Kamis 25 Aug 2016 15:00 WIB

Kado Indah dari Rio

Red:

Pagi itu, Rabu (17/8) kami satu apartemen sudah berkemas. Beberapa kali panggilan telpon berdering. Kami penghuni apartemen Aquagreen, di Jalan Olof Palme akan menghadiri upacara bendera. Hari itu menjadi sedikit istimewa karena kami yang sedang bertugas di Rio de Janeiro merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dengan upacara sederhana.

Tak ada lomba Agustusan setelahnya. Hanya pengibaran Merah Putih di kompleks perumahan tempat Posko Indonesia berada. Lalu disusul makan bersama, dan bakso adalah di menu. Menu istimewa yang tak selalu bisa dijumpai kecuali di Posko Indonesia. Terlebih, saya sudah dua pekan berada di Brasil.

Siangnya, seluruh rombongan bersama berangkan ke stadion Paviliun 4 kompleks Riocentro, tempat pertandingan bulu tangkis Olimpiade Rio de Janeiro. Kali ini beda, pertandingan final antara ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir melawan Ganda Campuran Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying. Inilah kesempatan Indonesia untuk membawa pulang medali emas.

Pertandingan berjalan tak imbang, dan Indonesia memang benar-benar membuktikan diri belum habis di cabang olahraga ini. Duet Owi/Butet mampu menjadi pelega dahaga medali emas Tanah Air. Tepat di Hari Kemerdekaan ke-71 tahun RI. Prosesi pengibaran Sang Merah Putih dilakukan secara khidmat. Seluruh warga negara Indonesia yang ada di stadion memberi hormat kepada Bendera Kebanggaan.

Lagu Indonesia Raya mengalun lantang. Itulah momen ketika saya yang berada sangat jauh dari Indonesia, mengerti betapa rindu kami kepada Tanah Air. Saya bertugas meliput olimpiade dengan sejumlah agenda yang sangat padat. Namun, semua itu seolah tak lagi terpikirkan. Saya selalu duduk di barisan penonton saat pertandingan. Ikut berdiri, memberi hormat kepada Sang Merah Putih.

Ingin rasanya ikut lantang menyanyikan lagu Indonesia Raya karya WR Supratman itu. Namun, setiap ada suara keluar dari bibir saya, air mata juga tak mau kalah. Saya menyerah dan akhirnya hanya ikut hormat sembari mendengar suara musik Indonesia Raya dari pengeras suara. Hari itu, Hari Kemerdekaan ke-71 RI. Ada hadiah emas dari Rio de Janeiro. Tepat hari itu juga, saya sudah menginjak usia 31 tahun. Momen mengharukan itu menjadi kado terindah untuk saya. Saya semakin mengerti kata-kata teman maupun saudara setiap mengatakan, Indonesia itu negeri paling ramah dan paling Indah.

Meskipun Rio de Janeiro memiliki ikon Patung Cristo Redentor yang mendunia, Indonesia lebih memesona lagi dengan kegagahan Borobudurnya. Rio menyajikan Copacabana dan Ipanema bagi penikmat pantai. Jangan lupa, Indonesia punya garis pantai sepanjang 54.716 kilometer. Ini menjadi yang terpanjang kedua setelah Kanada. Banyak pantai indah terhampar di Bali maupun Lombok dan pulau-pulau lainnya. Kalau ada orang yang mengatakan Indonesia banyak copet, kondisi lebih parah sering terdengar di Rio de Janeiro.

Selama 17 hari di Rio de Janeiro, memang kondisinya serbasulit. Akses transportasi tak bisa sembarangan diakses, apalagi akses ke media center atau kampung atlet. Soal keamanan, sejak awal diajurkan untuk tidak bepergian sendirian, apalagi keluar dari kawasan tempat penyelenggaraan olimpiade.

Bahkan, keamanan Brasil melarang warga negara asing untuk memasuki Favela, perkampungan kumuh di Rio de Janeiro. Setiap bepergian, selain selalu dalam rombongan, pihak KBRI di Brasil juga mengimbau untuk tidak membawa banyak uang tunai. Apalagi, membawa dompet yang mencolok.

Soal makanan, untuk kami berlima yang tinggal di apartemen Aquagreen tidak masalah. Selalu ada masakan Indonesia di dapur kami. Kami sepakat untuk memasak sendiri. Bahan-bahan bisa dibeli di supermarket. Bumbu-bumbu kami bawa dari Indonesia. Tinggal mengolah masakan sesuai selera Indonesia. Selain sesuai selera, memasak membuat kami lebih dapat menekan pengeluaran untuk makan.

Satu hal yang membuat saya terheran selama berada di Kota Sungai Januari ini. Tak ada sampah berserakan. Setiap kali keluar dan berjalan, keadaan jalanan bersih. Sampah plastik, belum pernah saya temui. Hal itu bukan hanya ada di kawasan Barra da Tijuca, tempat beberapa venue pertandingan olimpiade, tapi hampir di semua tempat di Rio.

Sampai di kawasan tengah kota, saya tidak menemui sampah. Pernah saya melihat orang Brasil yang berjalan, kemudian ketika melihat tempat sampah, dia berhenti merogoh sesuatu darii kantongnya lalu membuangnya ke tempat sampah. Perilaku ini tak mudah ditemukan di Jakarta.

Semoga masyarakat Indonesia yang katanya memiliki budaya tinggi mampu menerapkan perilaku ini. Agar Indonesia terlihat lebih bersih suatu saat nanti.

Agus Raharjo

Wartawan Republika yang meliput langsung dari Rio de Janeiro, Brasil, ed: Abdullah Sammy

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement