Kamis 28 Jun 2012 11:19 WIB

Belajar ke Malaysia? Mengapa Tidak!

Belajar di Malaysia
Foto: PPI
Belajar di Malaysia

Belajar ke Malaysia. Pada sebagian orang kalimat singkat tersebut terdengar "hebat", karena orang yang belajar akan berada di luar negeri. Namun bagi sebagian yang lain, hal itu terdengar bodoh karena memilih negara yg dekat sekali dan rasanya belum memiliki hal khusus untuk dibanggakan secara teknologi maupun sosial. Walaupun orang yang beranggapan itu belum pernah keluar negeri, sekalipun dalam jarak dekat seperti Malaysia. 

Pandangan terbatas, ditambah dengan penggunaan gaya bahasa dalam penyampaian informasi di jalur media tentang situasi antara negara kita dengan jiran ini, memperparah lagi cara pandang tersebut. Namun, hal itu ternyata tidak menyurutkan semangat sejumlah pelajar yang sedang melanjutkan proses pendidikannya di negara ini. Selain ribuan mahasiswa yang terdaftar di berbagai universitas negeri di sini, masih ada ratusan mahasiswa di universitas-universitas swasta yang ada. 

Kerajaan Malaysia menganut sistem demokrasi berparlemen dalam manajemen Kerajaan berperlembagaan. Kerajaan ini  terdiri dari 9 kerajaan Melayu, 3 negeri bukan kerajaan dan 3  wilayah persekutuan. Setiap negeri dipimpin oleh Raja ataupun Yang Dipertua. Sedangkan pimpinan tertinggi kerajaan, Yang Dipertuan Agong,  dipilih dari 9 Raja  di kerajaan Melayu secara bergantian dalam periode lima tahun sekali. 

Kerajaan dan universitas

Hal menarik yang ingin diceritakan di sini adalah, Canseleri atau jabatan tertinggi di universitas yang berada dalam negeri-negeri ini langsung dipegang oleh Raja. Dalam melaksanakan tugas-tugas harian, setiap universitas memiliki Naib Caseleri (NC) atau rektor, serta  beberapa orang Timbalan Naib Canselerai (TNC) atau Purek yang diangkat oleh kerajaan. Tem ini bersama para civitas Akademika bekerja membawa universitas agar dikenal secara luas, khususnya dalam menembus world class university

Banyak universitas yang sudah dikenal secara internasional, karena publikasi ilmiah melalui jurnal berimpak faktor tinggi maupun dalam forum-forum ilmiah. Kerajaan terlibat secara penuh untuk meningkatkan kualitas setiap universitas, atau di Malaysia dikenal dengan istilah "menaik taraf". 

Universiti Malaya (UM), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Universiti Putra Malaysia (UPM) dan Universiti Sains Malaysia (USM) merupakan 4 universitas yang telah dikenal lama. Keempat universitas ini berada dalam naungan negeri yang berbeda. 

Sebagai contoh, Canseleri UKM adalah Raja negeri sembilan dengan NC, Dato' Wira Syarifah Hafsah merupakan satu universitas dengan ciri khas memartabatkan Bahasa Melayu. Bangsa dan suku manapun yang belajar di UKM, diwajibkan mengikuti perkuliahan Bahasa Melayu. Jadi kalau belajar di sini, siap-siap saja didatangi oleh pelajar-pelajar Arab untuk sekadar berbagi bahasa. 

Berdasarkan obrolan singkat penulis dengan beberapa supir taksi, dapat disimpulkan bahwa populasi orang Timur Tengah yang melanjutkan pendidikan di sini meningkat setelah targedi 11 September. Pada bulan bulan tertentu kita boleh jadi merasa seakan berada di salah satu kota Timur Tengah karena populasi ini mendominasi di pusat kota. Periode ini disebut dengan Bulan Arab. Bahkan, hotel-hotel high class sampai penginapan ukuran melati akan dipenuhi.

Biasanya saya lebih PD praktik bahasa Inggris dengan mereka. Profesor Nik, seorang dosen Engginering dari UPM pernah menyatakan bahwa dari segi  struktur bahasa dan populasi pengguna serta lembaga bahasa yang memantau dan memelihara perkembangan bahasa, sebenarnya universitas - universitas di Indonesialah yang lebih tepat memartabatkan bahasa Melayu yang menjadi akar bahasa Indonesia. 

Pada periode tertentu, kerajaan mengadakan pertemuan dengan NC dan TNC dari seluruh Universitas. Biasanya setelah pertemuan seperti ini ada kebijakan-kebijakan kerajaan yang akan diemban oleh universitas. Misalnya kebijakan Permata Pintar Negara yaitu pendidikan bagi anak-anak berbakat khusus menjadi tanggung jawab UKM dan kebijakan lainnya diserahkan pada Universitas lainnya. Misalnya untuk aspek pertanian diemban oleh UPM. 

Universitas yang menjadi fokus pengembangan

Kerajaan juga memantau universitas yang menjadi fokus pengembangan selanjutnya dari 4 universitas yang dipandang sudah mapan. Universitas Teknologi Malaysia (UTM) yang berada di Johor merupakan salah satu Universitas yang berjalan beriringan dengan UM, UKM, UPM dan USM. Sekarang ini UMP Universitas Trengganu dan Universitas Kelantan menjadi nama baik yang selalu muncul.  

Dalam masa - masa menjadi fokus perhatian kerajaan, Universitas mendapatkan dukungan dana dan sarana. Pembangunan fisik dan pengadaan peralatan penunjang dilengkapi termasuk asrama bagi mahasiswa, rumah tamu dan tempat tinggal dosen yang menjadi pengawas asrama. Fasilitas listrik dan internek serta ruang belajar pribadi ataupun kelompok menjadikan kampus tempat beraktivitas yang menyenangkan. 

Universitas yang telah mapan, dapat berkembang mandiri melalui dana - dana penelitian yang bersumber dari dunia. Para Profesor senior akan bersaing secara internasional untuk mendapatkan dana penelitian dunia. Para doktor dan Profesor muda bersaing untuk mendapatkan dana dari kementrian pendidikan.

Dana - dana yang jumlahnya cukup besar ini dikelola secara terpusat oleh lembaga khusus di universitas, seperti lemlit. Para peneliti tidak terlalu repot mengurusi laporan keuangan karena manajemen ini dikendalikan lembaga.

Dengan demikian, penggunaan waktu dan pikiran terkonsentrasi pada masalah penelitian. Untuk pengadaan alat, bahan bahkan pengalokasian dana untuk menghadiri seminar atau konferensi akan diuruskan oleh lembaga ini.  Dana ini termasuk juga untuk membiayai sumber daya manusia yang terlibat dalam bentuk research asistensi (RA)  ataupun graduate research  asistensi (GRA). RA dan GRA dilaksanakan dalam bentuk kontrak 6 bulan dan dapat diperpanjang.

GRA dan RA

RA biasanya dalam bentuk yang tidak mengikat dengan rutinitas kegiatan penitian ataupun administrasi. Seorang Prof atau DR yang memimpin riset biasanya mengambil warga setempat sebagai RA tetapi diperkenankan mengambil warga asing sebagai GRA tergantung jenis risetnya.  

Sebagian pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di sini memang berbekal dana dari orangtua ataupun beasiswa dari berbagai sumber. Namun, sebagian besar lainnya berjuang dengan bermodalkan kemauan yang keras. Untuk kelompok GRA inilah, biasanya para pelajar Indonesia berupaya menyambung untaian pendidikannya supaya sampai ke garis finish dan menerima pengakuan sebagai sarjana, master ataupun doktor.  

Seorang DR yang berasal dari Bali, yang menjadi fellow di UKM tercatat pernah mendapatkan beberapa grant penelitian dalam setahun. Dalam diskusi singkat kami sebagai sesama alumni S2 ITB, beliau mengungkapkan bahwa dengan jalan seperti inilah caranya membantu anak-anak bumi pertiwi, khususnya dari Bali untuk melanjutkan pendidikan.

Hal yang sama juga pernah terlontar dari seorang profesor yang berasal dari Padang dan menjadi fellow di UTM, di sela-sela diskusi pada seminar nasional di Universitas Bung Hatta. Beliau menyatakan bahwa salah satu dari beberapa pelajar S2 yang telah menggunakan GRA di antara riset-risetnya, sekarang ini menjadi mahasiswa andalan pada program doktor di Jepang. 

Warga Indonesia dengan intelektualitas tinggi memiliki kecintaan terhadap negara dan dedikasi kuat seperti figur di atas masih banyak dijumpai di sini. Kelompok ini masih mewakili pejuang mencerdaskan kehidupan bangsa. Tak jarang harus bertahan terhadap anggapan lebih cinta negeri orang daripada negeri sendiri.

Mereka berjuang personal pada personal lainnya dan kalaupun dalam kelompok, mereka berjuang untuk sekelompok yang lain. Paling tidak, mereka telah membantu menyelamatkan sebagian kecil warga Indonesia yang ingin melanjutkan poendidikan tinggi dalam wilayah batas pandang mereka sendiri. 

Para tenaga peneliti, sebagaimana teman dari Bali dan Padang, sebagaimana di atas merupakan contoh pemberdayaan sumber daya manusia yang dikelola dan dipercaya dengan baik oleh negeri ini. Banyak negara yang menjadi Human Resources di berbagai universitas, dari mulai semenanjung sampai Utara Malaysia. Jumlah ini ditambah lagi dengan ratusan doktor muda yang menjalani PostDoc dan siap menghasilkan sejumlah paper bersama mahasiswa pasca sarjana maupun diploma.  

Kalau saja pihak yang berkompeten dalam penyaluran beasiswa terhadap dosen untuk bersekolah di luar negeri melihat lebih jeli pada perkembangan yang terjadi di sini, tentu ada sisi lain dalam dunia pendidikan tinggi yang dapat dibangun. Banyak sisi yang dapat dijadikan bagian pembelajaran bersamaan dengan pengakuan dalam selembar ijazah. Multi manfaat akan langsung terimplementasi, apabila dosen yang berangkat secara kolektif dari satu Perguruan Tinggi di Indonesia yang terdiri dari berbagai bidang keahlian. 

Satu doktor lulusan Eropa berbanding 10 doktor lulusan Malaysia 

Secara ekonomis, untuk membiayai seorang dosen mengambil program doktor di universitas ternama di sini diperlukan sepersepuluh dana yang diperlukan rekannya dalam jenjang yang sama di Eropa. Hal ini berarti, dengan alokasi dana yang sama dapat dihasilkan 1 doktor lulusan Eropa berbanding 10 doktor lulusan Malaysia.

Selanjutnya, perlu dikaji keberlanjutan bidang keahlian ini. Jika satu Doktor lulusan Eropa ingin melanjutkan risetnya di perguruan tinggi asal belum tentu memiliki peralatan yang memadai. Andai beberapa Perguruan Tinggi terkemuka di tanah air sudah memiliki piranti yang dimaksud, masih perlu sistem yang mengatur jadwal penggunaan yang dapat diakses secara terbuka. Begitu juga penggunaan perangkat pendukung lainnya seperti laboratorium, ruang kerja, pembimbingan bersama, pengadaan bahan,  perpustakaan dan lain lain.  

Hampir  setiap universitas membuat persyaratan yang sama dalam meluluskan seorang doktor, yaitu minimal dua jurnal internasional terindeks sebagaimana di Eropa. Secara implisit, terkandung standarisasi global yang harus dipenuhi. Misalnya dalam bidang fisika material, karya tulis yang dimuat dalam jurnal mesti memenuhi syarat pemrosesan bahan dengan peralatan yang diakui. Jika pada suatu pengujian diperoleh nilai sempurna dibandingkan hasil publikasi peneliti sebelumnya, namun jika pengolahan yang dilakukan tidak menggunakan peralatan yang terstandarisasi, maka sangat tipis kemungkinan karya ini diakui masyarakat ilmiah. 

Masih dipandang dari sisi ekonomis, apabila melalui cara dosen sekolah secara kolektif dan mampu membina  jaringan yang luas dengan jarak tempuh yang relatif dekat tentu lebih menguntungkan. Satu sampai 3 jam perjalanan tentu lebih efisien daripada puluhan jam dalam pesawat ditambah transit pada bandara tertentu. Untuk sebuah perjalanan bulan madu memang menyenangkan, tetapi untuk aktivitas riset hal ini bisa jadi memuakkan dan sama sekali tak menjadi daya dukung yang optimal. 

Secara atmosfer akademik, memiliki jaringan yang luas dan daya dukung SDA dalam jumlah yang banyak lebih menjamin keberlanjutan. Ketika penulis di ITB, sangat merasakan iklim kondusif edukasi dengan jumlah profesor dan doktor yang lulusan luar negeri jauh lebih banyak daripada sarjana S1.

Kalaupun ada, langsung disalurkan supaya sekolah lagi. Tetapi ketika kembali ke instansi asal, penulis tak melihat implementasi suasana akademik yang dapat dinuansakan oleh segelintir doktor lulusan Australia, Amerika dan Eropa. Mereka bersemangat sangat tinggi pada awalnya secara personal, tetapi tak bertahan lama. 

Masih banyak hal yang ingin diungkapkan dengan pemaknaan kata Belajar. Saya akan lanjutkan dengan tema yang hampir sama tetapi pendekatan yang berbeda, pada kesempatan selanjutnya. Semoga.

Rugaya 

Kandidat PhD di Universiti Kebangsaan Malaysia

Dewan Pertimbangan Organisasi Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Malaysia

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement