Senin 25 Jun 2012 09:39 WIB

Belajar di Negeri Ali Jinnah (1): Sepintas Pakistan

Masjid Shah Faisal di Islamabad
Foto: scenicreflections.com
Masjid Shah Faisal di Islamabad

Negara berbentuk Republik Islam yang terletak di Asia Selatan ini beribukota di Islamabad. Ia memiliki empat provinsi: Balochistan dengan ibukota Quetta, Khyber Pakhtunkhuwa beribukota Peshawar, Punjab yang ibukotanya adalah Lahore dan Sindh dengan Karachi sebagai ibukotanya.

Setelah Indonesia dan India, Pakistan menduduki negara dengan populasi Muslim terbanyak. Di mana dengan jumlah penduduk lebih dari seratus tujuh puluh juta jiwa, 97% penduduknya merupakan muslim sementara sisanya adalah penganut agama Kristen dan Hindu. 

Nama "Pakistan" sendiri memiliki makna “Tanah yang  murni”, diambil dari olahan bahasa Urdu dan Persia. Nama ini awalnya diusung oleh Chaudry Rahmat Ali, seorang aktivis gerakan pembebasan Pakistan dari India pada tahun 1934.  

Negara yang merupakan bagian dari sejarah indus kuno ini, memiliki banyak peninggalan sejarah dari peradaban lembah indus. Tak kalah menariknya, gelombang sejarah budaya Islam juga melebur di dalamnya, berasal dari Persia, Arab, Turki, dan Mogul yang sempat berdiam berabad-abad di bagian sub-continent tersebut hingga begitu lekat mewarnai kehidupan masyarakat saat itu. Maka, tak heran jika acap kali kita menemukan kedua unsur budaya yang terkolaborasi di keseharian Pakistan.

Islamabad yang merupakan ibukota negara Pakistan, terletak di dataran tinggi Photohar bagian Utara. Secara sejarah, kota ini merupakan penghubung antara dua provinsi yakni Punjab dan Khyber Pakhtunkhuwa.

Islamabad dikelilingi oleh deretan bukit Margalla, yang merupakan kaki dari pegunungan himalaya. Sehingga menjadikan Islamabad sebagai kota yang Indah, asri, sejuk dan segar. Hingga sangat mendukung untuk menciptakan miliu belajar. Keberadaannya menggantikan Karachi sebagai Ibukota dimulai pada tahun 1966. 

Negara dengan motto Faith, Unity, and Discipline ini menjadikan bahasa Urdu dan Inggris sebagai bahasa resminya. Hal ini memudahkan orang asing untuk berbelanja hingga ke pasar tradisional sekalipun, karena mayoritas masyarakatnya mengerti Bahasa Inggris. Setidaknya, illiterate people pun mengerti jumlah dan bahasa tawar menawar dalam bahasa Inggris. 

Firman Arifandi 

PPMI Pakistan

Rubrik ini bekerja sama dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement