Senin 01 Sep 2014 13:00 WIB

bincang bisnis- Arham Sakir Torik, Direktur Utama PT Djakarta Lloyd: Kebangkitan Djakarta Lloyd, Kebangkitan Kargo Indonesia

Red:

"Saya masuk di perusahaan yang dua kali divonis mati," tutur Direktur Utama PT Djakarta Lloyd, Arham Sakir Torik, kepada Republika. Padahal, jika Anda mengingat kisah lama, maskapai pelayaran Indonesia yang lahir pada 18 Agustus 1950 ini pernah memiliki 14 kapal dan ratusan pegawai. Sayangnya, dosa-dosa masa lalu ditambah kerugian yang mencapai triliunan membuat Djakarta Lloyd hanya tinggal menunggu karam. Tak mengherankan jika mantan petinggi Aetra Air Jakarta ini mengatakan, Djakarta Lloyd divonis mati, bahkan bergerak seperti zombie.

Hanya saja, berkat tangan dingin mantan dua dirut sebelumnya, Syahril Djaparin dan Erizal Darwis, ia pun kini menikmati hasilnya. Meski begitu, di genggamannya Djakarta Lloyd berhasil mendapat untung. Dari rugi triliunan dan hanya memiliki aset sebesar Rp 4 juta pada 2012, kini perseroan pelat merah itu mengincar keuntungan puluhan miliar. Lalu, bagaimana kiat sukses dalam membangun perusahaan yang sudah berdarah-darah ini? Ia pun berbagi cerita bersama dengan reporter Republika, Ichsan Emrald Alamsyah, dan wartawan foto. Berikut petikan wawancaranya.

Sebenarnya apa yang membuat Djakarta Lloyd divonis mati?

Pada November 2013, Perusahaan Pengelola Aset (PPA) memvonis mati dan layak di-PKPU-kan. Selanjutnya, kedua oleh Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). PIHC yang bertugas untuk mengakuisisi Djakarta Lloyd dan melakukan due diligent menyebut perusahaan pengangkut kargo ini tak lagi memiliki aset produktif dan hanya memiliki aset sebesar Rp 4 juta. Belum lagi utang yang mencapai Rp 1,5 triliun dan ratusan pegawai yang menuntut gaji, itu dasarnya.

Kalau ditanyakan apa saja yang sudah dilakukan, tim pertama masuk di bawah kepemimpinan  Syahril Japarin, yang hadir sambil mendirikan satu direktorat restrukturisasi. Sayangnya ketika itu, melihat kondisi yang sudah betul-betul parah, hampir semua direksi mundur.

Kemudian, saya yang berasal dari Aetra Air Jakarta dan memiliki kompensasi alias gaji yang lumayan baik masuk ke Djakarta Lloyd. Ketika itu, PPA memasukkan skim bahwa Djakarta Lloyd layak di-PKPU-kan  dan menanggung utang Rp 1,5 triliun.

Ketika itu ada setitik cerah karena Djakarta Lloyd menandatangani nota kesepahaman untuk sinergi dengan BUMN. Tapi, lagi-lagi tidak ada yang jadi kontrak. Karena DL ketika itu sama sekali tak memiliki laporan keuangan, dana, dan tak memiliki alat produksi.

Hanya saja, sebagai direksi, kami berupaya mengubah nota kesepahaman (MoU) itu menjadi sebuah kontrak. Kenapa saya sebut kami, karena yang membangun Djakarta Lyoid (DL) bukan saya sendiri. Akan tetapi, ada Pak Syahril Japarin dan Pak Erizal Darwis.

Hingga kemudian kami mencanangkan tiga hal. Pertama adalah efisiensi. Karena, bayangkan tiap bulan perusahaan membutuhkan Rp 2,4 miliar untuk menggaji 720 karyawan yang tak bekerja. Atas dasar itu, kita perlu mengencangkan ikat pinggang alias tight money politic.

Kedua, efektif mengejar sasaran, yaitu kontrak agar target utama tercapai, yaitu income. Terakhir adalah edan alias smart, itu termasuk nggak punya malu, karena bayangkan saja Anda menawarkan barang yang tak jelas ke klien BUMN.

Hasilnya lebih edan lagi karena kami ternyata perform. Saya ambil contoh bayangkan untuk seluruh rute Sumatra (delapan  rute) kami sebagai transporter PLN. Atas dasar itu, tahun ini kami pun fokus masuk ke swasta. Harapannya beberapa perusahaan yang fokus dalam bidang batu bara. Tapi, sampai sekarang masih saja timbul pertanyaan, apakah DL masih ada atau tidak

Bagaimana kondisi Djakarta Lloyd saat ini?

Kita bicara soal DL sebagai entitas yang dibangun untuk hidup selamanya. Ukuran perusahaan, misalnya, kita sebut sehat dan tidak sehat itu adalah berapa pendapatan dan cost-nya. Di mana yang saya sebut tadi secara sederhana selisihnya itu bisa disebut sisa hasil kerja.

Sebagai satu entitas DL sudah sangat sehat, bahkan Menteri BUMN Pak Dahlan Iskan telah menyatakan hal serupa. Pendapatan kami dua sampai tiga kali lebih besar dari pengeluaran. Karena seperti yang saya katakan tadi, kami melakukan efisiensi.

Bayangkan dari seribu karyawan tinggal 720 karyawan, dan kemudian saat ini hanya 32 orang. Dari yang gaji per bulan harus kami keluarkan Rp 2,4 miliar, saat ini tak lebih dari Rp 300 juta. Sementara, laba bersih bisa mencapai Rp 1 miliar.

Persoalannya apakah sudah bebas tuntas, tentu saja belum karena DL punya dosa masa lalu yang sangat besar, bukan karena tergerus pemain lain dalam pasar kargo, tetapi karena salah urus.

Terakhir akumulasi utang Djakarta Lloyd senilai Rp 1,3 triliun dan utang pajak Rp 150 miliar. Saya masuk di mana saya cek 10 tahun terakhir, hidup DL berasal dari mengemplang pajak, ngemplang pembayaran pensiunan, dan menjual aset. Utang yang ditimbulkan pun kemudian membuat tiga kapal kami disita di Singapura, tiga kapal di Jakarta dan dua bangunan termasuk kantor pusat disita.

Hingga kemudian pada 3 Juli 2013, kami di-PKPU-kan oleh dua debitur. Dari sini kami pun bangkit, di mana dosa-dosa lama kami diampuni. Sesuai undang-undang kami diharuskan membuat proposal di mana hasilnya dari Rp 1,3 triliun, kami meminta potongan 90 persen alias hanya Rp 130 miliar. Dengan melakukan pendekatan, utang kami dipotong menjadi Rp 800 miliar.

Sebenarnya kalau bicara nilai riil utang DL, yang tercatat mungkin Rp 800 miliar, hanya saja sebenarnya sudah sangat kecil, apalagi sudah ada homologasi alias pengesahan perdamaian. Saat ini, pemerintah hanya punya saham 30 persen dan sisanya dimiliki debitur kami, namun tak memiliki suara. Kami pun diwajibkan membayar utang lima tahun lagi dengan proses yang berlangsung selama 18 tahun.

Apakah artinya Djakarta Lloyd sudah siap kembali masuk bisnis kargo?

Bicara soal market, tentu saja tak lepas dari kargonya BUMN. Karena, kargo terbesar itu milik pemerintah dan BUMN. Gambaran simpelnya saya saat ini dapat satu kontrak 1 juta metrik ton, kami sudah cukup bisa hidup dan dalam 7,5 tahun, kemudian kami akan memiliki kapal.

Bayangkan jika seluruh kargo di-manage oleh Djakarta Lloyd saat ini, meski di BUMN lain jadi cost atau biaya, tapi bagi BUMN seperti kami menjadi aset dan pendapatan. Bayangkan jika pemerintah pusat, daerah, dan Tentara Nasional Indonesia menggunakan Djakarta Lloyd.

Tak heran kami sebulan lalu menggelar FGD di mana kami berusaha ingin memperlihatkan atau berharap seperti Garuda. Apalagi, Indonesia saat ini hanya memiliki satu BUMN pelayaran, yaitu Djakarta Llyoid. Artinya, jika DL mati dulu, seperti ayam mati di lumbung padi.

Bagaimana tanggapan Anda mengenai bisnis transportasi logistik saat ini?

Bagi saya bisnis logistik saat ini bertumbuh, tapi malu-malu. Sebetulnya kalau bicara transportasi laut, maka berbicara soal kargo. Permintaan dan suplai akan berpengaruh, dan saya katakan aturan soal kargo tidak jelas.

Sementara untuk sistem kargo belum ada yang pasti dan pemilik kargo cenderung bicara efisiensi dan jaminan pasokan atau on time delivery, terakhir baru dibicarakan jaminan keselamatan. Dampaknya pemilik kargo cenderung merasa pemilik kapal hanya boleh mengangkut barang. Bahkan, sering yang dilupakan ship delay cost, di mana tak pernah dipikirkan waktu tunggu yang harus dilewati pemilik kapal.

Terkait Djakarta Lloyd dan bisnis logistik, saya membayangkan DL jadi jembatan distribusi. Terkait kapal yang bisa kami katakan, kami mampu karena kami sangat berpengalaman dalam bisnis ini.

Target Anda tahun ini?

Target kami tahun ini kami punya program yang tertulis dalam road map lima tahun mendatang. Di situ perlu ada skenario, yaitu kami tak bisa segera bisa mencapai segala hal. Makanya, dalam bisnis kami lima tahun ke depan kami tak fokus kepada kontainer. Alias berhenti bermain kontainer dan fokus kepada market domestik, khususnya BUMN, selain itu juga swasta.

Hanya saja jika dibutuhkan, kami akan masuk ke pasar kontainer. Kami saat ini hanya memiliki pegawai yang sangat minim untuk mengurus segala hal, namun dalam masa efisiensi kami tumbuh berdasarkan bisnis. Jika bisnis meluas, maka kami akan buka divisi tambahan dan kemudian menambah pegawai.

Apakah ada rencana sinergi dengan BUMN lain dalam bisnis transportasi logistik?

Market BUMN bisa saya katakan besar sekali, dari oil dan gas, timah, semen, pupuk, sembako, dan masih banyak lagi. Makanya, beberapa waktu lalu kami mengadakan Forum Group di mana kami ingin memperlihatkan kondisi kami yang telah sehat.

Target kami tahun ini pun ingin menambah mitra, tak hanya PLN dan Antam (nikel dan or), tapi yang lain. Sehingga, bisa dibilang target kami tahun ini adalah menggandeng mitra BUMN lainnya. Namun, saya berharap seluruh kebutuhan impor TNI kami bisa mengangkut dan off shore Pertamina bisa kami tangani. Kalau soal harga, kami siap diadu.

Tahun depannya setelah pasar BUMN, setelah kami bisa merangkul banyak BUMN, kemudian baru kebutuhan pemda dan TNI. Selanjutnya, kami pun kemudian masuk sektor swasta. Setelah itu, baru kita bicara apa yang bisa kita ekspor.

Apa harapan Anda terhadap perusahaan Djakarta Lloyd yang dulunya mati suri kini bangkit kembali?

Saya ingin membangun sistem di mana siapa pun direksi yang di kemudian hari menggantikan saya, maka sistem itu bisa berjalan. Selain itu, saya ingin tidak ada lagi orang-orang yang duduk berasal dari keluarga komisaris atau direksi, tetapi orang yang diangkat negara untuk membuat DL maju.

Program saya saat ini adalah membangun manusia, di mana mereka karyawan DL sebagai human capital, yaitu sebagai aset dan modal yang terus tumbuh. Mereka adalah aset yang harus dirawat, di-improve, di-maintain, dan diperkuat sistemnya agar lebih maju.

Makanya, saat ini tak ingin banyak-banyak memiliki pegawai, namun mereka membuat key performance indicator, yaitu rencana kerja. Agar mereka bekerja memiliki niat dan mencapai target, setelah itu tentu ada hadiah sebagai pemacu.

Namun, harapan terbesar saya saat ini mengembalikan Djakarta Lloyd pada kedudukan yang pernah dicapai, yaitu menjadi penghubung kebutuhan antarpulau. Dengan kata lain, menjadi jembatan logistik bangsa Indonesia.  ed: irwan kelana

***

Hidup dari Bawah

 

"Hidup dari kalangan bawah" membuat Direktur Utama PT Djakarta Lloyd, Arham Sakir Torik, banyak belajar dari pengalaman. Bahwa tak selamanya manusia itu berada dalam kesuksesan atau keterpurukan.

Ia menyatakan pernah mengamen demi menyambung hidup di mana ia harus berputar-putar di jalanan tiap hari. Akan tetapi, tutur dia, siapa sangka kemudian ia kini menjadi seorang direktur utama sebuah BUMN.

Hidup dari bawah juga mengajarkan ia cepat beradaptasi. Tak heran, ia pun kini mencoba belajar bermain golf untuk membangun relasi meski ia akui tak juga bisa bermain olahraga mahal itu.

Makanya dalam bekerja, ia pun mengaku selalu total dan tak pandang bulu menghadapi siapa pun. Karena, di dalamnya ia tak memiliki kepentingan dan siap naik atau turun kapan saja.

Hanya saja dalam bekerja, ia berharap semua tak terlalu serius. Namun, tetap fokus pada pekerjaan karena berorientasi pada hasil.

Namun, bicara kembali soal mengamen, ia membisikkan sebuah rahasia yang umumnya hanya diketahui pengamen. "Biasanya pengamen tak hafal lebih dari lima lagu, sekali-kali Anda harus menantang mereka untuk menyanyi lebih dari lima lagu," tutur dia kepada Republika. ed: irwan kelana

Biodata

Nama    : Arham S Torik

Tanggal lahir: 17 Februari 1965

Pendidikan:  Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, STIE YKPN Yogyakarta

Jabatan: Direktur Utama PT Djakarta Llyod (Persero)

Pengalaman Profesional:

07 Maret 2012-sekarang: Direktur Utama PT Djakarta Llyod (Persero).

Desember 1998-April 2012: Senior Manager Compliance and Assurance Group (SM CAG) PT Aetra Air Jakarta.

July 1993  - November 1998: Administration Head PT. Astra International - Isuzu Sales Operation.

December 1990  - June 1993: Finance & Accounting Manager PT. Adityadasa Ciptamanunggal.

April 1988  - November 1990: Senior Accountant Lukman Hadianto & Co.

June 1986  - February 1988: Asisten Dosen STIE YKPN  University Yogyakarta - Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement