Rabu 11 Apr 2012 15:34 WIB

Passer Baroe Tour, The Spiritual Places 2012

Gedung Kantor Filateli Jakarta
Foto: Love Our Heritage
Gedung Kantor Filateli Jakarta

Sabtu, 31 Maret 2012, Komunitas Love Our Heritage mengadakan kunjungan ke beberapa tempat ibadah di sekitar Pasar baru, Jakarta. Meskipun was-was akan terjadinya demo besar-besaran atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM, tapi kami tetap pada rencana semula untuk mengadakan tur.

Dari awal, sekitar lebih dari 50 orang telah konfirmasi untuk ikut. Namun, hanya sekitar separuhnya yang datang.

Tepat jam 9 pagi kami berangkat ramai-ramai. Rombongan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama dipandu oleh Ferry Guntoro, sedangkan kelompok kedua dipandu oleh Adjie Hadipriawan.

Starting point kami yakni Gedung Kantor Filateli Jakarta. kami memilih tempat ini sebagai starting point karena adanya hubungan baik yang terjalin erat antara komunitas kami dengan para staf di kantor filateli Jakarta. Gedung ini pun juga memiliki nilai historis yang tinggi.

Gedung Kantor Filateli Jakarta dahulunya adalah gedung kantor pos dan telegraf Pasar Baru. Dibangun dengan gaya Art Deco sebagai kantor pos pada tahun 1913. Berlokasi di sebelah barat laut Waterloo Plein (kini Lapangan Banteng), guna menunjang kawasan pemerintahan baru di Weltevreden sebagai inti kota Batavia Baru.

Pada masa perjuangan kemerdekaan RI, gedung Filateli menjadi salah satu obyek vital yang diperebutkan antara pejuang kemerdekaan dengan tentara kependudukan yang menguasainya. Gedung bekas kantor pos ini, sekarang digunakan sebagai kantor pelayanan filateli dan wadah aktivitas yang berkaitan dengan hobi benda-benda koleksi lainnya.

Mengunjungi Sai Baba Study Group Center

Tujuan pertama kunjungan kami yaitu Sai Baba Study Group Center. Hampir di ujung jalan Pasar Baru Selatan, berdiri bangunan Sai Study Group yang dikelola oleh Yayasan Sri Sathya Sai Baba Indonesia.

Sadguru Bhagawan Sri Sathya Sai Baba lahir pada tanggal 23 November 1926 di Puttaparti di Negara Bagian Andhra Pradesh, India. Beliau merupakan avatar pendiri Organisasi Sai sedunia, yang sepanjang hidupnya melaksanakan pepatah ”Kasihi semuanya, bantu dan layani semuanya (Love all serve all)". 

Bhagawan Sri Sathya Sai Baba sangat menjunjung dan mengajarkan bakta-Nya untuk selalu menumbuhkan rasa cinta tanah air, menjaga harmoni dan menjadi warga negara yang baik dengan mengamalkan ”Sepuluh Prinsip dalam Bermasyarakat”. Beliau juga memberikan tuntunan yang dikemas dalam ”Sembilan Pedoman Perilaku”.

Bhagawan Sri Sathya Sai Baba wafat pada tanggal 24 April 2011 dalam usia fisik 86 tahun dan dalam perhitungan Chandra (rotasi bulan) dalam usia 96 tahun. Ajaran-ajarannya yang univesal tetap dilaksanakan oleh para pengikutnya dari berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang agama yang beragam di seluruh dunia.

Kunjungan berikutnya yaitu Hare Krishna Temple atau disebut juga Sri Nilacala Dharma. Letaknya hanya beberapa langkah saja dari Sai Baba Center. Hare Krishna adalah ajaran rohani yang kekal dan universal dari Bhagavadgita dan Sastra Veda lainnya.

Berada di bawah naungan Masyarakat Kesadaran Krishna Internasional yang didirikan pada tahun 1966 oleh Srila A.C. Bhaktivendata Swami Prabhupada, salah seorang sanyasi dan guru kerohanian dari Brhma-Madva-Gaudiya Sampradaya, di Amerika Serikat. Di Indonesia, sampradaya mulai berkembang sejak tahun 1980-an, dan sejak tahun 2002 telah terbentuk organisasi dengan nama Sampradya Kesadaran Krishna Indonesia (SAKKHI) di bawah naungan Parisada Hindu Dharma.

Ajaran Bhagavadgita mengajarkan lima keutamaan, yaitu: 1.Isvara (pengakuan Sri Krishna adalah Personalitas Tertinggi Tuhan), 2. Sang Roh, 3. Karma dan Reinkarnasi (Samsara), 4. Alam Material (Prakrti), dan 5. Kala (Waktu). Pesraman Hare Krishna tersebar di sejumlah tempat di Bali dan juga terdapat di Jakarta dan Cisarua - Puncak, Jawa Barat.

Berikutnya, kami mengunjungi Vihara Sin Tek Bio & Vihara Kwan Im Bio. Vihara Sin Tek Bio yang dikenal juga sebagai Vihara Dharma Jaya, diduga dibangun oleh petani-petani Tionghoa yang tinggal di tepi Kali Ciliwung di sekitar Pasar Baru.

Berdasarkan data dari perabotan yang masih ada dan keterangan pengurus/warga Tionghoa yang secara turun-temurun tinggal di sekitarnya sejak abad ke-18, Sin Tek Bio diyakini didirikan pada tahun 1698 (tahun Macan). Semula Sin Tek Bio menghadap ke arah selatan, kemudian pada tahun 1812 dipindahkan ke belakang bangunan lama dan menghadap ke utara.

Di dalam lingkungan Sin Tek Bio juga terdapat Vihara Kuan Im Bio yang di dalamnya terdapat patung Dewi Kuan-Im. Konon, patung Dewi Kuan-Im ini berasal dari Tiongkok antara abad ke-16 dan ke-17. Dewi Kuan-Im dikenal sebagai dewi yang melaksanakan cinta kasih dan welas asih yang selalu menolong manusia yang sedang menderita.

Gereja ayam

Dari Sin Tek Bio dan Kuan Im Bio, peserta Wisata Kota Toea akan melalui Gang Kelinci lalu berjalan menuju Jalan Gereja Ayam untuk tujuan berikutnya, yaitu GPIB ”Pniel” atau lebih dikenal sebagai Gereja Ayam. Gereja ini dibangun pada tahun 1856 dengan biaya pembangunannya dikumpulkan oleh Pendeta JFG Brumund.

Disebut Gereja Ayam (Haantjes Kerk) karena di atas menaranya dipasang penunjuk arah angin yang berbentuk ayam jago. Sejak awal, sebagian besar umat gereja terdiri dari orang pribumi. Khotbah diadakan pada hari Minggu dalam Bahasa Melayu dan Belanda.

Pada tahun 1914 bangunan gereja lama dibongkar karena sudah rusak dan dianggap tidak aman lagi untuk digunakan. Bangunan gereja yang baru (Nieuwe Kerk) diresmikan pada tahun 1915.

Bangunan gereja ini dirancang oleh NA. Hulswit dari biro arsitek Cuypers en Hulswit dan dapat menampung sekitar 2000 jemaat. Sejak tahun 1953 dinamakan Gereja Pniel. Bangunan yang mempunyai dua buah menara pada tampak mukanya ini bergaya neo-romanik dengan unsur-unsur neo-barok.

Setelah dari Gereja Pniel, kami melanjutkan perjalanan menuju Gereja Katedral. Peletakan batu pertama pembangunan Gereja Katedral Baru, dilakukan pada tanggal 16 Januari 1899 dengan M.J. Hulswit sebagai insinyur pembangunannya.

Gedung Gereja Katedral Jakarta tersebut selesai dibangun pada tanggal 21 April 1901, dengan gaya neo-gotik. Selain diberi nama "De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming - Gereja Santa Maria Diangkat Ke Surga", juga sekaligus diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta pada saat itu. Ada prasasti yang menandai pendirian gedung tersebut bertuliskan ”Aku dibangun tahun 1899 – 1901 oleh arsitek Marius Hulswit”.

Gereja Katedral Jakarta letaknya berhadapan dengan masjid Istiqlal. Bersama dengan Masjid Istiqlal dan Gereja Immanuel, wilayah ini sering disebut sebagai ”Segitiga Agama”.

Makna bagian bangunan Masjid Istiqlal

Kunjungan terakhir kami, yaitu Masjid Istiqlal. Masjid Istiqlal ini merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunannya dimulai pada tanggal 24 Agustus 1951. Yang bertugas sebagai arsitek pada masa itu yaitu Frederich Silaban.

Lokasi Masjid Istiqlal berada persis di depan Gereja Katedral. Bangunan Masjid ini terdiri atas 5 lantai dan memiliki kapasitas tampung hingga lebih dari dua ratus ribu jamaah. Nama Istiqlal sendiri diambil dari bahasa Arab yang berarti "Merdeka", karena Presiden Soekarno menginginkan masjid ini sebagai perlambang kemerdekaan Indonesia.

Ternyata, berbagai bentuk bagian dari Masjid Istiqlal melambangkan kemerdekaan Indonesia. Diameter kubah sepanjang 45 meter melambangkan 1945, empat tingkat balkon dan satu lantai utama melambangkan 5 rukun Islam dan juga Pancasila. Dua belas tiang utama penopang kubah melambangkan 12 Rabiul Awal, yaitu tanggal kelahiran Rasulullah Saw. Masjid ini hanya memiliki satu menara yang melambangkan keesaan Allah SWT. Menara tersebut setinggi 66,66 meter melambangkan jumlah ayat pada Alquran, yaitu sebanyak 6666 ayat. Tiang penopang sejumlah 30 buah melambangkan 30 Juz pada Alquran.

Kawasan Masjid Istiqlal memiliki luas 9,32 hektar. Pada bagian Barat Daya masjid ini, terdapat kolam besar dengan air mancur yang hanya dinyalakan setiap hari Jumat menjelang shalat dan pada hari-hari besar Islam.

Setelah kunjungan terakhir kami di Masjid Istiqlal, kami kembali lagi ke Gereja Katedral untuk makan siang. Acara makan siang ini merupakan acara penghujung. Di sesi ini, kami manfaatkan untuk saling mengakrabkan antar peserta tur, sebelum akhirnya kami membubarkan diri. Nantikan acara komunitas kami selanjutnya.

Adjie Hadipriawan

Rubrik ini bekerja sama dengan Komunitas Love Our Heritage.

www.loveourheritage.org

@loveourheritage

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement