Jumat 21 Oct 2016 17:15 WIB

Tangis Ayah di Ujung Lintasan

Red:

Agus Salim (51 tahun) tak berhenti berdoa di tribun Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, Jawa Barat, kemarin. Dengan tegang, ia menyaksikan anaknya, Muhammad Febyanto (23 tahun), atlet lari asal Jawa Barat yang berlaga dalam perlombaan cabang atletik nomor 400 kali 4 meter.

Ketegangan itu boleh jadi karena sebagai pelari pertama peran Febyanto sangat menentukan. Doa tak henti Agus tampaknya terjawab ketika tanda mulai perlombaan dikibarkan. Tanpa ragu, ia berhasil melesat meninggalkan tim Jawa Tengah dan Papua.

Tongkat kemudian ia serahkan kepada rekannya, Wahyu Fetrianto, yang juga berhasil menjaga keunggulan. Lalu, Bayu Mas Ari Sadewa dan Supriadi. Seluruhnya tanpa cela menjalankan peran masing-masing. Alhasil, tim tersebut meraih emas di divisi T54 lari estafet.

Agus yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga sandal di Masjid Agung Cimahi tak menunggu lama selepas tim anaknya mencapai garis finis. Ia turun dari tribun dan langsung memeluk erat anaknya setelah berhasil menjadi juara. "Saya sedih menangis, berdoa terus di dalam hati supaya anak saya diberi kekuatan," katanya berkaca-kaca saat dijumpai Republika, Kamis (20/10).

Agus mengatakan, ia tidak pernah sekali pun merasa anaknya memiliki kekurangan meski Febyanto terlahir tuna rungu. Yang dilihat agus justru Febyanto memiliki kelebihan atletis yang sedikit saja dimiliki orang lain.

Ia mengenang, saat anaknya menginjak kelas dua SMP di Cimahi, dua guru Febyanto mengajak Agus bicara. Tujuannya guna menerangkan bahwa Febyanto memiliki talenta sebagai seorang atlet. Sejak saat itu Agus tak pernah lelah mendorong dan memotivasi putranya untuk berprestasi. Febyanto meraih banyak medali dari Pekan Olahraga Daerah. "Di rumah banyak banget medali," katanya bangga.

Namun, di tingkat nasional, prestasi anaknya sempat tak moncer. "Ikut Peparnas Riau (2012) tapi tidak dapat emas," katanya. Namun, Agus enggan menyerah.

Kali ini, bersama istri dan kerabatnya, Agus datang dari Cimahi ke Bandung untuk memberi dukungan kepada Febyanto. Di pinggir, lapangan Agus tersenyum saat Febyanto dikalungi medali emas di atas podium.  

Perjuangan satu tahun belakangan ditempa latihan untuk Peparnas tidak sia-sia. Febyanto menambah koleksi medali ajang nasional di rumahnya. "Tinggal 200 meter sekali lagi, mudah-mudahan dapet emas lagi," katanya.

Agus mengatakan tidak pernah mengkhawatirkan masa depan Febyanto meski masa depan atlet di Indonesia sering kali tidak jelas. Agus mengatakan, dengan bakat dan kelebihan Febyanto, ia yakin anaknya bisa meraih masa depan yang cerah. "Saya serahkan kepada Allah semuanya," katanya.

Lain lagi yang dialami pelari Kalimantan Timur, Wincherson Wila. Dilaporkan situs resmi Peparnas XV, ia harus menunggu lama hingga restu kedua orang tuanya terkait kegiatannya berolahraga turun. Tepatnya, restu itu baru turun saat Wincherson berhasi memenangi medali emas nomor lari 800 meter difabel netra pada Peparnas XV.

Sebelum bertanding kemarin, sang ibu masih terus berupaya meminta anaknya mengundurkan diri dari kesertaan. Tak mengherankan, begitu kaki Wincherson menginjak garis finish, ia tak menahan luapan kegembiraan. Sang ibu juga tak bisa lagi menyembunyikan kebanggaannya. "Sudah, jadi atlet saja kamu," kata sang ibu, seperti dikutip Wincherson.        Oleh Lintar Satria, ed: Fitriyan Zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement