Senin 15 Feb 2016 16:00 WIB

BINCANG BISNIS- Budi Karya Sumadi, Direktur Utama PT Angkasa Pura II: Kita Harus Kaya

Red:

Republika/ Darmawan 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Beragam inovasi dan terobosan ciamik terus dilakukan PT Angkasa Pura II (Persero). Meski tidak selalu mencapai kata sempurna, kondisi dan kualitas bandara yang dikelola AP II kerap mengundang decak kagum dari para pelanggannya.

Kepada wartawan Republika Muhammad Nursyamsyi, Dirut AP II Budi Karya Sumadi membeberkan segudang persoalan dan rencana ke depan demi memajukan bandara-bandara Indonesia menjadi lebih baik. Antara lain, rencana mengonstruksi empat bandara, yaitu Jambi, Pangkal pinang, Pontianak, dan Bandung.

Ia juga bercerita mengenai kerja sama dengan lembaga independen untuk melakukan penilaian. Hasilnya, ditemukan enam hingga tujuh masalah utama bandara, antara lain, taksi gelap, toilet, ruang publik, ritel, bagasi, aksesibilitas. Bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalah tersebut, berikut petikan wawancaranya.

 

Kapan Terminal III Bandara Soekarno-Hatta akan dioperasikan?

Ini mestinya selesai Mei, karena Mei kita mau operasional. Jadi kalau saya ngomong background Soekarno-Hatta, begitu kita masuk ada beberapa hal yang harus dibenahi. Kita itu selama bertahun-tahun tidak pernah investasi, karenanya perusahaan ini sehat. Sehat karena tidak berinvestasi. Tapi laporan keuangan operasionalnya tidak sehat. Kapasitasnya itu, terutama di Soekarno-Hatta yang datang dan pergi, itu 60 juta, padahal kapasitas terpasang cuma 20 juta.

Kelebihan kapasitas sejak kapan?

Sebenarnya, kelewatannya kira-kira dari 10 tahun yang lalu, tapi agresif kira-kira dari tujuh tahun lalu, karena pertumbuhan sejak tujuh tahun lalu itu pada saat LCC (low cost carrier) itu booming banget. Oleh karena itu, kita bikin terminal III itu 25 juta kapasitasnya, terminal I dan II dari 20 juta kita naikkan jadi 40 juta, jadi kita kejar secara terminal.

Ada rencana juga untuk terminal berikutnya?

Kita sudah siapkan terminal IV. Sebenarnya kalau kapasitas, dia lebih 20-30 persen masih oke, kalau sampai tiga kali lipat itu bermasalah. Jadi kita masih bisa bertahan, katakanlah sampai lima tahun, kemudian mesti bangun terminal IV.

Total berapa?

Sekitar 65 juta. Pembagian, terminal I, LCC ke semua destinasi. Terminal II, semi, LCC, sama yang sudah rada naik sedikit. Terminal II itu nanti Batik, Sriwijaya, Citilink, dan Airasia yang besar. Terminal I Lion, terminal III, Garuda dan internasional. Garuda dapat tempat paling baru.

Tapi, terminal I dan III juga kita renovasi, mungkin pertengahan tahun. Kita maunya pada saat ASEAN Games sudah selesai semua, 2018 pertengahan sudah selesai semua, dan selama renovasi masih aktif. Kalau yang terminal III kita buat bertahap. Mei 2016 itu 15 juta dulu, Garuda sama Skyteam. Terus baru nanti Januari atau Februari baru beroperasi semua 25 juta.

Pada saat itu, kereta api sudah jadi dari Manggarai-Duku Atas, Tanah Abang-Duri-Tangerang ke sini selesai Februari 2017. Bersamaan itu selesai karena saya tidak mungkin selesaikan (terminal III) itu tanpa kereta api, karena kapasitas besar, takutnya bermasalah.

Pekerjaan rumah kita sebenarnya dua, dalam teknis pembahasaan orang kebandaraan itu namanya land side di darat, dan air side di landasan juga kurang. Saat ini dua landasan dengan 72 pergerakan, jadi itu sama saja setiap dua menit ada satu yang take off. Dengan kapasitas sekarang banyak yang antre, di udara dan darat, jadi memang keharusan kita untuk meningkatkan kapasitas pergerakan dari 72, kalau bisa menjadi 120 supaya orang tidak antre.

Kalau 120 pergerakan, setiap menit ada yang landing dan take off. Dua skenario, skenario pertama tetap dua runway, tapi kita membangun highcross. Highcross itu yang menghubungkan Utara dengan Selatan, tapi posisinya di Timur karena yang Barat kan sudah ada. Skenario kedua, kalau orang mendarat ada yang namanya exit taxi way, jadi langsung bisa keluar.

Nah itu ditambah, taxi way diperlebar, tekukannya juga, sistemnya dibenahi, mekanisme dan alat juga dibenahi. Jadi banyak hal yang bisa dilakukan. Itu teoritis, kalau kita lakukan secara benar mestinya dua runway saja bisa jadi 120 pergerakan. Contohnya, di Heatrow, Inggris. Itu dua runway juga bisa 100 lebih.

Tapi, untuk runway ketiga tetap kita rencanakan dan siapkan kalau ada kebutuhan besar kita tetap siapkan. Jadi Soekarno-Hatta punya PR besar. Sementara juga infrastruktur, listrik, air, AC, segala macam itu sudah tua, sudah 30 tahun. Nah itu mesti direnovasi semuanya.

Bicara lahan, apakah sudah siap untuk mendukung sejumlah rencana pengembangan?

Lahan oke, kita akan tambah saja di sekitar 200 hektare. Saat ini sedang proses pembebasan, kita harapkan sampai tahun depan.

Berapa investasi setiap tahunnya?

Rata-rata kita total Rp 6 triliun memang per tahun untuk lima tahun ke depan.

Runway diperpanjang?

Runway 3.000 meter sudah cukup. Jumlahnya saja yang butuh, lalu mungkin daya dukung dari landasan itu juga perlu dibenahi.

Ada rencana pengembangan bandara lain?

Kita sekarang sedang mengonstruksi empat bandara, kita punya Jambi, Pangkal pinang, Pontianak, Bandung. Memang bangun ini tak boleh sekadar bangun. Saya punya masalah SDM, kita selama ini menjadi operator. Operator ini artinya kalau ada yang butuh kita layani, tapi kita tidak berpikir meng-utilize alat-alat kerja kita. Saya kasih kompetensi baru ke teman GM (general manager), punya bandara harus diutilisasi secara maksimal.

Sebagai contoh Medan (Bandara Kualanamu). Medan kapasitasnya bisa mencapai 10 juta, sekarang itu sudah tujuh juta. Tapi, yang harus kita tingkatkan adalah sekarang orang kalau umrah ke Jakarta semua. Kita ingin Medan itu jadi sebagai sub-hub Indonesia bagian barat.

Jadi kalau orang naik haji, tidak usah lewat Jakarta, umrah juga. Umrah itu sehari bisa 2.000 sampai 4.000 orang. Artinya apa? Kalau Garuda atau siapa pun di situ bisa di sana, ada magnet tertentu yang membuat ada pergerakan dari Palembang, Jambi, Padang, dan lain-lain ke sini.

Satu sisi mereka tidak usah bolak-balik. Di sisi lain, ada satu konektivitas yang lain dan tidak tradisional. Sekarang orang Pekanbaru mau ke Medan harus ke Jakarta dulu. Tapi dengan itu, ada jaring-jaring yang terbuat. Nanti dengan struktur itu ada distribusi, penerbangan, atau konektivitas.

Jakarta sudah di titik-titik tertentu tidak mampu melayani secara baik. PR lain yang lebih besar adalah bagaimana menjadikan Soekarno-Hatta menjadi bandara transit. Bandara transit itu PR besar, karena sekarang kadang-kadang kalau ke Australia itu harus ke Singapura, artinya hilang empat jam.

Pemilihan empat bandara yang akan dikembangkan berdasarkan apa?

Itu dulu memang tidak layak, mau kita benahi. Memang harus dikembangkan.

Ada berapa bandara milik TNI AU yang dikelola AP II dan bagaimana kerja samanya?

Itu Halim, Bandung, Palembang, dan Pekabaru. Tapi, kita dengan TNI AU cukup cair dan hubungannya baik. Kita saling mengisi untuk mengelola itu. Karena fungsinya dobel untuk pertahanan juga, Halim yang sering begitu (digunakan untuk latihan), kalau yang lain-lain tidak sesering itu.

Selama setahun menjadi direksi, apa visi dan pengembangan AP II?

Satu, kita ingin menjadi agen untuk menjadikan konektivitas Indonesia dari dan ke luar negeri menjadi lebih prima. Untuk itu, ada ikutan-ikutannya pasti. Satu kita harus eksis secara teknologi dan kemampuan. Terus ada ikutan lain, yaitu kemampuan bisnis yang baik sehingga mampu menghasilkan revenue, laba, dan akhirnya kekayaan itu kita investasi lagi untuk tingkat level of service yang baik, keamanan, kenyamanan, dan kebersihan yang lebih baik.

Kita harus kaya juga, supaya sama baiknya dengan Singapura. Kita sudah diamanahkan oleh pemerintah sebagai BUMN, satu punya fungsi sosial menjadi agen pembangunan. Tetapi, untuk menjadi agen pembangunan yang bagus harus kaya sehingga banyak usaha yang kita lakukan.

Seperti terminal III, apakah kita buat kargo dan lain sebagainya. Itu karena kita ingin meningkatkan level of service sekaligus pendapatan, yang akhirnya bisa memberikan kegiatan di seluruh bandara lain yang memang secara finansial jauh dari Jakarta. Karena mereka feeder dari Jakarta, harus sama baiknya, jadi harus kita maintain apalagi ada keinginan dari pemerintah untuk menyinergikan destinasi pariwisata. Padang, misalnya. Kita harus atur Padang tidak seperti sekarang, harus kita improve lebih bagus supaya mereka punya kemampuan dan penampilan yang bagus.

Bagaimana dari segi bisnis?

Relatif bagus, tahun ini (2015) pendapatan kita Rp 5,7 triliun, pertumbuhannya cukup bagus. Satu hal, kami tetap bisa meraih yang ditargetkan padahal punya masalah, seperti kecelakaan dan bencana asap. Pendapatan lebih besar karena kita melakukan efisiensi. Nah ke depan, kita harapkan pertumbuhan revenue 20 persen, kita harapkan memang di atas rata-rata sebelumnya karena ada terminal III, kargo, dan anak usaha yang diharapkan bisa mendorong kenaikan. Tahun ini kita rencanakan sales kita di Rp 7,5 triliun.

Efisiensi seperti apa yang dilakukan AP II?

Sederhananya adalah soal rapat. Kalau dulu rapat pergi ke mana, ini ya sudah kita tak usah jauh-jauh, jadi sederhana. Perjalanan ke luar negeri juga kita lihat, lihat penting atau tidak. Ternyata tak sengaja banyak sekali kita kumpulkan setahun ini penghematannya.

Bicara dari segi layanan, apa saja yang menjadi kendala dan rencana ke depan?

Layanan memang menjadi PR kita, kita kan belum sempat renovasi. Alhamdulillah saya dikomplain orang begitu banyak, akhirnya kita cari lembaga independen menilai kita, kita minta YLKI Soekarno-Hatta. Dia (YLKI) bertemu enam sampai tujuh masalah, di antaranya taksi gelap, toilet, ruang publik, ritel, bagasi, dan aksesibilitas.

Dari sekian banyak itu, walaupun dengan keterbatasan, kita sudah selesaikan, kecuali dua, yaitu bagasi dan aksesibilitas. Kalau yang lain, seperti taksi gelap, sudah kita berantas. Kita bekerja sama dengan TNI-Polri. Mereka (sopir taksi gelap) kita berdayakan lagi. Jadi dari 1.200, kita tempatkan lagi 600 di sini dan mereka tetap bekerja.

Sekarang lebih baik, tapi mereka belum terlalu produktif. Saya akan mencari satu aplikasi seperti Grab supaya mereka pakai. Nanti saya terapkan FIFO (first in first out). Konsekuensinya taksi-taksi yang lain harus meningkatkan kemampuan dan barang harus bagus.

Jadi, dia yang pertama datang dia yang dapat, kalau sekarang kan tidak. Di ruang tunggu, saya menyelesaikan 80 sampai 90 ritel, kita bongkar, toilet yang itu-itu sudah selesai. Tapi yang aksesibilitas (kemacetan) masih PR besar karena ini berkaitan dengan stakeholder di sini ada PU, Jasamarga, saya lagi akan koordinasi.

Bagasi mengapa belum diselesaikan?

Bagasi itu, satu, alat-alat kita belum baru. Yang kedua, itu kan maskapai yang mengerjakan, sementara maskapai ini anggap satu, bagian yang tak kelihatan, jadi tak di-manage, itu sulit kita awasi.

Ada rencana dijadikan satu operator biar ada kesamaan SOP soal bagasi?

Ya mungkin kalau diambil alih tupoksinya tidak begitu ya. Mungkin standarnya saja yang kita tingkatkan, kita ketatkan. Bagasi (untuk saat ini) belum bisalah, tapi nanti begitu terminal III selesai dan orang (petugasnya) kita sertifikasi.

Seberapa besar tingkat kehilangannya bagasi?

Bukan mengecilkan, sebenarnya pengaduan itu tidak terlalu banyak dibandingkan jumlahnya. Tapi, karena ini satu tempat yang memang dirasa tidak boleh seperti itu, kalau kehilangan di bandara lain biasa. Tapi, di sini tidak ditoleransi.

Kedua, penumpang juga kurang peduli, yang packing ceroboh, punya koper tak dikunci, ditaruh macam-macam, bahkan orang kalau pakai resleting gampang banget dibuka. Jadi kita pikirkan dengan Pak Menteri (Perhubungan), apakah kita mau pakai dibungkus plastik atau apa. Sedang dipikirkan supaya lebih aman.

Skenario untuk masalah aksesibilitas seperti apa?

Aksesibilitas saya koordinasi dengan DPR dan PU karena ini berkaitan dengan beberapa pemda, DKI, Tangerang. Siapa yang mau investasi dan siapa yang mau atur lalu lintas. Dengan kecenderungan pola hidup masyarakat di Jakarta, mungkin satu-satunya yang efektif adalah kereta api. Kereta dari barat akan sangat efektif dan menolong, akan mengurangi 30 persen dari kapasitas.

Kereta ke timur, ke Ancol dan Kemayoran akan kita mintakan. Kalau dua kereta itu jalan sudah, itu bisa (mengurangi) 50 persen. Yang lain adalah mengedukasi masyarakat dengan menggunakan mass traffic, bus, dan lain sebagainya sehingga orang ke sini tidak naik taksi dan kendaraan pribadi. Kita juga akan sediakan parkir inap yang murah. Nanti saya ingin buat TOD di sana. Mobil ditaruh di luar dan pakai kendaraan shuttle, ini bisa mengurangi kendaraan karyawan. Jadi kendaraan mereka semua di sana. ed: Mansyur Faqih

***

Dilema karena Pengantar Jamaah Umrah

Terobosan demi terobosan terus dilakukan PT Angkasa Pura II (Persero) demi memanjakan pelanggannya. Tak terkecuali bagi jamaah yang hendak menunaikan ibadah haji dan umrah. Direktur Utama PT Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi bahkan berencana membuat satu ruangan untuk memfasilitasi para pengantar jamaah haji dan umrah.

Ia menuturkan, antusias masyarakat dalam mengantarkan keluarganya menunaikan umrah sama seperti saat menjalankan ibadah Haji. "Karena umrah di kita sama dengan naik haji sekarang, yang mengantar bisa 20 orang," ujarnya kepada Republika, di kantornya di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa (2/2).

Budi pun mengaku dilematis. Sebagai umat Islam, ia terkadang tidak tega jika harus mengusir para pengantar jamaah umrah. Namun, di sisi lain, keberadaan banyak pengantar tersebut juga menjadi masalah baru bagi para penumpang lainnya karena dianggap mengganggu.

Solusi terbaik, ia berencana akan membuat hall besar untuk menampung para pengantar jamaah yang lengkap dengan sejumlah sarana, seperti masjid. Ia berharap, keberadaan hall tersebut mampu memanjakan para pengantar dan tidak mengganggu para penumpang yang lain.

Budi mengaku kerap serbasalah dalam persoalan ini. Jika mengusir para pengantar, dia akan dianggap tidak manusiawi. Namun, jika dibiarkan, ungkapan kemarahan kerap mengalir dari para penumpang lain kepadanya.

ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement