Senin 26 Jan 2015 14:15 WIB

Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI: Kita akan Siapkan Wisata Khas

Red:

Ditantang raup 20 juta wisatawan mancanegara hingga 2019 oleh Presiden, Kementerian Pariwisata dengan pimpinan barunya telah memetakan sejumlah prioritas. Sejuta keindahan alamnya, kultur, dan warisan leluhurnya yang orisinil adalah beberapa nilai lebih yang perlu terus digaungkan. Negara pun punya peran menegaskan komitmennya di bidang pariwisata. Kepada redaksi Republika, Menteri Pariwisata Arief Yahya memaparkan strateginya. Berikut petikan wawancaranya.

Berapa jumlah wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia?

Kita pada 2014 memiliki jumlah wisman sekitar sembilan juta pada 2014. Target dari Presiden Jokowi itu ada 20 juta wisman pada 2019, ini lebih dari dobel kenaikannya. Sedangkan, untuk wisatawan dalam negeri ditargetkan 250 juta ke 275 juta. Selama ini sektor pariwisata belum jadi leading sector. Anggaran di APBN dan APBD juga tidak besar. Padahal, pariwisata itu sektor jasa berbasis kreatif. Kalau mau dibagi, ada tiga era, yaitu pertanian, manufaktur, informasi, dan kreatif. Semakin ke sini, nilai tambahnya semakin tinggi. Kita identik dengan kreasi dan rekreasi yang bagus nilai tambahnya. Indonesia dengan potensi pariwisata yang kaya harusnya sudah menuju tahap ini.

Tapi, selama ini kelemahan kita di pemasaran. Kita punya banyak teori, tapi praktiknya jelek. Kita bilang komitmen soal pariwisata tapi pada kenyataannya kita belum komit soal ini. Bisa terlihat dari anggarannya yang belum maksimal. Makanya untuk tahun ini kita akan diberikan Rp 1 triliun untuk promosi khusus. Ini belum baik, tapi jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Tapi, saya ingin tegaskan kalau negara berkomitmen bangun pariwisata Indonesia. Pada 2014, capaian wisman kita yakni 9,3 juta. Maka, pada 2015, saya target raih 10 juta wisman dan 20 juta wisman pada 2019.

Kepada beberapa bupati dan gubernur, kemarin saya sindir soal berapa waktu yang mereka sediakan untk mengurus pariwisata. Pariwisata kita punya posisi strategis dalam peningkatan devisa negara. Posisinya nomor empat setelah minyak, batu bara, dan kelapa sawit. Pada 2014, kita menghasilkan 10 miliar dolar AS di sektor pariwisata. Kita ingin sampai 30 miliar biar jadi top three penghasil devisa. Return-nya pariwisata lebih tinggi dari pada manufacturing.

Dengan pariwisata, alam, dan masyarakat tetap terjaga sembar pendapatan negara maksimal. Ujungnya culture dan nature. Kita sekarang masih kalah dari Singapura, Malaysia, dan Thailand yang menjadikan pariwisata sebagai bisnis utama. Kalau kita yang pariwisatanya luas dan beragam ini pada tahun lalu punya wisman sembilan juta maka Singapura sudah 16 juta dan Malaysia 26 juta.

Apa masalahnya?

Kita harus fair dalam mengacu pada standar internasional, yaitu infrastruktur. Kesehatan dan kebersihan lingkungan juga menjadi masalah serius lainnya. Selama ini, menjaga kebersihan itu yang sulit, padahal kita negara di mana banyak penduduknya katanya meyakini kalau kebersihan itu sebagian dari iman. Maka, ketegasan pemerintah dan kesadaran masyarakat menjadi penting di dalamnya.

Pada manufaktur, kita banyak membangun otomotif. Padahal, secara return, otomotif kalah dengan pariwisata. Kedua, dalam hal tenaga kerja pun, pariwisata seharusnya bisa unggul dari yang lainnya. Potensi area wisata tidak disebut destinasi kalau tidak ada 3A, yaitu attractive, amenities atau fasilitas, dan accessibilities. Kita masih lemah di situ. Kesadaran bahwa pariwisata menghasilkan return yang tinggi, ini yang belum direalisasikan.

Target 20 juta wisman pada 2019, bagaimana strategi yang Anda persiapkan untuk meraihnya?

Pertama, koordinasi. Saya telah kirim surat ke Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum untuk bantu membangun infrastruktur. Meskipun saya paham kalau membangun infrastruktur tidak cepat dan tidak mudah. Sudah ada jawaban dari menteri dan para Kanwilnya berupa jawaban tertulis kesetujuan mereka untuk bersama-sama membangun kawasan strategis nasional. Kita juga menyiapkan sistem promosi dengan memanfaatkan Information and Communication Technology (ICT) agar lebih mudah dan murah. Porsi ICT nilainya 40 dari skala 100.

Kemudian, saya akan fokus kepada titik wilayah destinasi yang paling banyak dikunjungi wisman ke Indonesia. Agar jumlahnya terus meningkat di tahun ini dan selanjutnya. Kita akan bangun brand. Di samping juga kita kembangkan jenis wisata lainnya yang berbasis kultural.  

Kalau satu wisman perlu uang atau biaya promosi untuk menarik mereka sebesar 10 dolar AS, sejuta wisman maka kita perlu uang 10 juta dolar. Kalau 10 juta wisman kita perlu menyiapkan uang 100 juta dolar. Malaysia sudah bertindak benar dengan mengeluarkan total 300 juta dolar atau sekitar Rp 3,6 triliun. Makanya, untuk tahun ini kita diberi Rp 1 triliun khusus untuk promosi. Itu pun masih persetujuan pemerintah, belum di parlemen.

Wisman sembilan juta pada 2014 dari wilayah destinasi mana saja?

Mungkin akan surprise, tapi 90 sampai 95 persen itu datangnya dari tiga pintu masuk utama. Data yang ada, untuk Bali 40 persen, Jakarta 30 persen, dan Batam 25 persen. Padahal, kita punya destinasi yang banyak. Jadi, sisanya lima sampai 10 persen ya tersebar di luar tiga wilayah tadi. Makanya, kita ingin fokus pada destinasi dan orisinalitas. Makanya, produk portofolio harus lebih memfokuskan ke Bali, Batam, dan Jakarta. Mereka semacam wilayah andalan untuk menyokong wilayah lainnya.

 

Jadi, untuk yang 20 juta wisman, bagaimana rencana fokus dan prosentasinya?

Kita akan fokus pada negara-negara dengan penduduk yang paling banyak berkunjung. Posisi Januari hingga November 2014 jumlah kunjungan wisman Cina ke Indonesia sebanyak sekitar 900 ribu wisman, menempati urutan keempat teratas setelah wisman dari Singapura sebanyak 1,32 juta, Malaysia 1,12 juta, dan Australia 996.032 wisman. Maka, kita harapkan meraih dua juta wisman dari negeri ini pada akhir 2015.

Selain memfokuskan destinasinya, orisinalitas juga harus dipertahankan. Secara garis besar, portofolio akan diusung dari culture, nature, dan manmade. Jakarta 50 persen bisnis, jadi dia akan banyak di manmade dan hotel. Makanya ini bisa kita rancang agar terintegrasi, misalnya, di Jakarta kita bikin gerai yang mana di dalamnya menampilkan brand masing-masing wilayah.

Dalam lima tahun, apakah akan menciptakan destinasi baru?

Jawabannya, ya dan harus. Yang harus kita perhatikan adalah potensi ekonomi kreatif. Ada kuliner, fashion, dan kerajinan tangan. Indonesia berpotensi besar mengembangkan jenis pariwisata yang saat ini populer dengan nama "Wisata Syariah". Tapi, saya belum sepakat soal nama ini karena memberi kesan ekslusif dan sarat pelarangan berbasis agama tertentu. Ada ajuan nama istilah lain, tapi itu juga saya pikir belum cocok, yakni "wisata Islam", "wisata halal", "wisata keluarga", dan "wisata religi".  Data kita, kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia mencapai 1,27 juta orang per tahun. Dari wisata jenis ini, ditargetkan jumlah kunjungan wisatawan Muslim meningkat 20 -25 persen pada 2015.

 

Berapa anggaran yang disiapkan?

Jadi, untuk sementara nama yang tertulis di catatan anggaran untuk wisata jenis ini adalah "Wisata Religi dan Heritage". Dari anggaran yang disediakan sekitar Rp 1 triliun, 30 persennya atau Rp 150 miliar untuk dua sektor tadi. Lima belas persen untuk promosi wisata religi dan 15 persen lagi untuk heritage. Ada tiga daerah yang akan jadi fokus perdana kita, yaitu Aceh, Sumatra Barat, dan Nusa Tenggara Barat bagian timur.

Di sana selain punya keindahan alam yang tiada tara, ada produk kebudayaannya khas agama tertentu yang menarik untuk dipromosikan. Makanya akan kita siapkan tim dan masterplan untuk memberdayakan sumber daya manusianya serta produk wisata khas termasuk bangunan-bangunan yang ada di kawasan tersebut. Rencananya akan dibangun satu titik labuh untuk merangsang datang dan perginya kapal wisata.

Wisata jenis ini berkaitan dengan kesiapan masyarakat, bagaimana rencana Anda?

Saya sadar betul, kalau tidak dipersiapkan, bisa menimbulkan resistensi masyarakat setempat menghadapi pendatang. Bahkan, untuk sebagian masyarakat kita ada yang menganggap kalau anaknya bekerja di hotel, apalagi perempuan, itu adalah hal yang tidak baik. Makanya yang kita lakukan bukan intervensi masyarakat, tapi pemberdayaan untuk mereka. Pariwisata itu luas, bukan hanya perhotelan. Ada sektor transportasi, bisnis kuliner dan suvenir, restoran, dan sebagainya. C78 ed: Wulan Tunjung Palupi

 

***

Diawali dengan Berimajinasi

 

Didaulat mengawal sektor pariwisata Indonesia yang kaya, Arief Yahya punya cara khas untuk mencapai target-target yang ditetapkan hingga 2019. Menteri Pariwisata Kabinet Kerja ini memulainya dengan berimajinasi, untuk kemudian ia memetakan masalah dan menyusun strategi. Dalam melaksanakan tugas tersebut, ia tidak mau bermimpi.

 

Sebab, menurutnya, mimpi adalah sesuatu yang tidak terbatas dan diciptakan dalam kondisi tidak sadar. Ia juga tak mau menggunakan visi dalam artian penglihatan. Karena, ia terbatas meski dilakukan secara sadar. "Maka dengan berimajinasi, saya akan menetapkan banyak target tak terbatas yang dilakukan secara sadar," paparnya.

 

Semua orang menyadari akan potensi pariwisata Indonesia yang kaya dan beragam. Tuntutan di bidang pariwisata pun besar dalam memeroleh return dan keuntungan bagi negara. Namun, pada praktiknya, kesaradan untuk menjadikan pariwisata sebagai leading sector belum terbangun. Maka, putra daerah Banyuwangi, Jawa Timur, ini tak mau terkungkung dalam batasan-batasan itu. Ia menerima anggaran yang tersedia, lantas menindaklanjuti imajinasi yang telah ditangkapnya.

 

"Double," kata dia ketika ditanya soal apa bentuk imajinasi tersebut. Sebagaimana ketika ia menjadi CEO PT Telekomunikasi Indonesia, awalnya pendapatan di sana kurang dari Rp 150 triliun. Kemudian ia mengakhiri jabatannya dengan meninggalkan pendapatan dua kali lipatnya, yakni Rp 300 Triliun. Melebihi pendapatan Astra, dan menjadi top three di bursa efek kala itu.

 

Maka kali ini, pria kelahiran 2 Maret 1961 ini ingin double. Perolehan wisatawan mancanegara alias wisman pada masa kepemimpinannya ingin dua kali lipat, bahkan lebih dari capaian 2014, yakni target sebanyak 20 juta wisman. Arief meyakini, hasil yang besar dilakukan dengan cara yang tidak biasa.

 

Setelah berimajinasi, langkah kedua yang ia lakukan adalah fokus, kemudian aksi. Itulah tiga jurus yang ia rangkum untuk merealisasikan target-target, di manapun ia memimpin. imagination, focus, and action.

Pemimpin, kata dia, juga harus berani menunjuk jauh ke depan. Menurutnya, menunjuk arah yang salah jauh lebih baik dari pada tidak menunjuk. Seperti filosofi yang dianut mantan presiden Habibie, seorang pemimpin harus meyakinkan pasukannya agar bergerak sesuai tujuan yang telah ditetapkan di awal. "Kalau pemimpin tidak berani menunjuk maka pasukannya akan kocar-kacir," tuturnya. c78 ed: Wulan Tunjung Palupi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement