Senin 13 Apr 2015 13:00 WIB

Suparni, Direktur Utama PT Semen Indonesia: Menjaga Pasokan Domestik

Red:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembangunan infrastruktur terus berjalan saat Indonesia memasuki usia genap 70 tahun kemerdekaannya. Sektor pembangunan papan ini tidak boleh tertinggal dari dua sektor lainnya, yakni pangan dan sandang. Dalam konteks pembangunan papan, ketersediaan semen menjadi vital sebagai salah satu bahan material bangunan utama. Karena itu, semen adalah salah satu dari tiga instrumen nasional yang mesti dijaga sebagai amanah para pendiri bangsa agar kemandirian bangsa terus lestari.

Memperhatikan amanat para founding fathers bangsa, Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Suparni pun menetapkan cita-citanya. Pembangunan negara harus dilakukan oleh tangan sendiri. Salah satunya adalah dominasi ketersediaan semen dalam negeri. Meski dalam praktiknya kerap menemui tantangan yang tak sederhana, berbagai langkah lahir guna menjawab tantangan tersebut. Suparni pun berbagi cerita kepada wartawan Republika, Sonia Fitri, mengenai kiprah perseroan yang kini dipimpinnya dalam memberikan sumbangsih demi mencapai cita-cita bangsa. Berikut petikannya.

Bagaimana kondisi pasokan semen nasional di 2015 ini?

Secara keseluruhan, sebenarnya oke. Kondisi 2015 untuk industri semen masih tergolong baik karena tak ada bencana alam yang serius atau jembatan putus. Transportasi layar pun sebagai sarana distribusi semen tergolong baik karena tidak marak pelarangan. Maka, kita berharap pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang baik tahun ini agar kalangan swasta tidak segan membangun dan berinvestasi di dalam negeri. Swasta itu kan melihat aspek keamanan dalam berinvestasi dan membangun di dalam negeri.

Soal permintaan semen?

Permintaan semen nasional hingga Maret 2015 memang turun sebanyak delapan persen dibanding periode serupa tahun lalu. Hal ini dipengaruhi kondisi ekonomi yang tengah melemah serta iklim pembangunan yang belum menggeliat di awal tahun. Anggaran-anggaran seperti APBN juga baru turun, jadi memang belum terlalu menggeliat. Maka, solusi sementara, kita melakukan ekspor sebagian semen, tetapi juga tidak terlalu banyak karena harus berjaga dalam penyediaan semen domestik ketika permintaan diprediksi akan tinggi mulai April. Karena tugas kita kan menjaga pasokan semen nasional.

Sejauh mana penurunan permintaannya?

Sesuai data akumulasi PT Semen Indonesia, penurunan permintaan sebanyak delapan persen itu meliputi konsumsi Januari-Februari 2015 sebanyak 9.104.221 ton dan di tahun sebelumnya sebanyak 9.177.227 ton. Wilayah konsumsi semen meliputi Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat untuk di dalam Pulau Jawa. Sementara, untuk yang di luar Pulau Jawa, meliputi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Irian Jaya.

Semen pun diekspor dalam satu bulan di kisaran 2,6 juta ton. Tapi, kita tidak bisa ekspor terlalu banyak meski buyer minta kami kontrak jangka panjang. Kita belum berani karena pada waktu pasar domestik naik, harus pasar domestik dulu yang jadi prioritas pengadaan semen.

Apakah sudah ada persiapan khusus merespons program sejuta rumah untuk rakyat yang dicanangkan pemerintah di 2015?

Itu program yang sangat bagus. Kita dukung dengan melakukan sejumlah persiapan di antaranya ingin menargetkan pertumbuhan konsumsi semen hingga 5-7 persen. Untuk kerja sama khusus dalam pengadaan semen dengan pemerintah itu belum ada pembicaraan. Tapi, biasanya ada kontrak dengan pengembang untuk jaminan pasok. Tahun lalu, kita melakukannya dengan pengembang. Biasanya kerja sama berlanjut tahun ini.

Di luar itu, kita juga menginginkan agar market share Semen Indonesia diusahakan jangan menurun, tetap bertahan di angka 44-45 persen. Kalaupun ke depan ada penambahan produksi, strategi kita adalah bertahan, untuk kemudian ditingkatkan.

Bagaimana soal pembangunan pabrik baru?

Sebelumnya saya ingin menekankan, dalam situasi negara yang tengah gencar membangun infrastruktur, ketersediaan semen sebagai bagian dari material pembangunan menjadi penting. Saat ini, Semen Indonesia telah memiliki integrated cement plant di empat lokasi, Klin sebanyak 13 unit, cement mill sebanyak 22 unit, grinding plant di 22 lokasi, cement mill sebanyak empat unit, gudang penyangga yang tersebar, packing plant yang berada di 22 lokasi, serta proyek packing plant di tiga lokasi. 

Selain melakukan sejumlah agenda dalam mengupayakan pasokan semen nasional, kita juga ingin menjawab tantangan tersebut dengan merampungkan dua pabrik besar untuk yang rencananya rampung di 2016. Pertama, yakni proyek pembangunan pabrik semen di Padang, Sumatra Barat, dan satu lagi yang sedang diingat masyarakat belakangan ini, yakni pabrik di Rembang, Jawa Tengah.

Progress-nya sejauh ini?

Untuk proyek pertama berlangsung lancar, sama sekali tidak bermasalah dalam artian tidak ada gangguan teknis, baik dari internal maupun dari masyarakat sekitar. Semua mendukung. Pabrik telah melalui progress 30 persen, dibangun untuk kapasitas produksi 3 juta ton per tahun dengan investasi Rp 5 triliun.

Nah, pabrik yang tengah mengalami gangguan eksternal yakni pabrik kedua di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Proyek itu dimulai sejak Februari 2014 dan target penyelesaian di 2016. Ini merupakan greenfield proyek, dibangun di area baru, maka biasanya kalau baru memang suka mendapat "sambutan".

Meski masih dalam penyelesaian di peradilan yang sebentar lagi akan selesai, kita memastikan bahwa pembangunan pabrik dan keberjalanan pabrik nantinya sama sekali tak akan merusak lingkungan. Alih-alih merusak, kita justru setelah proses penambangan semen di area pabrik akan segera dilakukan penanaman pohon dan pembukaan area hijau.

Keberhasilan proyek pembangunan pabrik yang menyehatkan lingkungan bahkan sudah terbukti pada area pabrik di Tuban. Jadi, nanti untuk area tambang bekas batu kapur akan menjadi area serapan air yang potensial untuk areal penanaman dan pertanian, sedangkan area yang meliputi tanah liat akan menjadi tempat penampungan air.

Bagaimana dengan teknologi yang dibangun? Mampukah melakukan eksplorasi dan eksploitasi sekaligus membangun lingkungan sehat?

Mencontoh pabrik di Tuban yang sudah terbukti serta mengadaptasi teknologi dari Jerman, areal bekas tambang kapur akan disulap menjadi areal produktif yang mampu menjadi tulang punggung masyarakat sekitar. Area tersebut, misalnya pertanian, perikanan, sarana rekreasi sekaligus menciptakan cadangan air.

Jadi, sama sekali tidak benar kalau pembangunan pabrik akan menghabiskan pasokan air di lingkungan warga karena proses penambangan dilakukan kering alias tanpa air. Air digunakan untuk mendinginkan mesin saja, itu pun tidak membutuhkan banyak air karena air penggunaan air diputar.

PT Semen Indonesia selama ini tumbuh bersama masyarakat. Jika ditemukan ada satu cerobong di pabrik kita yang mengepulkan asap polusi, saya siap pabrik ditutup. Sebab, pabrik yang berhasil adalah pabrik yang pengunjung tidak tahu lokasi cerobongnya di mana. Keberadaan kita tidak boleh mengganggu bahkan harusnya saling membantu antara kemajuan perusahaan dengan kesejahteraan warga sekitar.

Untuk menghindari debu pabrik yang bisa menyebabkan pencemaran udara, Pabrik Semen Rembang dikonsepkan untuk semaksimal mungkin menggunakan non-mobile transport equipment. Jadi, pabriknya sepi, tidak banyak orang, tidak banyak bising, dan tidak membeli solar. Model pembangunan seperti ini merupakan yang pertama diterapkan di Indonesia dengan salah satunya pergerakan pemindahan barang dapat menghasilkan energi listrik.

Bagaimana dengan urusan penolakan segelintir orang yang mengatasnamakan dirinya masyarakat?

Pembukaan pabrik dikonsepkan sekaligus membangun area hutan baru. Pabrik di Rembang progress-nya sudah 34 persen, perusahaan telah mengantongi 35 izin yang dibutuhkan serta telah pula merampungkan syarat analisis dampak lingkungan (amdal). Untuk proses penyelesaian peradilan sudah berjalan selama 24 kali, nanti tanggal 16 bulan ini akan menjadi putusan final, kita optimis.

Perilaku segelintir masyarakat yang melakukan penolakan ini agak ganjil. Mereka tidak mau diajak berdialog atau minta penjelasan tentang pembangunan pabrik pada kami secara langsung. Padahal, kami dengan terbuka akan menjelaskan soal konsep kami. Ketika ada diskusi publik pun, kita tak dilibatkan. Tapi, aksi mereka agresif hingga membuat penggalangan opini sampai ke pusat. Dengan mengirimkan beberapa ibu-ibu, misalnya, yang bukan warga setempat, ke Istana Negara.

Penggalangan opini publik guna menghambat proses pembangunan pabrik dengan mengedepankan isu lingkungan makin santer jelang putusan final. Utamanya di media sosial. Namun, kita optimistis selama perusahaan telah menjalankan persyaratan yang betul dan mengoptimalkan teknologi Super Block Tambang Hijau, maka proyek pembangunan pabrik akan dapat rampung pada akhir 2016.

Jadi penolakan segelintir orang itu bertolak belakang dengan fakta yang ada?

Jika isu penentangan yang "dijual" oleh para penentang pabrik adalah kerusakan lingkungan dan kekurangan air, maka kita sudah punya solusi dan teknologinya. Lagi pula, area tambang tidak berada di lingkungan yang bersentuhan dengan sumber-sumber air sebagaimana aturan pemerintah soal eksplorasi dan eksploitasi lokasi area tambang minimal 200 meter menjauhi sumber mata air dan gua.

Untuk menciptakan hutan baru, kita akan membangun green belt. Maksudnya, di sekeliling area penambangan akan dibungkus dengan pepohonan setebal 50 meter dan total luas keseluruhan green belt yakni 80 hektare. Pohon yang ditanam, yakni Jati dan Mahoni serta tanaman lainnya yang diinisiasi warga yang memang mau memanfaatkan tanah tersebut. Bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan juga dalam pengelolaannya.

 

Dengan proses tambang hijau yang akan berlangsung selama 130 tahun ini, ketika area penambangan dibuka sebagian, setelahnya akan dilakukan penanaman pohon secara bertahap. Lalu, dibuka tambang lagi di sebagian lokasi berikutnya, lalu segera ditaman lagi. Begitu seterusnya. Biaya per hektare dalam proses penanaman kembali tersebut yakni Rp 1,5 triliun. Kita komitmen memenuhinya. Ini bukan soal urusan mahal jika menyangkut lingkungan baik. Justru itu akan lebih menguntungkan semua orang, menguntungkan juga buat anak cucu kita. ed: Eh Ismail

***

Fokus pada Masyarakat Setempat

Tumbuh bersama masyarakat. Begitulah komitmen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dalam melangsungkan aktivitas produksi dan distribusi. Sebab, sudah seharusnya ada timbal balik yang setara, bahkan lebih kepada lingkungan, ketika terjadi pengambilan manfaat alam berupa eksplorasi dan eksploitasi. Bukannya merugikan lingkungan.

"Dengan teknologi yang ada, keberadaan pabrik semen kita telah terbukti bisa membuka areal pertanian baru dan menjadi pemasok sumber air, salah satu buktinya adalah yang terjadi di area pabrik Tuban," kata Direktur Utama PT Semen Indonesia Suparni kepada Republika belum lama ini.

Bagi pria beruban kelahiran 13 Desember 1958 ini, segala penolakan yang terasa ganjil atas proyek pembangunan pabrik di Rembang Jawa Tengah mestinya disikapi dengan kalem, dengan kata lain tak lantas panik dan memberikan perlawanan secara membabi buta. Apalagi, pihak perusahaan merasa punya jawaban dan pembuktian atas segala tudingan tersebut.

Menjawab tantangan penolakan pembangunan pabrik, pria yang kerap mengisi waktu senggang dengan olahraga golf ini menyebutkan, perusahaan lebih berfokus pada masyarakat setempat. Merekalah yang terpenting untuk dirangkul, para tuan rumah yang memang sepakat membangun Rembang sebagai kawasan sehat lingkungan.

Mantan kepala kompartemen Produksi Pabrik Tuban itu pun meyakini satu hal, bahwa berjuang untuk kemajuan produksi Semen Indonesia merupakan suatu amanat dari para pendiri bangsa untuk menjaga unsur papan. Apalagi, Indonesia masih dalam pembangunan yang gencar. Jangan sampai semen asing yang justru menguasai material pembangunan yang memang saat ini tengah mengepung industri semen dalam negeri. Soal urusan "perang opini" tersebut, seharusnya perusahaan berada di posisi yang elegan.

Akhir kata, dalam satu titik ia membuat analogi pewayangan. Ketika rakyat tengah gundah terhadap situasi negara, ketika pada suatu masa pemerintah dan penguasa sudah tak dapat dipercaya, maka harus ada sosok Begawan, misalnya Semar atau Kresna yang masih bisa menjadi tempat mengadu untuk diambil kebijakannya. Seperti kisah Mahabarata, kata dia, sang Begawan akan dapat memberikan solusi.

Dari analogi tersebut, ia menganggap bahwa media merupakan para Begawan di era modern saat ini. Masyarakat selalu membaca dan menyaksikan lantas percaya dengan apa yang dikatakan media massa. Maka, media seharusnya berorientasi baik dan mendukung kemajuan negeri sendiri. Ia masih yakin, media massa mampu menjadi solusi dan turut membantu cita-cita pembangunan mandiri. Sonia Fitri ed: Eh Ismail

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement