Senin 23 Nov 2015 17:00 WIB

BINCANG BISNIS- Agus Martowardojo, Gubernur Bank Indonesia: Hati-Hati dan Konsisten

Red:

Tahun 2015 menjadi masa yang menantang bagi perekonomian Indonesia. Melambatnya perekonomian Cina hingga resesi di Amerika Serikat menjadi isu global yang harus dihadapi di samping isu-isu lokal lainnya, seperti melemahnya harga komoditas hingga turunnya angka ekspor.

Meskipun begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Dermawan Wintarto Martowardojo tetap optimistis. Pertimbangannya, antara lain, karena melihat perbaikan ekonomi domestik. Misalnya, inflasi yang sudah makin terkendali sesuai dengan target dengan posisi terakhir 6,25 persen (yoy) sampai Oktober lalu.

Berkunjung ke kantor Republika belum lama ini, Agus tak hanya bercerita mengenai kondisi terkini perekonomian Indonesia dan dunia. Tapi juga kebijakan BI untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada, antara lain terkait dengan pentingnya koordinasi moneter, fiskal, dan sektor riil. Serta keputusan BI yang mengeluarkan kebijakan menjaga stabilitas makroekonomi agar kredit tetap tumbuh sehat dan membantu peningkatan ekonomi. Berikut petikannya.

Tantangan perekonomian yang diha dapi Indonesia saat ini apa saja?

Tantangan perekonomian berasal dari tan tangan global dan domestik. Tan tangan global sebetulnya yang paling utama kita lihat ekonomi dunia. Sejak 2008 ada krisis subprime mortgage di AS kemudian menjadi krisis dunia, sampai sekarang belum pernah pulih.

Hal itu ditandai dengan pertumbuhan eko nomi dunia selalu di bawah empat persen, artinya belum pulih. Indonesia juga sangat memper hatikan Cina. Kita mendengar Cina dalam lima tahun ke depan akan mengalami pertum buhan ekonomi 6,5 persen. Itu suatu penurunan yang besar. Apalagi, saat ini ada 30 negara berkembang yang sangat dekat ketergantungan ekonominya dengan Cina, termasuk Indonesia.

Jadi, dengan sendirinya demand menjadi turun, tetapi di Cina bukan hanya ekonominya yang terkoreksi, mereka juga berencana melaku kan internasionalisasi mata uang yuan atau ren minbi. Jadi renminbi yang sebelum nya relatif terkendali nanti harus dikelola lebih independen.

Terkait dengan Amerika Serikat, tahun ini merupakan tahun khusus karena sejak awal tahun melakukan normalisasi kebijakan the Fed. Pada krisis 2008, terjadi resesi di AS yang ditandai dengan pengangguran meningkat sampai 10 persen, diawali dengan krisis subprime mortgage.

Krisis dunia yang awalnya dari AS sampai sekarang tidak kunjung pulih karena krisis di AS berlanjut ke beberapa negara lain. Sekarang diyakini bah wa krisis dunia mengarah ke negaranegara ber kembang, antara lain, Cina, Brasil, Rusia, Argen tina, Venezuela, Kazakhstan, dan Indonesia. Jadi sumber-sumber kerentanan ekonomi global sekarang mengarah ke negara berkembang, kita mesti hati-hati.

Apakah ada risiko lain?

Kita belum memasukkan risiko yang lain di dunia, termasuk risiko geopolitik. Kalau kita lihat negara berkembang sekarang ini sedang disoroti sebagai sumber ketidakpastian dunia. Itu kelihat an, negara seperti Cina turun, Brasil ekonominya resesi, Rusia resesi, kalau Indonesia masih bisa tumbuh 4,7 persen, Rusia di kuartal II 2015 minus 4,6 persen, atau Brasil minus 2,6 persen.

Brasil diturunkan ratingnya oleh rating agen cy menjadi non-investment grade. Jadi Brasil itu ekonominya jauh lebih besar dari kita, kalau dia sampai di-down grade, surat-surat utang yang dipegang asing pelan-pelan dilepas. Kalau dilepas, akan ada trauma investor pada negara ber kembang sehingga mereka sementara wait and see. Hal itu juga membuat persepsi, kita harus hati-hati menjaga kepercayaan dan persepsi.

Kepercayaan investor seperti apa?

Investor melihat emerging market dan confidence- nya turun. Confidence ini berlaku untuk negara berkembang, termasuk Indonesia. Menga pa turun? Terutama dipengaruhi kondisi domes tik. Kondisi domestik yang membuat confidence investor turun ke Indonesa karena Indonesia ne gara berkembang, kedua Indonesia itu ekono minya lagi turun.

Pertumbuhan ekonomi yang tadinya 10 tahun tumbuh enam persen, begitu 2013 turun ke 5,5 persen, 2014 dan 2015 turun menjadi lima persen. Mereka katakan Indonesia akan nyungsep, seperti Brasil, Rusia, Turki, dan lain-lain. Ada keraguan. Tetapi, wajar karena ekspor Indonesia melemah, karena harga komoditas turun. Kita punya konsumsi tinggi sehingga defisit pernah mencapai 29 miliar dolar AS.

Bagaimana tantangan ekonomi domes tik?

Harga komoditas yang turun dan melemahnya eko nomi Cina melemahkan ekspor Indonesia. Padahal, kalau Cina turun satu persen, Indonesia bisa turun 0,6-0,4 persen. Kita lihat menurunnya ekspor menye babkan transaksi berjalan defisit. Ini sejak 2011 sampai sekarang defisit, dan defisitnya kita karena pengaruh harga komoditas yang mulai turun, dan memang impor kita besar.

Sejak 2013, kita berusaha jaga agar tidak terus merosot. Presiden Jokowi mengatakan negara kita perlu bertransformasi dari negara impor men jadi negara ekspor, dari negara mengandalkan konsumsi menjadi produksi, negara yang tadinya mengekspor sumber daya alam harus memproses produksi sehingga ada nilai tambah. Kita melihat ada upaya untuk membuat ini tidak defisit.

Sebab, kalau defisit tidak mungkin rupiah menguat, karena impor lebih besar dari ekspor, dan ini sumber kerentanan. Negara-negara ber kembang di dunia yang CAD-nya besar itu dihin dari karena investor tidak mau masuk ke negara yang CAD-nya besar, termasuk fundamental ekonomi yang lain. Kalau seandainya lemah mereka tidak mau masuk.

Defisit transaksi berjalan tahun ini su dah mulai membaik? Ke depan seperti apa?

Turunnya transaksi berjalan itu sudah mulai di perbaiki. Pada 2013, defisitnya minus 29 miliar dolar AS, sudah bisa menjadi minus 27 miliar dolar AS, 2015 defisitnya sudah bisa 18 miliar dolar AS, jadi sudah ada perbaikan. Tapi masih minus. Indonesia dibandingkan ASEAN five, empat negara ASEAN itu semuanya surplus, Indonesia saja yang defisit.

Transaksi berjalan ini perlu dijaga, tapi me nurunnya ekspor dan adanya defisit ini membuat ekonomi kita melambat dan ini terpengaruh karena pada 2013, kita menaikkan bunga untuk menghambat demand supaya transaksi berjalan ini tidak lebih parah. Sekarang kita lihat per tumbuhan ekonomi juga pelan, tapi pertumbuhan ekonomi 4,73 persen ini, kita optimistis dengan Indonesia ke depan.

Karena Indonesia pada 2015 ini sudah bisa melewati turning point, ketika pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 4,67 persen bisa dibuat menjadi 4,73 persen. Sedikit lebih baik, tapi mematahkan anggapan Indonesia akan hard landing, bakal terus turun.

Nilai tukar rupiah sudah mulai stabil?

Indonesia pada Januari sampai 9 November 2015 depresiasi rupiahnya sebesar 10 persen terhadap dolar. Tahun lalu hanya 1,8 persen, ini karena ekonomi kita bisa terjaga. Tadinya pada Agustus terdepresiasi 20 persen bisa menjadi 10 persen.

Pasti ada hal-hal perbaikan di Indonesia, karena Brasil terdepresiasi 42 persen, Turki 25 persen, Malaysia 24 persen, Afrika Selatan 23 persen, ini lebih berat dari Indonesia. Indonesia kalau dibandingkan negara-negara itu mata uang kita menguat. Jadi kita jangan hanya lihat dolar AS, mata uang yang lain jelas lebih lemah.

Indonesia bisa menguat karena kita sudah bisa menjaga transaksi berjalan, defisitnya berkurang, neraca perdagangan surplus, dan pemerintah mengeluarkan paket kebijakan agresif. Paket kebijakan itu membangun confidence dan mem buat persepsi lebih positif, langsung ada per baikan.

Kondisi utang luar negeri seperti apa?

Utang luar negeri (ULN) 2008, ULN swasta hanya 66 miliar dolar AS, ini naik ke 169 miliar dolar AS. Berutang itu tidak buruk, berutang itu baik asal digunakan untuk yang produktif, dan produktif itu artinya fokus di core business, jangan mencari manfaat dari risiko nilai tukar.

Pada 1998, perusahaan ambruk karena risiko nilai tukar. Kedua, kalau kita pinjam jangan untuk konsumtif jadi harus ada kehati-hatian. ULN ini naik karena ekspor turun, debt service ratio (DSR) kita naik, malah sampai 60 persen. Untuk bicara aman harusnya di 30 persen.

Untuk menurunkan DSR cuma dua caranya, tinggikan ekspor, turunkan utang. Rasio ULN terhadap PDB amannya 34 persen, karena pada 2001 kira-kira 98 persen setelah krisis Asia. Kalau lihat ini, sehat, tapi orang lihat DSR, takut. Bank In donesia sudah keluarkan aturan tentang prinsip kehati-hatian melakukan ULN. Jadi semua per usahaan ini sekarang harus comply dengan aturan BI. Kalau mau ULN harus menjaga minimum lindung nilai, rasio likuiditas, dan minimum rating. Ini akan menjaga ULN kita.

Dengan kondisi tersebut, bagaimana respons BI?

Respons BI, kita kalau mengambil kebijakan mo neter harus hati-hati dan konsisten, dan meng arahkan inflasi menuju sasaran yang ditetapkan, juga untuk menurunkan CAD, kita implemen tasikan kebijakan prinsip kehati-hatian ULN. Kita mendorong ekonomi dengan kebijakan makro prudensial, antara lain, pelonggaran giro wajib minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan rasio kredit macet (NPL) di bawah lima persen, kewajiban membayar uang muka (DP) bagi kredit kendaraan bermotor kita kurangi.

Bagaimana BI melakukan koordinasi dengan pemerintah?

Kita melihat untuk membawa Indonesia ke depan, perlu ada koordinasi antara moneter, fiskal, dan sektor riil. Perlu ada bauran kebijakan makroekonomi. Bank Indonesia kebijakan moneternya menjaga stabilitas makroekonomi, kebijakan makroprudensial menjaga agar kredit tetap tumbuh dengan sehat dan membantu per tumbuhan ekonomi, kebijakan sistem pembayar an kita menciptakan sistem pembayaran yang efisien dan aman.

Di fiskal itu, Kemenkeu memberikan stimulus pada perekonomian dengan memperhatikan sustainability fiskal, dan kebijakan reformasi struktural yang dilakukan pemerintah secara besar-besaran. Bauran kebijakan ini akan mem bawa pertumbuhan ekonomi yang sustainable, yang berkesinam bungan.

Terkait kondisi inflasi, bagaimana kebijakan BI terhadap suku bunga BI Rate?

Inflasi dan BI Rate, waktu mengkaji di RDG terakhir kita melihat ada perbaikan ekonomi domestik. Jadi perbaikan itu adalah dari inflasi yang kelihatannya sudah makin terkendali sesuai dengan target. Inflasi kita terakhir 6,25 persen (year on year/yoy) sampai Oktober.

Terus kalau dibandingkan BI Rate itu 7,5 persen inflasinya 6,25 jadi selisihnya masih ada 1,25 persen. Ini kelihatannya ada ruang, karena ada margin atau real interest rate 1,25 persen. Kita juga melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, walaupun kita tidak tahu kalau hasilnya pertumbuhan ekonomi bukannya 4,85 persen melainkan 4,73 persen. Jadi kita katakan ini ada perkem bangan yang baik, terlihat ada ruang. Namun, semua itu pasti kita perlu pertimbangkan banyak faktor, khususnya faktor eksternal yang sangat penuh ketidakpastian.

Kita juga perhitungkan 37 persen SUN dipegang asing, dan devisa hasil ekspor (DHE) yang dikonversi hanya 10 persen. Jadi kita perlu hati-hati mempertimbangkan banyak aspek saat RDG bulanan dan kita buat keputusan saat itu. Tapi, secara umum perbaikan ekonomi kita banyak dan diharapkan terus membaik.

Bagaimana Bank Indonesia menyosia lisasikan gerakan cinta rupiah?

Kita yakin hanya perlu sosialisasi dan perlu komitmen dari masyarakat Indonesia untuk bisa menerapkannya. Saya melihat respons yang baik, tapi perlu sosialisasi dan komitmen yang konsisten untuk dilaksanakan.

Kalau kita melihat satu bulan transaksi sampai 7 miliar dolar AS dan hampir 70 persen transaksi yang harusnya dilakukan rupiah masih dilakukan dalam dolar, itu betul-betul harus kita ubah supaya menjadi sesuatu kekuatan bagi Indonesia. Tersedianya dolar untuk transaksi itu betul sesuatu yang wajar dan penggunaan rupiah dapat dila kukan dengan baik. ¦ ed: mansyur faqih

***

Dari Baca Republika Sampai Sop

Pagi hari menjadi waktu yang tepat untuk menyelami berbagai informasi. Seperti yang dilakukan Gubernur Bank Indonesia Agus Marto wardojo yang mengaku berlang ganan Republika dan membacanya setiap pagi. Pria kelahiran Amsterdam, Belanda, pada 24 Januari 1956 tersebut mengaku belum bangun tidur jika belum membaca Republika.

"Saya terus mengikuti Republika. Republika adalah salah satu media yang saya merasa belum bangun tidur kalau saya belum baca Republika, jadi saya sudah lama sekali menjadi pelanggan," ucapnya saat mengunjungi kantor Republika, beberapa waktu lalu.

Agus bergurau, jika bangun tidur ia membaca koran, anaknya justru meme gang ponsel cerdas untuk membaca berita online. Dalam kunjungan itu, mantan menteri keuangan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut mengungkapkan apresiasi kepada Republika yang sudah terbit sejak 1993 dan sudah melalui berbagai tantangan.

Menurut dia, tantangan yang dihadapi tidak sedikit, termasuk tantangan per ekonomian. Sebab, sudah ada beberapa koran yang sudah tidak bisa terbit. Republika pun diminta menjaga integritas dan jangan tergoda dengan popularitas.

Di sela-sela kesibukannya, ternyata suami dari Nies Berliantin tersebut meng gemari sop kaki kambing. Dia mengaku kerap mampir ke warung sop kaki kambing di bilangan Roxy, Jakarta Pusat. Kegemaran Agus pada sop kaki kambing juga diaplikasikan saat ada aca ra khusus di Bank Indonesia. Hidangan yang disediakan tak luput dari sop kaki kambing. Selain itu, Agus yang menjadi gubernur Bank Indonesia sejak 23 Mei 2013 ini juga menggemari berbagai makanan tradisional Indonesia, seperti nasi liwet ataupun gudeg khas Yogyakarta.

Agus merupakan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1984. Dia juga memperluas wawasan dengan mengikuti program di State University of New York, Harvard Business School, Standford University, dan Wharthon Executive Education.

Perjalanan karier bapak dua anak tersebut diawali di dunia perbankan. Mulai di Bank of America, kemudian di Bank Niaga pada 1986.

Agus juga pernah menjadi managing director Bank Mandiri pada 1999-2002. Pada Oktober 2002, dia ditugaskan menjadi direktur utama PT Bank Permata Tbk, dan sejak Mei 2005 sampai Mei 2010 menjadi direktur utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. ¦ ed: mansyur faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement