Senin 18 Jan 2016 17:00 WIB

BINCANG BISNIS- Alex Purnadi Chandra, Chairman dan Founder BPR Lestari: Satu Jurus Dilatih Seribu Kali

Red:

Lulus sebagai engineering dari universitas swasta bergengsi di Jakarta, Alex Purnadi Chandra justru menemukan hasrat di dunia perbankan. Selama delapan tahun dihabiskannya berkarier di bank swasta nasional terbesar, PT Bank Central Asia (BCA) hingga pada 1999 ia memutuskan untuk memiliki bank sendiri bernama BPR Lestari.

Alex membawa BPR Lestari yang hampir kolaps karena krisis ekonomi 1998 menjadi bank yang berakselerasi cepat dalam waktu kurang dari 10 tahun. Pada 2005, BPR Lestari sukses menjadi BPR terbesar di Pulau Dewata dan terbesar ketiga nasional dari sisi aset.

Bagaimana cerita dan pengalaman beliau dalam membangun bisnis dan visinya menjadikan perusahaan sebagai local champion? Berikut wawancara eksklusif wartawan Republika, Mutia Ramadhani dengan Alex di ruang kerjanya di Jalan Teuku Umar, Denpasar, beberapa waktu lalu.

Bagaimana capaian kinerja BPR Lestari pada 2015?

Awalnya, saya menilai 2015 sebagai tahun terburuk bagi kinerja BPR Lestari, di mana akan terjadi lonjakan kredit bermasalah, pertumbuhan tak tercapai, dan risiko kredit besar. Bali memang pernah mengalami Bom Bali I dan II pada 2002 dan 2005, tetapi saat itu BPR Lestari belum sebesar sekarang.

Meski demikian, 2015 ternyata tak seburuk yang saya pikirkan. Aset tetap meningkat 30 persen, sekitar Rp 3,3 triliun. Dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 32-33 persen, kredit 33 persen, meskipun pertumbuhan laba hanya 22-23 persen. Jika 2015 itu diibaratkan tahun ujian, kami lulus.

Target pertumbuhan pada tahun ini?

Tahun 2016 ini kami lebih optimistis sebab masa-masa buruk telah terlewati. Kami pasang target semuanya rata, mulai dari pertumbuhan aset, DPK, kredit, dan laba, masing-masingnya 30 persen. Ini angka yang cukup agresif untuk perbankan. Namun, faktanya setiap tahun kita selalu tumbuh di atas rata-rata.

Seberapa yakin?

Data ekonomi menunjukkan angka lebih baik. Semua pengamat ekonomi kompak dengan ini. Ekonomi itu selalu ada siklusnya. Pada periode 2008-2012, pertumbuhan ekonomi nasional naik terus 6,3-6,7 persen.

Mulai 2013 hingga tahun lalu, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar lima persen atau mengalami perlambatan, meski tak terlalu dirasakan sebab pemerintah melakukan intervensi. Nah, pada 2016 ini tren membaik akan terjadi.

Intervensi pemerintah tahun lalu berhasil?

Pemerintah melakukan intervensi moneter melalui suku bunga dan intervensi fiskal melalui belanja pemerintah dan pajak. Pada akhir 2015, Presiden Joko Widodo mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid satu hingga enam. Semua paket kebijaan tersebut intinya adalah memperlancar investasi dan insentif pajak. Artinya, pemerintah sudah mulai bekerja.

Januari 2016, tender-tender proyek pemerintah dimulai lebih cepat. Menurut saya, ekonomi nasional akan mengalami koreksi positif, makanya 2016 akan lebih baik.

Segmen nasabah yang dibidik?

BPR Lestari memilih segmen di atas mikro, jadi kami membidik usaha kecil menengah (UKM) sektor perdagangan. Kita tak bisa ahli di semua bidang, jadi saya fokus di perdagangan karena spesialisasinya di sana. Saya 20 tahun berkecimpung di ritel perdagangan.

Sektor properti di Bali, misalnya, itu sangat menarik dan unik. Bali tak seperti Jakarta yang propertinya dikuasai Ciputra atau pemain besar lain dengan kelas 2.000 hektare (ha) ke atas. Bali punya banyak eksposur developer properti mikro dengan lahan 2.000 meter persegi, sistem kavling, klaster-klaster kecil, tapi jumlahnya banyak. Nah, itu yang kami biayai.

Seloyal apa nasabah BPR Lestari?

Penilaian itu ada pada nasabah. Namun, dilihat dari sisi aset selalu meningkat. Nasabah prioritas kami, Lestari First dengan nilai deposito Rp 250 juta ke atas hanya 200 orang saat kami memulai bisnis ini. Kini jumlahnya sudah 1.700 nasabah.

Tahun ini BPR Lestari akan meresmikan satu segmen lagi yang lebih tinggi, disebut the Royal Customers dengan nilai deposito minimal dua miliar rupiah. Sudah ada 230 nasabah yang masuk.

Fokus pengembangan BPR Lestari saat ini?

Kami tak punya inisiatif baru dalam menjalankan bisnis tahun ini. Kami terus melatih jurus lama supaya SDM lebih mahir. Bruce Lee pernah bilang, dia tak pernah takut menghadapi lawan yang punya seribu jurus. Dia justru takut pada lawan yang mempunyai satu jurus, tetapi melatihnya hingga seribu kali. Jadi, apa yang dikerjakan dan diraih saat ini harus terus ditingkatkan kualitasnya.

Caranya?

Salah satunya dengan personalized service. Ini yang membedakan BPR Lestari dengan pemain-pemain besar, seperti Mandiri dan BCA. BPR pastinya kalah dari bank-bank besar dari sisi branding, jaringan, peralatan, dan SDM. Namun, BPR Lestari pasti bisa mengerjakan apa yang tak bisa dikerjakan bank besar. Salah satunya dengan pendekatan personalized service di mana kami memiliki personal banking officer (PBO).

Pengembangan bisnis 2016?

Tahun ini kami akan menambah dua kantor baru di Bali, yaitu di Jimbaran dan Sesetan, sehingga total ada 14 kantor. Jimbaran akan menjadi batu pijakan baru karena kami perdana membuka cabang penuh di Kabupaten Badung. Ini bagian dari strategi perusahaan untuk bisa masuk ke Gianyar, Tabanan, dan kabupaten-kabupaten lainnya di Bali.

Ada rencana ekspansi?

Pada Oktober 2015, kami sudah mengakuisisi satu BPR di Malang, Jawa Timur. Kami mempunyai visi dalam lima tahun ke depan hadir di tujuh provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Bali, DKI Jakarta, dan Banten.

Prinsipnya adalah national presence, local champion. BPR bisa bersaing dengan bank-bank besar dengan mencontoh prinsip penjahit (tailor). Kita pelajari pasar dan lakukan akselerasi sendiri. Mudah-mudahan pada 2025 BPR Lestari bisa menjadi local champion.

Bagaimana BPR di Indonesia bisa menjaga efisiensi, khususnya pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)?

Untuk bisa efisien, ukuran dan cakupan bisnis harus diperbesar. Sampai saat ini belum ada bank yang berhasil di level mikro, termasuk bank BUMN sekalipun. Problem lain adalah rata-rata BPR di Indonesia masih menggunakan kolektor. Ini sebaiknya dihindari.

Berdasarkan pengalaman perusahaan pada 2000-2003, kami pernah menggunakan kolektor. Hasilnya? Jumlah rekening nasabah bertambah, tapi saldonya tak bertambah. Pada pengujung 2003 sampai sekarang akhirnya BPR Lestari bisa efisien tanpa tenaga kolektor.

Penggunaan kolektor hanya menambah beban operasional perusahaan dan beban kerja. Tenaganya banyak, tapi gaji mereka kecil, sehingga tak heran banyak ditemukan BPR yang sibuk mengurusi masalah internal, seperti kolektor yang bekerja sampingan, juga fraud atau kolektor yang mencuri di perusahaan.

Persaingan bank, khususnya BPR kian ketat. Ada strategi khusus untuk menyasar pasar UKM yang sering diperebutkan?

Prinsip kita cepat dan bersahabat. Cepat dalam penyaluran dana (lending) dan bersahabat dengan nasabah. Bagi kami nasabah bukan raja, melainkan sahabat. Saya selalu menekankan pada karyawan bahwa kita harus menghargai klien, tetapi tetap ada kesetaraan di sana. Jika kita sampai pada level berteman, nasabah pasti loyal. Secara bersamaan kenyamanan mereka juga perlu dijaga, misalnya, dalam menetapkan pricing.

BPR itu memang mahal, tapi cepat. Bank-bank besar karena mempunyai manajemen risiko dan pendelegasian wewenang, maka proses pengambilan keputusan hingga ke nasabah menjadi panjang. BPR Lestari memperpendek itu. Jika cepat, kami bisa mendapatkan pasar. Pengusaha-pengusaha yang sedang berekspansi butuh fleksibilitas dan kecepatan.  ed: Mansyur Faqih

***

Gunakan Konsep 'Kaizen'

Kaizen dalam bahasa Jepang berarti perbaikan terus-menerus. Istilah ini sangat sakti dalam dunia kewirausahaan (enterpreneurship), sebab dilakukan dengan melibatkan semua orang, mulai dari manajemen level atas hingga karyawan level bawah. Konsep tersebut diaplikasikan seorang Alex Purnadi Chandra dalam kehidupan kerja, rumah tangga, juga sosialnya.

Dalam kehidupan kerja, perbaikan terus-menerus dilakukannya secara alami sejak membeli BPR Lestari yang jatuh bangkrut akibat krisis ekonomi pada 1999 hingga bertumbuh menjadi perusahaan beraset Rp 3,3 triliun 16 tahun kemudian. Alex pun memberanikan diri melepas posisi strategis kepala kantor cabang di perusahaan tempat bekerja sebelumnya, PT Bank Central Asia (BCA) dan membangun bank kecil dengan segala sumber daya yang dimiliki.

"Jika bekerja pada perusahaan, nasib kita ditentukan orang lain. Saya terbangun waktu itu dan menyadari bahwa sudah saatnya saya berusaha sendiri. Saya ingin jadi bankir profesional di top level," ujar Chairman dan Founder BPR Lestari tersebut kepada Republika di kantornya, di Bali, belum lama ini.

Keluar dari bank swasta terbesar di Indonesia, Alex sempat berbisnis jasa penukaran uang (money changer). Keuntungan yang diperolehnya digunakan untuk membeli BPR Lestari yang waktu itu hanya beraset Rp 300 juta, tapi kredit macetnya hingga Rp 200 juta. Ia tak gentar meski dunia perbankan baru saja mengalami turbulensi.

Ayah tiga anak ini pun mengaku tak ambil pusing melihat kesulitan besar membangun bank yang hampir kolaps. "Mungkin karena saya masih 'bodoh' waktu itu. Jika saya superpintar kala itu, saya mungkin tak jadi membelinya karena terlalu banyak pertimbangan," kata Alex.

Begitulah sejatinya ilmu enterpreneurship di mata Alex. Seorang enterpreneur tak perlu menyusun rencana bisnisnya dari A sampai Z. Mereka cukup tahu A sampai C, sementara langkah selanjutnya akan berproses sebagaimana konsep 'kaizen' tadi.

Di keluarga, Alex selalu mengajarkan konsep berbisnis sehat kepada ketiga putrinya, salah satunya disiplin mengelola keuangan. Sedikit demi sedikit Alex mengajarkan anaknya untuk berinvestasi jangka pendek dan jangka panjang, seperti saham.

Menurut dia, banyak bisnis gagal karena pebisnis tidak disiplin mengelola keuangan. Lebih dari 67 persen eksekutif bergaji besar justru miskin pada usia pensiun karena hidup konsumtif dan malas berinvestasi waktu muda.

Perbaikan terus-menerus juga dilakukan Alex dalam kehidupan sosialnya dengan membentuk Generasi Lestari (Gen-L), serta Sekolah Akuntansi Keuangan dan Perbankan (Akubank) yang bergerak di dunia pendidikan. Alex memperkirakan peluang karier dalam bidang akuntansi dan perbankan akan semakin dibutuhkan ke depan, baik di dalam maupun luar negeri.

Gen-L sudah berjalan enam tahun. Ini adalah perkumpulan mahasiswa yang diberikan beasiswa penuh hingga lulus menjadi sarjana. Pria kelahiran Rangkasbitung ini berpandangan hanya pendidikan yang bisa memutus rantai kemiskinan di negara ini.

"Anak-anak Gen-L ini tak ubahnya seperti batu-batu kecil yang saya lemparkan ke sebuah danau dan menciptakan riak bahkan gelombang yang memengaruhi lingkungan sekitarnya," kata Alex.rep: Mutia Ramadhani,  ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement