Senin 17 Nov 2014 14:36 WIB

bincang bisnis- Prastowo Sidi Pramono, Direktur Utama Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih: Strategi untuk Rumah Sakit Publik yang Mumpuni

Red:

Memimpin sebuah rumah sakit (RS) bernapaskan Islam membuat Prastowo Sidi Pramono menyadari ada beberapa hal yang menjadi kekhususan. Sebagai pelayan kesehatan, ia mengupayakan Rumah Sakit Islam Jakarta yang ia pimpin bisa dibangun memenuhi beberapa dimensi, yakni kekhalifahan, kerahmatan, dan kerisalahan. Jelas tak sekadar bisnis, tapi mereka juga tetap dituntut mampu menjaga layanan untuk berbagai lapisan masyarakat. Berikut ini perbicangan wartawan Republika dengan direktur utama RSIJ di kantornya, RSIJ Cempaka Putih.

Gagasan apa yang mendorong perlunya ada RS berideologi Islam?

RSIJ ini berawal dari keprihatinan dr Kusnadi sebagai seorang Muslim yang melihat belum ada rumah sakit yang bernapaskan Islam. Ini membuatnya tergerak untuk mendirikan Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ). Koesnadi sendiri merupakan tokoh Muhammadiyah.

Bagaimana awal mula RSIJ ini didirikan?

Beliau (Kusnadi—Red) mendirikan RSIJ pada 23 Juni 1971 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Baru akhirnya diserahkan menjadi amal usaha Muhammadiah pada 1974. Tadinya gedungnya tidak sebagus ini, kami hanya ada 54 tempat tidur, perawatnya 71 orang. Sampai akhirnya sekarang menjelma jadi RS Islam yang modern dan berstandar internasional, kami memiliki 411 tempat tidur dan 1.400 jumlah pegawai.

Awalnya, manajemennya juga sangat sederhana, terutama dalam sistem terima pegawai. Kami masih pakai cara rekomendasi dari pegawai lain. Sekarang sudah profesional, pakai berbagai tes. Untuk perolehan dananya, kami banyak dapat bantuan dari NOVIB (Nederlands Organisatie Voor Internationale Behulpazaam Heid—Red), itu lembaga milik Belanda yang memberikan bantuan ke pihak-pihak yang memerlukan. Selain itu, ada juga bantuan dari pengusaha Muslim dan Pemerintah DKI Jakarta. Bantuannya dalam hal pembangunan sarana fisik RSIJ, juga perolehan lahan seluas tujuh hektare di daerah Cempaka Putih. Soal alokasi tanah ini, mantan gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, punya andil cukup besar.

Di tengah ramainya pertumbuhan RS swasta, khususnya yang menyasar konsumen premium, bagaimana RSIJ menempatkan diri?

Secara regulasi, memang terbagi menjadi rumah sakit profit yang berarti swasta penuh dan nonprofit yang berarti rumah sakit untuk publik. Kami termasuk ke dalam rumah sakit untuk publik. Tapi, bukan berarti tidak boleh untung. Rumah sakit ini harus punya profit juga. Hanya, keuntungan yang diperoleh kami kembalikan untuk pengembangan RS dan pembiayaan pegawai. Bukan untuk dibagikan ke direksi atau pemegang saham. Kalau dilihat dari pangsa pasarnya, memang bukan mengkhususkan pada pasien menengah atas, melainkan semua segmen. Kami punya semua segi pelayanan mulai dari VIP sampai kelas III.

Sebagai RS swasta, bagaimana RSIJ menyeimbangkan sisi layanan publik dan bisnis?

Kami mengutamakan fungsi sosial. Di sini tidak ada yang namanya uang muka, tapi tangani dulu kegawatannya. Kami berupaya selalu berkomitmen menyediakan layanan kesehatan bagi kaum duafa dan menyediakan ruang inap terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Sebagai penyeimbang bisnis, kami berusaha menangkap pasien kalangan atas. Caranya, kami lengkapi fasilitas bagi ekonomi atas. Kami sediakan pelayanan ekstra prima, super VIP, setara VIP dengan pelayanan seperti hotel berbintang bagi pasien premium. Kami juga berencana pada 2015 akan mengaktifkan kembali klinik eksekutif khusus untuk menengah atas.

RSIJ termasuk RS swasta yang sejak awal menerapkan BPJS. Bagaimana menurut Anda seharusnya RS swasta ditempatkan di dalam hal ini?

Sebenarnya ini kesempatan untuk semua rumah sakit untuk melakukan kendali mutu dan biaya. Mutu rumah sakit di Indonesia ini kan banyak variasinya. Itu terjadi dalam hal pembayaran juga dalam hal sistem. Dengan JKN atau BPJS ini kan kesempatan bisa mengendalikan itu jadi berstandar, berdasarkan mutu dan kendali biaya. Tapi, untuk rumah sakit yang swasta penuh, masyarakat menengah atas yang datang, saya lihat mereka harus diberi kebebasan.

Bagaimana layanan RSIJ terhadap pasien BPJS?

Sebagai RS publik, kami harus melayani BPJS. Dengan pasien kita yang 40 persennya menengah ke bawah, sebenarnya kita sudah terbiasa dengan sistem BPJS. Tidak banyak bedanya, hanya saat berlaku JKN dulunya kan tarif disesuaikan pelayanan rumah sakit pascabayar dengan klaim asuransi kesehatan, sekarang sudah ditentukan tarifnya. Hanya, memang pada saat awal ada BPJS, kami banyak dapat protes, terutama masukan dari pelanggan kalangan atas: poliklinik penuh, waktu tunggu panjang, jumlah pasien jadi meningkat. Ini berdampak pada mereka yang secara pribadi mempunyai askes pribadi, mereka jadi terdesak.

Dengan adanya BPJS, apa yang Anda rasakan?

Saya pribadi memandang kebijakan ini memberikan akses bagi semua masyarakat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan. Pada masa peralihan ini juga, kami berusaha menata sistem rujukan. Walaupun belum begitu baik, sudah dirasa betul manfaatnya. Sekarang 150 penyakit kan harus selesai di puskesmas dan dokter praktik mandiri, jadi tidak perlu dirujuk ke rumah sakit. Nantinya rumah sakit akan benar-benar sebagai pelayanan sekunder dan tersier saja. Di sisi lain, puskesmas akan semakin berkembang dan bertambah banyak. Rumah sakit pendidikan juga bisa berjalan lebih baik. Kalau selama ini kan mereka lebih disibukkan dengan pelayanan.

Apa terjadi lonjakan pasien pada saat menerapkan BPJS?

Ada, itu di awal pasien khusus BPJS meningkat 20-30 persen.

Bagaimana cara mengatasi protes pasien umum yang tadi Anda sebutkan?

Kami sekarang mencoba buat poliklinik paralel, dua poliklinik yang pada waktu bersamaan melayani pasien BPJS dan mereka yang tidak. Ini kan masih masa transisi sebelum nantinya pada 2019 semua harus pakai JKN. Namun, ke depan kami siap dengan kebijakan BPJS. Hanya, saat ini kami lihat sistem ini masih terbentur sosialisasi dan komunikasi antara RS dan pasien.

   

Apakah itu yang kemudian membedakan RS Islam dengan yang bukan?

Sering saya ditanya soal itu. Apa sih bedanya RS Islam dan bukan? Kami di sini selalu berusaha menonjolkan bagaimana rumah sakit bisa selalu berbasis pada nilai-nilai Islam. Mereka yang berobat dan dirawat di sini, selain pulih fisik, secara rohani juga akan mendapat pengalaman mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hingga akhirnya bertambahlah keimanan mereka. Itu nanti bisa dinilai. Saat ini, kami memang sedang kembangkan Psiko Spiritual Health Care (PSHC).

Bagaimana cara RSIJ menyeimbangkan kesehatan jasmani dan rohani?

Nanti pasien otomatis mendapat bimbingan rohani (binroh). Kami punya bagian binroh yang langsung terhubung dengan pasien kurang dari 12 jam. Ini untuk pasien baru. Kalau pasien yang sudah lama rawat inap, akan didatangi tiga hari sekali. Termasuk, kami juga ingin ubah persepsi pasien bahwa penyakit itu bukan hukuman. Kami berikan motivasi bahwa penyakit adalah suatu cobaan Allah SWT untuk meningkatkan derajat umatnya juga mengurangi dosa jika dilalui dengan ikhlas. Diharap pasien juga sadar, penyembuh di sini bukanlah dokter atau perawat. Kesembuhan datangnya dari Allah SWT. Selain itu, kami juga menerbitkan buku panduan shalat dan ibadah bagi orang sakit. Kami sediakan layanan TV dan radio dengan program Islami setiap hari dan juga menyediakan referensi informasi tentang kesehatan.

Lantas, apa semua pasien RSIJ beragama Islam?

Mayoritas yang datang memang beragama Islam. Hanya 10 persen yang non-Muslim. Tak ada bedanya, kecuali mereka tidak mendapat pelayanan dari binroh.

Menurut Anda, apa yang masyarakat harapkan dari RS berideologi Islam?

Betul-betul ketika dilayani di sini ada aplikasi nilai Islam. Pasien mengharapkan rasa aman, dalam hal obat yang aman, halal. Mereka merasa ketika dirawat di RS Islam ini, ada bimbingan, terutama bagi mereka yang menjalankan ibadah saat sakit.

Bagaimana masa depan RSIJ ini nantinya?

Kita sedang menuju bagaimana nilai Islam benar-benar bisa diamalkan di RS ini. Saat ini, kami sedang mendekati konsep syariah. Konsep ini sedang kami godok. Saat ini, kami masih terkendala bagaimana menempatkan pelayanan laki-laki untuk pasien laki-laki dan yang perempuan untuk perempuan. Ini sulit karena lulusan perawat sebagian besar perempuan, laki-laki banyak yang tidak mau. Terutama, untuk dokter kandungan, kita sudah mulai batasi dokter kandungan yang laki-laki hanya ada dua sekarang, sisanya 13 perempuan yang antre pasiennya selalu panjang. Masa datang, RSIJ akan terus tumbuh mengembangkan pelayanan Islam terbaik untuk umat.

N c69-risa herdahita ed: wulan tunjung palupi

***

Tantangan di RS Berlabel Islam

Menjalankan rumah sakit berbasis Islam tidak mudah. Sadar atau tidak, semua orang akan menuntut kesempurnaan dari label Islam. Dalam menjalankan tugasnya sebagai direktur utama Rumah Sakit Islam di Jakarta, Prastowo mengaku tugasnya cukup sulit. "Bisa-bisa bukan rumah sakitnya yang dinilai jelek, tapi Islamnya," katanya.

Pengalaman yang paling ia ingat adalah ketika suatu kali datang protes dari keluarga pasien. Ia bercerita, mereka protes karena masih mempunyai anggapan bahwa RS Islam harus murah. Bahkan, kalau bisa gratis. "Begitu lihat bayarnya nggak murah, banyak yang protes, 'katanya rumah sakit Islam, kok mahal?’" ujar dia menirukan salah seorang keluarga pasien yang pernah mengajukan protesnya pada RSIJ.

Pekerjaan rumah juga baginya untuk menangkap pangsa Muslim yang tergolong mampu. Ia mengaku sebenarnya sangat ingin membuat suatu citra, di RS yang ia kelola, setiap Muslim bisa beramal. Ia ingin mereka yang mampu mau menjadi pasien di sana dan membayar dengan harga yang tidak murah. Maksudnya, untuk memberikan subsidi bagi mereka yang tidak mampu.

Prastowo juga menyadari, RS dengan label Islam tidak boleh biasa-biasa saja. Ia harus unggul. Maka, timnya berusaha selalu menerapkan nilai-nilai Islami. Itu termasuk soal kebersihan, kedisiplinan, kejujuran, amanah, keramahan, ketertiban, juga keamanan.

Dalam menjalankan tugas sebagai tenaga medis, ia beranggapan bukanlah satu-satunya penolong. Ia dan semua pegawai di sana, di sisi lain juga berperan sebagai objek yang ditolong. "Anda sudah diberi ilmu, inilah tempatnya agar ilmu bisa bermanfaat dan berkembang," tuturnya. N C69 ed: wulan tunjung palupi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement