Senin 30 Mar 2015 14:00 WIB

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono: Kawal Literasi Keuangan

Red:

Fakta survei menyatakan, tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah. Karenanya, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak tinggal diam. Beragam percepatan literasi keuangan pun dirancang untuk direalisasikan. Tujuannya, membentuk masyarakat yang melek keuangan secara merata, entah di desa dan kota. Beragam perlindungan terhadap masyarakat dan industri jasa keuangan pun mesti dikawal dan dikuatkan seiring maraknya aksi kejahatan di bidang keuangan dengan beragam modus.

Kepada Republika, anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono menyampaikan langkah strategis yang sedang dijalankan. Perbincangan juga menyinggung seberapa besar kekuatan OJK menindak tegas para pelaku kejahatan di bidang keuangan. Ujungnya, upaya bersama dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat yang merata tak boleh ditunda-tunda. Berikut petikan wawancaranya.

Apa yang dimaksud dengan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan dan seberapa penting keberadaannya?

Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan bisa kita artikan sebagai pemberdayaan konsumen di satu sisi. Di mana, konsumen perlu disadarkan mengenai hak dan kewajibannya ketika dia bertransaksi dengan lembaga jasa keuangan. Karena, hasil survei kita menunjukkan sebenarnnya pemahaman, skill, dan kepercayaan masyarakat di bidang keuangan itu rata-rata masih rendah, yakni 21,84 persen pada 2013. Makanya, kita perlu mengupayakan pemerataan edukasi.

Di lain pihak, secara simultan lembaga keuangan juga perlu difasilitasi untuk ditingkatkan kapasitasnya dalam memberikan jasa kepada masyarakat. Mereka perlu disadarkan soal transparansi, menjelaskan sebaik-baiknya kepada nasabah serta menyiapkan diri jika ada pertanyaan dari nasabah yang berkaitan dengan servisnya. Harus terbuka dan tersedia agar dispute atau ketidakjelasan tidak marak.

Kalau ditanya soal mengapa penting, karena yang paling mendasar kemajuan perekonomiaan Indonesia tidak mungkin tercapai tanpa adanya sistem keuangan yang stabil, tangguh, dan berkesinambungan. Harus dibentuk sistem yang prima supaya msyarakat maju dan sejahtera.

Lebih lanjut, industri keuangan tidak akan sukses kalau masyarakatnya banyak yang complain atau tidak banyak masyarakat yang menyadari keberadaan mereka. Makanya, nasabah dan investor yang merupakan konsumen harus dibuat loyal karena mereka nyaman. Sehingga, terciptalah market confidence yang didasarkan pada dua sisi, yakni layanan yang andal dan konsumen yang nyaman. Kalau ini dilakukan, stabilitas sistem keuangan akan mudah dicapai dan pertumbuhan ekonomi akan berjalan baik.

Kebijakan apa saja yang sudah dihasilkan OJK dalam rangka edukasi dan perlindungan konsumen?

Yang dituangkan dalam peraturan setidaknya sudah ada dua, yakni Peraturan OJK No 1/2013 tentang perlindungan konsumen dan No 1/2014 tentang Lembaga Aksi Penyelesaian Sengketa (LAPS). Masing-masing peraturan tersebut memiliki surat edaran.

Di antara isi edarannya, yakni mewajibkan lembaga keuangan untuk melakukan edukasi kepada nasabah. Diatur pula mekanisme menata dan melaksanakan LAPS. Pengaturan ini bertujuan menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan dengan cepat, murah, adil, dan efisien. Bahkan, aturan ini dibuat agar dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap lembaga jasa keuangan.

Kemudian, dari segi layanan konsumen, kita sudah membangun contact center di mana pelaku usaha jasa keuangan wajib menyampaikan laporannya kepada OJK mengenai penyelesaian pengaduan secara berkala setiap tiga bulan. Selain itu, masyarakat dapat memantau pengaduannya ke OJK melalui sistem layanan konsumen terintegrasi. Sistem layanan tersebut bisa dipantau melalui dua cara, yakni traceable dan trackable.

Dengan begitu, masyarakat jadi tahu kalau mereka memiliki pertanyaan atau ketidakpuasan tentang jasa keuangan harus pergi ke mana. Tapi, yang utama mereka harus tahu bagaimana mengutarakan masalah mereka kepada pihak yang tepat, menghubungi tempat yang sah. Kita memberikan alamat nomor telepon yang bisa dihubungi, bisa juga disampaikan melalui e-mail atau bersurat di media sosial.

Dalam pengaduan konsumen yang masuk, kasus apa yang paling menonjol?

Di call center, kita membagi tingkatan kasus ke dalam tiga bagian, yakni kontak masyarakat berupa pertanyaan soal lembaga keuangan. Ini mendominasi sampai sekitar 80 persen. Kedua penyampaian informasi sekitar 15 persen. Sisanya, barulah bersifat kontak pengaduan. Sampai pertengahan Maret 2015, pengaduan yang kami terima sudah mencapai 300-an. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan kurun waktu yang sama pada tahun sebelumnya.

Ketika 2013, saat perbankan masih di bawah penanganan Bank Indonesia, pengaduan di OJK didominasi oleh kasus asuransi dan lembaga pembiayaan. Modusnya paling banyak tentang tidak dibayarkannya klaim asuransi atau kalau di lembaga pembiayaan kasusnya berkisar tentang ditariknya barang agunan yang dibiayai. Rata-rata barangnya, yaitu kendaraan bermotor.

Begitu menginjak 2014, di mana pengelolaan perbankan sudah juga di bawah OJK, kasus perbankan langsung mendominasi. Ini wajar karena nasabah bank terbanyak sampai tiga kali lipat dari pengaduan asuransi dan pembiayaan. Jenis aduannya rata-rata dua hal, yakni tentang returisasi atau kegagalan dalam melakukan cicilan kredit. Debitur meminta keringanan bagaimana caranya supaya diberikan kurun waktu yang lebih panjang.

Yang kedua, yakni masalah lelang jaminan yang masih bertumpu dari debitur. Mereka sebetulnya berminat untuk membayar, tapi karena kegagalan usaha dan kelemahan ketepatan waktu mencicil mereka terlambat dan bank keburu melakukan lelang jaminan. Ada juga kasus di mana lelang jaminan acap kali tidak sesuai harga pasar yang berujung pada dispute.

Penyelesaian pengaduan konsumen kita kategorikan menjadi tiga macam. Pertama, jika murni dispute, akan kita lakukan mediasi. Namun, jika terindikasi ada pelanggaran di lembaga keuangan dan ada indikasi unsur pidana maka penanganannya tidak sendirian, tapi juga melalui tim pengawas.

Nantinya, pengawaslah yang akan menganalisis sanksi apa yang berlaku bagi pelanggar. Lalu, para pengawas melaporkannya pada kita. Ketiga, yakni penyelesaian kasus yang berkaitan dengan praktik ilegal. Karena itu, di luar wewenang kita, sudah masuk ranah yuridis lembaga lain maka kasus diteruskan ke satuan tugas (satgas).

Bagaimana prosedur penyelesaian kasus pengaduan di OJK?

Tingkat penyelesaian kasus OJK dinilai oleh manajemen strategis bernama Indikator Kinerja Internal (IKI) dan Indikator Kinerja Unit (IKU). Tahun lalu, penyelesaian kasus kita targetkan hingga 60 persen dan kita bisa selesaikan 67 persen. Tahun ini, targetnya juga tidak akan jauh berbeda karena kompleksitasnya yang cukup tinggi.

Prosedurnya, setelah pengaduan masuk, kita cek dulu apakah dokumennya lengkap atau tidak. Jika sudah lengkap, maka kita keluarkan letter of notification atau acknowledgement. Itu tandanya sudah bisa diproses.

Lalu, kemudian diverifikasi dan klarifikasi. Setelah itu, barulah dimediasi. Contoh, jika misalnya kasusnya tentang klaim asuransi yang tidak dibayar, jika asuransinya bersalah kita sampai bisa menekan untuk pembayaran klaim asuransi.

Investasi bodong masuh menjadi kasus menarik yang terjadi. Bagaimana OJK mengatasi ini? Apa tips OJK agar masyarakat tidak tergoda investasi semacam ini?

Investasi bodong atau ada istilahnya Ponzi scheme ini upaya menghimpun dana dari masyarakat, dana itu diinvestasikan, tapi dananya tidak dijalankan dengan semestinya. Hasilnya pun tidak dibayarkan ke pemilik modal. Ini ada di mana-mana dan selalu ada. Indonesia dengan perumbuhan yang sedang ekonomi tinggi di kalangan masyarakat menengah, orang naik kelas dan punya uang lebih untuk diinvestasikan, investasi bodong pun berpotensi tumbuh subur.

Maka, tantangannya ada dua hal. Pertama, kita memberikan layanan produk industri keuangan, sehingga masyarakat menengah yang tadi digarap itu lebih tertarik berhubungan dengan industri keuangan formal dibandingkan tawaran investasi bodong tadi. Karena, tidak jarang investasi semacam itu diorganisasi dari luar Indonesia dengan iming-iming imbalan hasil yang menarik.

Kedua, dari segi perlindungan konsumennya. Ialah hal yang wajar kalau kita ingin dapat bunga yang banyak, ingin cepat bertambah modalnya. Tapi, jangan sampai terkesima dengan faktor keamanan, sehingga risiko-risiko diabaikan. Jadi, kita akan terus membimbing industri keuangan bagaimana menginovasi layanan produk yang ditawarkan pada nasabah, tapi memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, kita juga tidak putus melakukan edukasi.

Industri keuangan didorong agar gencar memberikan layanan cuma-cuma tentang bagaimana masyarakat merencanakan keuangannya. Ini kita dorong dan ada di POJK. Selain itu, juga harus jeli dalam melihat paket-paket edukasi bekerja sama dengan media massa. Karena, tanpa media, elektronik atau cetak, tidak mungkin informasi edukasi dapat disebarluaskan secara lebih luas sampai ke pelosok.

Kepada masyarakat, kita selalu mengingatkan agar berhati-hati dengan tawaran yang menarik, tapi tidak masuk akal. Biasanya, investasi bodong mudah sekali dikenali. Mereka mudah dihubungi, jumlah modal yang dihimpun besar, tapi tidak ada jaminan legal, brosur, dan yang lainnya. Waspada juga meskipun si penawar investasi "menjual" tokoh artis terkenal dalam promosinya. Kalau di daerah ada juga yang namanya Bursa Futures. Orang mengira ini berada dalam tanggung jawab OJK karena namanya bursa. Padahal, sebenarnya itu adalah bursa berjangka yang berada di bawah pengawasan Kementerian Perdagangan.

Atau, sekarang marak juga cara menghimpun dana dengan crowd funding. Ini kita perlu waspada dan seharusnya ada pengawasnya. Investasi jenis ini mekanisme pendanaannya mirip koperasi. Jadi, kemungkinan izinnya dari dinas koperasi di daerah atau Kementerian Koperasi dan UMKM. Makanya, agar pengawasan lebih menyeluruh, ke depan kita akan kerja sama dengan instansi terkait untuk pencegahan penyelewengan uang masyarakat.

Sejauh ini, berapa banyak kasus investasi bodong dan bagaimana penyelesaiannya?

Dari konteks yang tadi kita sebut, tahun lalu ada 272 kasus investasi bodong. Sebagaimana SOP, kasus ini kita serahkan ke unit di dalam OJK dengan pesan tolong dimuat di web OJK supaya masyarakat bisa mengakses dan tahu, ini loh nama perusahaan keuangan yang tidak mendapat izin dari OJK.

Karena, kita dapat tantangan banyak, ada lembaga keuangan di bawah instansi lain yang meskipun mereka diberi izin, misalnya, tapi mereka tidak menjalankan usahanya sebagaimana digariskan dalam izin. Sekarang ini, kasus model seperti itu kita kumpulkan terus sambil temuan kita teruskan ke satgas untuk dirapatkan dan merekalah yang punya wewenang untuk menindaklanjuti ke pengadilan.

Satgas OJK terdiri atas anggota kepolisian dan kejaksaan. Kita juga sudah ada penyidik yang di dalamnya ada pejabat kepolisian yang ditetapkan di OJK juga. Jadi, kita makin percaya diri akan kuat dalam penindakan dan pencegahan lebih efektif.

Bagaimana OJK menindak kasus pembobolan rekening?

Kita bisa lihat dari dua sisi. Dari IT karena sudah ada electronic banking, transaksi bisa dilakukan melalui kartu. Maka, akan semakin mudah, praktis, dan efisien ketika nasabah melakukan transaksi. Di sisi lain, nasabah jarus meningkatkan kewaspadaannya. Artinya, mereka tidak boleh sembarangan dalam memberikan pin password kartu transaksi kepada orang lain, apalagi meminjamkan kartu kepada orang lain untuk pengambilan uang. Sekarang, yang penting di nasabah, kalau dia menggunakan komputer pribadi itu harus meng-update antivirus, pin, dan password. Begitupun di bank, juga harus terus diperkuat security-nya.

Soal pembobolan rekening, ini harus terlebih dahulu diinvestigasi. Kalau uangnya hilang karena ATM-nya di-skimming, lalu bank telanjur melakukan pembukuan dan pencatatan, maka bank wajib melakukan penggantian uang sejumlah yang dibobol. Kecuali, jika nasabah yang lalai dan memberikan password sembarangan padahal sudah diperingati, penggantian tidak berlaku.

Seberapa kuat sistem pengamanan internet banking kita?

Kuat-lemahnya sistem pengamanan kita sudah bagus. Tapi, kembali lagi, semua bergantung pada masing-masing nasabah dalam menjaga keamanan transaksi mereka agar tidak menjadi sasaran pembobolan uang. Di sistem laku pandai pun sarat dengan IT. Jadi, kita sedang mempersiapkan perangkatnya agar kuat keamanannya.

Apakah branchless banking bisa memberikan perlindungan pada nasabah? Bagaimana pelaksananannya?

Kita ingin akses keuangan masyarakat meningkat, bukan hanya di kota besar, tapi juga sampai ke kota kecil seperti menyentuh para penambang, petani, dan mereka yang tinggal di daerah. Orang di pasar induk, mereka tidak perlu melakukan transaksi perbankan di kantor, tapi bisa melalui agen. Maka, keamanannya kita perketat. Caranya, agen berada di bawah tanggung jawab lembaga keuangan. Dia juga harus lolos sertifikasi. Yang bisa menjadi agen bank di daerah, yakni individu atau badan usaha.

Bank Mandiri merupakan salah satu yang ikut di dalam laku pandai. Dia sudah bekerja sama dengan PT Pos dan Pegadaian yang merupakan badan usaha. Pegadaian yang telah memiliki outlet-nya di daerah sebanyak 4.500 buah dan dilengkapi sistem dalam jaringan akan semakin memudahkan transaksi. Dalam perencanaan 2015, terdapat 17 bank yang berencana ikut branchless banking. Paling tidak, ada 20 bank yang akan mengikuti laku pandai nantinya.

OJK sudah melarang telemarketing produk keuangan, namun sampai saat ini praktik-praktik seperti itu masih berjalan. Apa tindakan OJK menghadapi ini?

Waktu kita menggulirkan imbauan, kita menyadari banyak lembaga keuangan yang menggunakan kontrak jangka panjang dalam telemarketing. Jadi, untuk masa transisi, ini masih bisa ditoleransi. Hanya saja, tetap diupayakan supaya tidak terlalu mengganggu konsumen. Kadang, sebetulnya bagus karena sistem ini lebih memudahkan promosi, tapi dalam kenyatannya malah mengganggu. Jadi, kita kerja sama dengan Kemenkominfo agar sistem telemarketing ditekan. Tapi, pada prinsipnya, sepanjang masyarakat aman dan nyaman, kita tidak ada masalah. N ed: mansyur faqih

Banyak Berbuat untuk Kepentingan Sesama

Hidup harus berguna. Setidaknya, untuk orang-orang terdekat di sekitar. Agar semangat menjadi berguna tetap terjaga, hidup harus dibarengi semangat menggapai prestasi.

Begitulah anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono memaknai hidupnya selama ini. Mengawal edukasi keuangan dan perlindungan konsumen di masyarakat memang bukan merupakan pekerjaan sederhana. Namun, berbekal semangat itu, ia terus bergerak agar cita-cita masyarakat sejahtera bisa dicapai segera.

"Saya sangat concern karena dari berbagai sumber yang saya baca dan melihat hasil penelitian, kalau kita bisa mengedukasi masyarakat agar mampu merencanakan keuangan yang baik, itu solusi atas kesejahteraan yang merata," kata dia kepada Republika, belum lama ini.

Wanita kelahiran London, Inggris, pada 21 Juli 1954 itu punya keyakinan, apa pun yang dikerjakan harus ada niat untuk meraih prestasi dan menjadi berguna. Tak perlu muluk-muluk ingin sekaligus memperbaiki satu bangsa. Mulai saja dari yang kecil di sekeliling. Maka, hidup akan jadi lebih bermakna. "Saya ingin generasi muda bisa seperti itu, maka negara kita akan maju," tambahnya.

Dari semangat itu, tangga capaian karier di bidang perbankan cukup mulus dipijaknya. Ia mengawali karier sebagai staf di Bagian Pemeriksaan Kredit, Urusan Perencanaan dan Pengawasan Kredit Bank Indonesia pada 1980. Selama hampir 32 tahun, Tituk, sapaan akrabnya, berkarier di BI di mana sebagian besar berada di direktorat hukum (14 tahun) dan direktorat luar negeri/internasional (enam tahun).

Wanita yang hobi membaca buku detektif itu juga sempat melakukan magang selama sembilan bulan di kantor pengacara The White & Case di New York, Amerika Serikat, pada 1991-1992.

Beberapa jabatan yang pernah diduduki di BI, yaitu deputi direktur Memimpin Direktorat Hukum pada 2001–2002, menjadi direktur direktorat luar negeri pada 2003–2005, direktur pusat pendidikan dan studi kebanksentralan pada 2006–2007, direktur direktorat sumber daya manusia pada 2007–2010, serta kepala kantor perwakilan BI New York, AS, pada 2010–2012.

Hingga, pada 18 Juli 2012 ia ditetapkan sebagai anggota Dewan Komisioner OJK berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 67/P/2012 dan mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012–2017.

Dalam menjalankan tanggung jawabnya saat ini, ia melihat perekonomian Indonesia cukup maju dalam lima tahun terakhir. Namun, kemajuan tersebut harus didukung pemerataan dan literasi keuangan yang mumpuni. "Kalau negara kita diceritakan kaya, buat apa kalau tidak merata kesejahteraan masyarakatnya," kata dia.

Ia juga memperhatikan anak-anak masa kini yang sudah mulai tertarik melakukan investasi, memperhatikan naik turun saham, dan mengatur keuangannya sendiri. Benih-benih ini yang harus terus dipupuk dan diarahkan agar mereka menjadi cerdas dalam mengelola keuangannya ketika menginjak masa kuliah maupun masuk ke dunia kerja. Makanya, materi literasi keuangan OJK pun ingin masuk di kurikulum agar penyampaiannya lebih merata.

Ia berpendapat, pencapaian kesejahteraan masyarakat yang berkecukupan keuangannya, stabil kesehatannya, dan sehat jasmani rohaninya itu harus diperjuangkan. Sebab, hal itu tidak datang dengan sendirinya. "Harus dengan sistem dan literasi keuangan yang konsisten," papar dia. N Sonia Fitri ed: mansyur faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement