dan tentu saja dengan menjaga segala keamanan data yang ada.

Contoh saja, saat kita ingin beli rumah maka tidak hanya bentuk rumahnya yang dipikirkan tapi juga mencari lokasi yang tepat, keamanan, agen properti, bank yang tepat untuk pembayaran, pembiayaan, hingga asuransi.

Ide utama pembuatan FinLab berjalan seperti apa?

Fintech berjalan dari sebuah ide yang sangat jelas untuk menyasar kebutuhan yang dirasakan konsumen. Oleh karena itu, dibuatnya FinLab untuk menampung ide-ide yang ada. Perusahaan rintisan yang terpilih, akan mendapatkan bantuan untuk menciptakan teknologi-teknologi terbaru dalam layanan finansial di masa akan datang.

Berapa banyak perusahaan rintisan yang diajak untuk berkolaborasi melalui FinLab?

Kami tidak bisa mengajak semua yang mendaftar di FinLab untuk berkolaborasi. Dari 200 perusahaan rintisan yang mengikuti, diadakan seleksi untuk menyaring menjadi 40. Dari jumlah tersebut disaring lagi, hingga akhirnya hanya tersisa sembilan.

Namun, satu tim gugur sehingga hanya ada delapan tim yang tersisa. Peserta yang mendaftar FinLab berasal dari berbagai negara. Kira-kira ada 20 negara terlibat, seperti Ukraina, Amerika Serikat, Inggris, hingga Indonesia. Ini menjadi wadah global untuk menemukan hal baru.

Spesifikasi apa yang ditunjukkan delapan perusahaan rintisan tersebut?

Ada dua yang kami bawa dan pamerkan di sini, yaitu Attores dan Nickel. Kedua perusahaan itu menawarkan fasilitas penjagaan database. Nantinya, kami akan menyasar pasar Indonesia. Ada TupleTech yang bisa menjadi solusi analisis data yang dilakukan B to B.

Terutama bagi UMKM yang tidak memiliki dana untuk mengembangkan jaringan marketing. Selanjutnya, TrunKey yang menangani masalah kartu kredit. Ada pula CardUp yang menangani masalah pembayaran card payment.

Selanjutnya ada FinMitra yang membantu konsumen melakukan rencana finansial yang ingin mereka capai, seperti ketika mereka menikah dalam jangka waktu tertentu atau berapa tahun, ini akan dibantu dengan mengantur rencana finansialnya.

Ada juga, Stock2Day merupakan perusahaan yang menyajikan cara menganalisis bursa. Selanjutnya, ada SsinoConnect yang lebih menyasar untuk pinjaman ketika akan membeli sebuah kendaraan. Mungkin ini akan sangat baik jika bisa dikembangkan di Vietnam dan Indonesia.

Berapa banyak UOB berinventasi untuk perkembangan fintech, khususnya melalui FinLab?

Setiap perusahaan rintisan yang ternaung dalam FinLab mendapatkan 30 ribu dolar Singapura, ini kalau dalam rupiah bisa Rp 300 juta. Ini dapat dikatakan hanya bagian kecil untuk investasi yang berjalan selama  tiga bulan, tapi total nilai yang didapatkan akan lebih dari itu.

Apalagi di Singapura, yang menjadi awal langkah kami ini, memberikan ruang yang bebas. Membangun perusahaan rintisan di sana gratis. Semua bagian yang ada diberikan gratis, sehingga terbuka lebar ruang untuk berkembang.

Kami juga tidak lupa memberikan bimbingan tentang segala hal yang berhubungan dengan finansial, seperti kartu kredit, keuangan secara umum,keuangan pribadi, dan bisnis keuangan. Semua itu melibatkan lebih dari 20 mentor.

Selama berhari-hari mentoring (pendampingan), peserta mendapatkan pengarahan yang kelak bisa mempermatang ide yang sudah mereka kembangkan. Melalui bantuan perusahaan besar, seperti Amazon, IBM maka program FinLab membangun jaringan untuk mereka juga.

Selain itu, kami juga memberikan banyak peluang yang membuka wadah bagi berbagai perusahaan rintisan besar. Ini menjadi peluang baru, terlebih lagi kami juga mengomersilkan ide mereka menjadi ide yang bisa dipasarkan.

Bagaimana persentase pendapatan yang didapatkan dari pasar fintech?

Kalau bisa kasih kepastian akan kami beri tahu tapi saya tidak bisa kasih angka yang pasti. Kami sangat percaya bisa menaruh sesuatu yang memang konsumen butuhkan, termasuk solusi yang akan membantu mereka.

Konsumen berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, termasuk UMKM. Bukan hanya mendapatkan keuntungan, tapi juga membuat mereka semua senang. Dengan teknologi membuat segalanya berubah, kami mau buat model bisnis seperti itu. Menurut saya, fintech merupakan salah satu cara meningkatkan kecepatan berinovasi.   ed: Ferry Kisihandi

***

Berpeluang Tumbuh Besar di Indonesia

Di mata Managing Director & Head Group Channels & Digitalisation UOB, Janet Young, di Indonesia fintech akan berkembang ke arah yang positif. Ia meyakini itu saat ikut Indonesia Fintech Festival and Conference yang diadakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) Kadin Indonesia.

"Kami datang ke Indonesia dengan optimisme. Indonesia sangat punya peluang besar, penduduknya begitu banyak untuk diolah menjadi konsumen," ujar Janet kepada Republika, di Tangerang, Banten,  Selasa (30/8).

Janet melihat, perkembangan financial technology (fintech) akan berjalan baik di Indonesia. Meskipun hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur masalah tersebut, itu tidak akan menjadi masalah.

Terlebih lagi, perhelatan yang berlangsung sejak 29 hingga 30 Agustus di ICE BSD, Tangerang, Banten berjalan lancar dan dihadiri para pemangku kepentingan di Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara berskala besar ini.

Setelah mendengar pidato Presiden Jokwi yang mendukung fintech, Janet meyakini bakal ada aura positif untuk kelanjutan perkembangan fintech. Bagaimanapun penggabungan ekonomi dan teknologi tidak bisa dihindari lagi.

Selain itu, menurut dia, penggabungan ekonomi dan teknologi ini harus mendapatkan perhatian khusus agar akhirnya menjurus kepada hal-hal yang tidak diinginkan. Jika berkaca dengan perkembangan fintech di Singapura, tempat dia berkantor, Indonesia diakui memang tertinggal.

Sebab, baru sekitar satu tahun industri tersebut berkembang dan cukup dikenal masyarakat Indonesia. Berbeda dengan perkembangan Singapura, yang sudah dimulai sejak beberapa tahun sebelumnya.

Meski demikian, Janet menegaskan, ketertinggalan tersebut tidak menjadi masalah. Sudah muncul optimisme dan diharapkan Indonesia mampu mengejar ketertinggalan khususnya dalam penanganan kerja sama antara perbankan dengan perusahaan rintisan berbasis teknologi.

Apalagi, jika nantinya pemerintah ikut pula menjamin industri yang berkembang ini, maka dipastikan fintech akan lebih besar dibandingkan saat ini. Sebab itu, perusahaan tempat Janet bekerja yakin akan ikut terlibat dalam pekembangan fintech di Indonesia.

Janet juga meyakini, perusahaan- perusahaan rintisan di bidang fintech dapat bertindak sebagai pelengkap industri perbankan. "Perubahan gaya hidup menjadi salah satu alasan terbesar fintech sangat butuh dikembangkan di Indonesia," katanya.

Dengan kerja sama yang baik dari perusahaan rintisan, bank, dan layanan lainnya, maka akan menjadi jaminan keamanan dan kepastian bertransaksi menggunakan fintech.    Oleh Dwina Agustin, ed: Ferry Kisihandi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement