Kamis 11 Oct 2012 17:16 WIB

Belajar dari Shiroishi (I)

Musim semi di Shiroishi
Foto: japan.org
Musim semi di Shiroishi

REPUBLIKA.CO.ID,Kota Shiroishi yang berada di Prefektur Miyagi terletak sekitar 300km utara Tokyo, di sisi timur dari daratan Pulau Honshu, Jepang. Populasi kota ini hanya 37,432 jiwa (2011), dengan 13, 911 keluarga (2009).

Shiroishi yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat pedesaan memiliki luas 285.85km2, dan terletak dekat dengan Ibukota Tohoku sekaligus juga sebagai ibukota Miyagi Prefecture, Sendai. Kepadatan penduduk kota ini hanya 131 orang/km2, jauh di bawah kepadatan kota Sendai yang mencapai 1.309 orang/km2 dan kepadatan metropolitan Tokyo, 6000 orang/km2

Kata Shiroishi berarti 'Batu Putih'. Menurut legenda setempat, kota itu dinamai batu putih, karena terdapat batu putih suci yang dipuja sebagai dewa selama ratusan tahun oleh penduduk setempat.

Kota ini berasal dari kota benteng yang berasal dari sekitar abad ke enam belas. Kini hanya Benteng Shiroishi yang tersisa (direkonstruksi tahun 1995). Selama Perang Boshin (pertengahan 1800-an), benteng ini digunakan sebagai tempat untuk pertemuan pertama Aliansi Reppan Ouetsu. Aliansi ini terdiri dari 25 feodal dari daerah Tohoku dan sekitarnya, yang mencoba untuk mencegah kejatuhan Klan Aizu di Fukushima akibat serangan kaum reformis dari selatan.  

Meskipun terdapat berbagai teori sejarah mengenai tanggal yang tepat kapan pertama kali benteng ini dibangun, dokumen sejarah menunjukkan bahwa Shiroishi-jo diduduki oleh Kageyu Hyoe Kageyori Yashiro dari tahun 1586-1591. Pada tahun 1602, benteng itu diserahkan kepada Kojuro Kagetsuna Katakura oleh Masamune Date-salah satu daimyo terkemuka (penguasa feodal) di wilayah Tohoku. Selama sepuluh generasi (lebih dari 260 tahun), keluarga Katakura tinggal di Benteng Shiroishi hingga Restorasi Meiji pada tahun 1868.

Kojuro Katakura (bawahan dari Date Masamune) adalah samurai yang membangun Shiroishi. Pada era Shogun Tokugawa, ditetapkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap provinsi hanya diperbolehkan memiliki satu benteng. Pada saat itu Shiroishi berada dibawah kendali Sendai yang sudah memiliki sebuah benteng (Aoba-jo), namun klan Katakura mendapat izin khusus untuk mempertahankan benteng mereka di Shiroishi. Keturunan Katakura Kojuro tinggal dan mengelola Shiroishi-jo hingga Restorasi Meiji.  

Namun popularitasnya perlahan menurun sejak tahun kedua era Meiji (1867), dan akhirnya keluarga ini harus pindah ke Hokkaido.

Penulis: Fatwa Ramdani

Presidium PPI Jepang 2011-2012

Geo-environmental Science, Earth Science Department,

Graduate School of Science, Tohoku University, JAPAN

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

sumber : PPI
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement