Senin 29 Sep 2014 12:00 WIB

bincang bisnis- Suryo Suwignjo, Country Leader Philips Indonesia: Konsumen Indonesia Semakin Canggih

Red:

Nama perusahaan Philips sudah amat akrab di telinga orang Indonesia. Tak heran karena perusahaan yang berdiri pada 1891 di Belanda ini sudah masuk Tanah Air sejak 1895. Berawal sebagai perusahaan pembuat bola lampu, Philips secara global kini beroperasi di lebih dari 60 negara. Perusahaan ini bisa dibilang tumbuh bersama perjalanan bangsa Indonesia serta termasuk perusahaan asing yang sempat dinasionalisasi pada era Presiden Sukarno. Wartawan Republika Dwi Murdaningsih dan Wulan Tunjung Palupi mewawancara pimpinan Philips Indonesia Surwo Suwignjo, pekan lalu. Berikut kutipannya. 

Bisa ceritakan sedikit soal kilas balik perjalanan perusahaan?

Kita sejak 1895 sudah ada di Indonesia. Bisa dibayangkan, sudah seratus tahun lebih. Perjalanannya juga ada gejolak. Di sekitar 1950-an kita sempat dinasionalisasi. Dulu, sempat ada perusahaan namanya Ralin. Lalu, dikembalikan lagi menjadi Philips pada 1990-an. Setelah itu, perusahaan terus berkembang seperti yang kita miliki sekarang. Jadi, cukup tepat jika menyebut Philips sebagai perusahaan home appliances yang paling paling panjang sejarahnya di sini.

Setelah nasionalisasi, apa saja yang berubah?

Philips menajamkan kembali penetrasi pasar lalu, juga melihat kebutuhan unik pasar Indonesia seperti apa. Kita memang memiliki produk-produk yang bersifat global, tapi produk-produk tersebut juga banyak yang mendapat masukan dari apa yang dibutuhkan di masing-masing negara sehingga kita melakukan penyesuaian.

Apa contohnya?

Misalnya, Philips memiliki rice cooker yang produk awalnya multifungsi. Selain bisa menanak nasi, bisa juga untuk memasak masakan lain dengan alat yang sama. Philips menganggap ini sebagai teknologi yang bagus. Tapi, ternyata di Indonesia ini kurang bisa diterima pasar. Orang Indonesia pagi makan nasi, siang makan nasi, malam makan nasi. Repot kalau nasi harus dikeluarkan untuk memasak yang lain, kemudian dikembalikan lagi agar tetap hangat. Konsumen Indonesia ingin memasak nasi sekali saja, dihangatkan setiap waktu. Di mata Philips, teknologi yang bagus itu ternyata tidak memenuhi fungsi dasar yang diperlukan rice cooker di Indonesia.

Bagaimana Philips memandang konsumen Indonesia?

Secara makro, konsumen Indonesia, size-nya besar karena jumlah penduduk yang luar biasa besar. Growing middle class luar biasa, urbanisasi dan usia produktif yang cukup besar. Keempat kombinasi ini membuat bisnis consumer menjadi menjanjikan. Secara individu, kita melihat konsumen makin canggih. Dulu tidak ada internet. Sekarang, mereka bisa melihat barang di internet, lalu membeli. Sekarang, mereka bisa melihat melalui website, bertanya-tanya kepada teman secara online juga. Mereka juga melihat tokoh tertentu memakai produk apa. Ini membuat cara pembelian menjadi semakin beragam dibandingkan beberapa tahun lalu. Tapi, ini adalah ciri masyarakat modern yang tumbuh di Indonesia. Ini sangat menarik karena jumlahnya besar, kemampuannya besar.

Apa kaitannya bisnis ini dengan urbanisasi?

Kehidupan kaum urban banyak pengaruhnya. Contoh, jika dulu suami bekerja istri di rumah, sekarang suami bekerja istri juga bekerja. Sekarang, keadaan macet di mana-mana. Harus berangkat Subuh, hal seperti ini menciptakan kebutuhan yang berbeda. Mungkin suami menjadi perlu bercukur di dalam mobil yang tidak memerlukan busa atau air. Si ibu mungkin ketika pulang dari Jakarta menuju Depok memerlukan penanak nasi yang bisa dikendalikan melalui telepon. Jadi, begitu sampai sudah langsung bisa disantap nasinya. Urbanisasi menciptakan peluang-peluang baru karena ada perilaku baru. Banyak hal yang dulu tidak ada, lalu muncul sebagai dampak urbanisasi.

Bagaimana kinerja pada 2014. Apakah semua target sudah tercapai?

Ada pengaruh dari pemilu karena banyak market yang sifatnya menunggu. Setelah pemilu selesai, sepertinya sudah kembali normal. Pada 2015 kita optimistis dengan pemerintahan yang baru akan lebih baik pertumbuhan ekonominya.

Bagaimana porsi kontribusi produk-produk Philips antara produk lighting, consumer life style, dan health care?

Produk lighting sudah mulai dipasarkan di Indonesia sejak pertama kali berdiri. Seiring berjalannya waktu, kita masuk kepada produk consumer lifestyle. Pangsa pasar kita di lighting amat besar. Mungkin, Anda sering mendengar "Terus Terang Philips Terang Terus" itu melekat sekali. Tidak bisa disalahkan jika kita bertanya kepada orang di luar tentang kesan Philips sebagai lighting company itu sangat kuat. Pada kenyataannya, di global Philip health care ini kontribusinya paling besar. Ketika kita melihat pangsa pasar tinggi di unit tertentu, sulit untuk tumbuh lagi. Tapi, yang menggembirakan adalah kita melihat unit bisnis lainnya kini tumbuhnya sangat signifikan. Misalnya, di unit consumer lifestyle yang berkembang karena middle class-nya banyak. Dulu, masyarakat tidak begitu peduli kesehatan, kini semakin peduli. Mereka butuh juicer, ini contoh kecil yang relevan di perkotaan. Di area health care juga sesuatu yang menjanjikan.

Dari sisi produk, apakah nanti varian untuk health care akan lebih banyak pada tahun-tahun mendatang?

Kita melihat dua bisnis unit ini (consumer life style dan health care) memiliki keunikan yang membuat sinergi keduanya menjadi ada. Banyak juga produk consumer life style Philips bisa diarahkan untuk area kesehatan. Misalnya, produk Air Frier yang digunakan untuk menggoreng tanpa minyak yang jelas sekali mengurangi kolesterol. Philips nanti juga ingin masuk ke hospital to home. 

Kapan kira-kira Indonesia membutuhkan produk tersebut secara masif?

Sekarang ini sudah mulai, tapi memang masih perlu aturan-aturan yang dibuat pemerintah. Jadi, misalnya, alat dispensing obat tidak boleh sembarangan. Mekanisme payung hukum yang melindungi harus dibuat.

Apa mungkin kontribusi consumer life style dan health care melampaui lighting?

Sudah terjadi di beberapa negara, terutama negara maju. Lighting kuat di negara yang penduduknya banyak. Sangat dimaklumi karena ini dikaitkan dengan jumlah rumah. Kalau di negara maju, jumlah penduduk tidak terlalu banyak, tapi layanan kesehatan diperhatikan.

Seberapa banyak kandungan lokal produk-produk Philips?

Kita tidak pernah memiliki angka tepatnya berapa, tapi ada kombinasi. Barang-barang consumer lifestyle secara konten kontan lokalnya bisa sampai 100 persen bergantung jenis barang. Kita memiliki pabrik di Surabaya dan Batam, sebagian juga ada yang kita impor karena diakui banyak produk yang tidak bisa dibuat di Indonesia karena skala ekonomi.

Bagaimana Philips memandang persaingan bisnis di Indonesia?

Philips memiliki tiga sektor yang berbeda. Di masing-masing ada pesaing yang berbeda. Memang, bisnis tidak seru kalau tidak ada kompetitornya. Tantangan yang lebih besar ini membuat kita dalam istilah "selalu kepepet". Kalau kita lengah sedikit, akan disalip kompetitior. Kita melihat sebagai sesuatu yang positif. Kita diuntungkan karena brand Philips dikenal sejak lama sebagai merek yang kualitasnya baik, awet, dan tahan lama.

Bagaimana tren pasar Indonesia dalam jangka lima atau 10 tahun ke depan dan pengaruhnya terhadap bisnis yang dimiliki Philips?

Secara general, konsumen akan lebih canggih, baik dalam hal apa yang dibeli maupun cara membelinya. Philips melihat belanja online semakin marak. Mereka mau belanja online, tapi mau melihat-melihat dulu. Jadi, kita membuat show room sehingga masyarakat bisa melihat secara fisik meskipun belinya belum tentu di sini. Hospital to home juga akan berkembang.

Apa yang dilakukan Philips dalam hal edukasi konsumen?

Kita melakukan edukasi hidup sehat, deteksi dini kanker rahim, kanker payudara untuk ibu-ibu. Ada kampanye yang diarahkan ke sana. Kita membantu memopulerkan cara memasak yang sehat. Termasuk, soal green living.  Masyarakat Indonesia dimanjakan dengan listrik yang murah. Ini bagian upaya kita dan pemerintah untuk menyedarkan itu terus menerus. Pemborosan itu tidak harus dikaitkan dengan uang, tapi dengan polusi, kelangsungan lingkungan hidup yang membahayakan. Tapi, itu membutuhkan kampanye yang terus menerus.

ed: wulan tunjung palupi

***

Orang Indonesia Mampu Pimpin Perusahaan Multinasional

Posisi yang kini dipegang Suryo Suwignyo di Philips Indonesia selama ini diisi ekspatriat. Ia menjadi orang Indonesia pertama yang memimpin perusahaan yang sudah masuk Tanah Air lebih dari seratus tahun yang lalu.

Saat ditunjuk memimpin Philips Indonesia, ada keinginan yang besar dalam diri Suryo untuk membuktikan kepada orang lain bahwa orang Indonesia juga bisa memimpin perusahaan multinasional. Ia meyakini, orang Indonesia mampu memimpin perusahaan multinasional asal diberikan kesempatan dan dibimbing dengan cara yang benar.

Meski demikian, ia kerap menemukan orang Indonesia kurang percaya diri di lingkungan tertentu. Ia juga berpesan, terutama pada generasi muda, jangan melihat sesuatu secara parsial. Bahwa, untuk sampai pada posisi tertentu adalah buah dari perjalanan panjang. Maka, jangan cuma melihat hasil, melainkan cermati dari proses. 

Tak dimungkiri, bekerja dengan ekspatriat pun banyak nilai positif bisa diambil, misalnya, dalam hal profesionalisme, disiplin, serta ketepatan waktu. "Kita tidak antiasing, banyak hal yang bisa kita pelajari dari mereka," ujarnya.

Orang Indonesia, kata dia, bisa memenuhi ekspektasi untuk memimpin sebuah perusahaan asing asalkan percaya diri. Kepercayaan diri tersebut bisa muncul salah satunya dari penguasaan bahasa. Selain itu, juga harus berani keluar dari zona nyaman untuk terus menerima tantangan demi mendapatkan pengalaman yang lebih luas. Dia percaya bahwa dalam hidup selalu ada pilihan untuk menempuh jalan yang enak atau tidak enak untuk menggapai sukses.

Berpengalaman di bidang teknologi informasi (TI), Suryo merasa diuntungkan lantaran Philips adalah perusahaan yang mengedepankan inovasi dan tak bisa dilepaskan dari kemajuan TI. Kini, perilaku konsumen pun banyak dipengaruhi cepatnya perkembangan TI. Ia pun yakin, latar belakangnya mampu menjadi bekal untuk memimpin perusahaan yang masuk Indonesia sejak 1895 ini. Apalagi, di zaman yang semakin maju, TI tak bisa dilepaskan dari kehidupan.

Sibuk memimpin perusahaan, penyuka musik jazz ini menyempatkan waktu untuk olah raga dan travelling. Banyak tempat berkesan, mulai dari pemandangan alam Indonesia hingga monumen-monumen bersejarah di luar negeri. "Kita harus jalan-jalan. Kalau tidak, stres juga. Ini bagian dari pelepasan stres," ujar pria yang terpesona pada pemandangan bawah laut di Wakatobi ini.

dwi murdaningsih ed: wulan tunjung palupi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement