Advertisement

Mengukir Rasa di Pedalaman Suku Baduy

Rabu 18 Apr 2012 13:13 WIB

Red: Miftahul Falah

Aku bosan dengan rutinitas Ibukota Indonesia yg itu-itu saja. Akhirnya, weekend itu kami pergi ke Suku Pedalaman Baduy.

Perjalanan yang sangat berharga menuju tempat tersebut. Naik-turun bukit, keluar-masuk hutan, dan tak ada transportasi apapun di dalam sana.

"Kukuruyuuukkk.." terdengar suara jam beker, yang artinya waktu menunjukkan sudah jam 5 pagi. Aku pun harus siap-siap untuk pergi menikmati weekend kali ini. Bermodalkan uang 200ribu, tenaga kopi, serta roti seiris, aku pun pergi menuju halte Busway Sumur Bor. Di sana sudah janjian ketemu dengan Cia.

Dua puluh menit perjalanan menuju Stasiun Kota. Karena kami janjian dengan teman-teman yang lain di sini, dan jadilah kami berangkat menuju Rangkas. Ini merupakan pertama kalinya aku naik kereta ekonomi (Jakarta-Rangkas @ Rp 2000). Siapa cepat dia dapat, tanpa "ba bi bu" lagi aku langsung cari tempat duduk dan alhamdulillah dapat.

Takjub akan keadaan kereta ekonomi yang "Super Wah.." Wah, penumpangnya.. wah, pedagangnya.. dan wah, copetnya.. sudah beberapa orang yang kecopetan di dalam sini, astaghfirullah.

Akhirnya, sampai juga di Stasiun Rangkas. Perjalanan pun dilanjutkan ke Ciboleger dengan menggunakan Elf yang sudah kami carter sebelumnya. Cuma butuh beberapa jam untuk mencapai Ciboleger, dan kami pun sampai di Suku Baduy Luar. Ada Baduy Luar, pasti ada Baduy Dalam. Kalian tahu apa perbedaannya?

Baduy Luar, orang-orangnya sudah mengenal teknologi alias sudah mengenal baca tulis. Di setiap rumah mereka juga sudah ada listrik. 

Di Baduy Dalam, orang-orangnya masih sangat tradisional. Selain tak ada listrik, juga tak ada gemerlap–gemerlap tekonologi (TV, Hp, dll).

Anak-anak di Baduy Dalam tak ada yang bersekolah, mereka hanya mengenal sawah dan kebun. Miris, ironis dan tragis, meskipun menurut para orang tua, inilah cara mereka mempertahankan adatnya yang sudah turun menurun dijaga. Ada rasa ingin mengajari mereka baca tulis, tapi para orang tuanya menolak.

Selain itu, juga tak ada kamar mandi di setiap rumah, sehingga untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus) harus ke sungai dahulu. Di Baduy Dalam pun tak boleh ada kegiatan foto-foto (sedih.. jadi tidak bisa narsis).

Dari Baduy Luar ke Baduy Dalam memakan waktu kurang lebih 3-4 jam dengan berjalan kaki, naik-turun bukit, serta keluar-masuk hutan. Setelah makan siang di Baduy Luar, kami pun berjalan menuju Baduy Dalam.

Berangkat jam 3 sore, ternyata sampai tujuan sekitar jam 7 malam. Huuft.. sangat melelahkan. Namun, rasa lelah itu hilang, ketika kami mandi dan bermain air di sungai yang dingin tapi segar. 

Waktu makan malam pun tiba. Ibu Baduy memasak makanan untuk kami yang berjumlah 20 orang.

Oh ya, dari rumah kami membawa bekal berupa beras, ikan asin, Sardine , dan mi instan. Alhamdulillah, kami semua menikmatinya.

Kami makan malam bersama keluarga Baduy Dalam. Pada malam itu, derajat kami semua di sana sama, tidak ada status sosial yang membedakan. Mungkin karena menikmatinya, Ikan Sardine pun berubah rasa seperti Ikan Salmon, dan mie goreng pun serasa seperti Spaghetti. Wow!

Jam 9 malam, kami semua disuruh tidur. Hal yang sangat tabu bagi kami yang tinggal di ibukota, kalau malam minggu seperti ini disuruh tutup pintu dan langsung tidur, tapi ya sudahlah... zZz.. zZz...

Udara dingin ini menusuk hingga ke tulang manusia-manusia yang sedang berkunjung ke Baduy. Mereka semua bangun pagi, wow.. sesuatu!

Pagi ini, kami berbincang-bincang dengan Ketua Suku yang ada di sini. Senang sekali kami menjadi bertambah pengetahuan, Bhinneka Tunggal Ika.

Jam 10 pagi "teng" kami berpamitan kepada para warga Baduy Dalam. Naik-turun bukit dan keluar-masuk hutan lagi, gumamku... Semangat!!

Oh ya, kalau kalian ke Baduy, jangan lupa beli oleh-oleh di Mas Takur. Dia ini penjual oleh-oleh khas Baduy plus porter kami. Tapi, di warga Baduy Dalam pun banyak yang menjual oleh-oleh.

Kalau kalian ke Baduy, jangan lupa menyempatkan untuk melewati jembatan akar. Selain view-nya bagus, indah dan menawan, juga cocok untuk foto-foto.  

Sayangnya, perjalanan pun harus berakhir. Senang sekali, di sini teman kami semakin bertambah. Dari yang awalnya tidak saling kenal,  jadi mengenal.

Terima kasih untuk Emak Rani dan Tante Sasa yang sudah punya ide melakukan perjalanan ke Baduy. Terima kasih juga untuk teman-teman baru. Rani Sasa Schinta Anggi Shinta_Sleman Karlina Dea Nuning Cia Windy Winni  Listya Nesya Barik Dana Yoga Hasyim Adit Ndic Oji Fuad Galih.. ( BPI BADUY ).

Tentang anugerah terindah yaitu Indonesia, tak akan pernah habis mengupas kekayan alam, budaya, dan wisata yang ada di dalamnya. Siapa lagi kalau bukan kita yang memajukan Indonesia Raya. Jangan takut menjelajah dan berkenalan dengan orang baru. Jangan takut pula berjalan menelusuri indahnya Indonesia, karena orang Indonesia itu ramah-ramah dan gotong-royong.

Aku Cinta Indonesia,

Schinta

Bugdet Pengeluaran Perjalanan ke Baduy:

Pemasukan 15/11 

Patungan: Rp 50.000 @22 orang Rp 1.100.000

Pemasukan 16/11 

Patungan: Rp 15.000 @21 orang Rp 315.000

Rp 11.000 @1 orang Rp 11.000

Total Pemasukan: Rp 1.426.000

Pengeluaran 15/11

Elf Berangkat: Rp 25.000 @22 orang Rp 550.000

Pendaftaran Masuk Baduy: Rp 30.000

Makan Kang Emen: Rp 10.000

Elf Kang Emen: Rp 25.000

Pengeluaran 16/11

Tour Guide Kang Emen: Rp 250.000

Penginapan Wanita: Rp 100.000

Penginapan Pria: Rp 75.000 

Elf Pulang: Rp 18.000 @22 orang Rp 396.000

Total Pengeluaran: Rp 1.411.000

Deposit

Rp 1.426.000 – Rp 1.411.000 = Rp 15.000

Rp 1.411.000 / 22 orang = Rp 64.137

Pembulatan: Rp 65.000 / Orang

Rubrik ini bekerja sama dengan

Backpacker Community

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA