Kamis 16 Feb 2017 07:46 WIB

PPI-UK Bahas Pilkada untuk WNI di Luar Negeri

Warga lanjut usia memakai kursi roda menggunakan hak pilihnya dengan dibantu petugas KPPS dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 04 Gambir, Jakarta (15/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga lanjut usia memakai kursi roda menggunakan hak pilihnya dengan dibantu petugas KPPS dalam Pilkada DKI Jakarta di TPS 04 Gambir, Jakarta (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2017 yang berlangsung di tanah air, Rabu (15/2) menarik perhatian para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Kerajaan Inggris.

Mereka yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia United Kingdom (PPI-UK) mengelar Roundtable: Indonesia Regional Election di kampus King's College London, Inggris.

"Roundtable yang diadakan Departemen Riset dan Kajian Strategis PPI-UK, berkolaborasi dengan King's College London Indonesia Society, membahas Pilkada bagi Warga Negara Indonesia yang berada di Luar Negeri," demikian Kepala Departemen Kominfo PPI-UK John Tampi kepada Antara London, Rabu.

Acara PPI-UK Roundtable dihadiri sekitar 40 mahasiswa Indonesia menampilkan tiga panelis yaitu dosen Ilmu Politik UI, researcher di Exeter University, Dr. Syahrul Hidayat, Chairman of Lingkar Studi Cendekia, Ariyo Pahla dan mahasiswa PhD SOAS London, Dwi Kiswanto.

Ketua Acara PPI UK Roundtable, Melda Magiafitri, mengatakan diskusi digelar menanggapi Pilkada serentak yang diadakan di seluruh wilayah di Indonesia 15 Februari. Akan tetapi, WNI yang sedang bekerja atau menempuh studi di luar negeri, tidak dapat ikut berpartisipasi.

Tidak seperti Pemilihan Umum untuk pemilihan pemimpin Negara, Pilkada sampai saat ini belum difalisitasi oleh pemerintah Indonesia untuk dilaksanakan di luar negeri karena berbagai alasan.

Syahrul Hidayat, yang pernah ikut membantu memfasilitasi Pemilu Presiden di Inggris berapa waktu lalu, mengatakan Pilkada di luar negeri belum dapat diadakan dikarenakan biayanya cukup besar, sistem Pemilu belum sempurna, dan proporsi WNI yang berada di luar Indonesia sedikit bila dikomparasi dengan jumlah WNI secara keseluruhan.

"Kenyataan ini disayangkan, dengan menyatakan berapapun harganya, hak pilih warga negara harus difasilitasi. Seperti penyandang disabilitas, tidak peduli seberapa mahal fasilitas yang harus disediakan pemerintah bagi mereka, namun harus tetap dipenuhi. Begitu pula dengan hak memilih dalam Pilkada/Pemilu," ujar Ariyo Pahla.

Dalam presentasinya Ariyo mendukung Pilkada Luar negeri diselenggarakan, karena menurut analisanya pada saat pemilihan pemimpin daerah atau negara, pendapatan pajak cenderung naik dan pengeluaran cenderung menurun. Pernyataannya ini didukung oleh fakta banyak Negara yang mendapatkan keuntungan ekonomi karena demokrasi yang diterapkan secara penuh.

"Sistem Pemilu yang paling cost-effective dan do-able untuk WNI yang tinggal di luar negeri hanyalah dengan sistem electronic voting," ujar Syahrul Hidayat.

Sementaga itu panelis lainnya Dwi Kiswanto, menyampaikan sistem e-voting atau pemilihan via internet sebetulnya sedang dikembangkan BPPT, namun pada praktiknya, pemilihan ini tidak benar elektronik karena pemilih harus tetap datang ke TPU. Di masa datang system pemilihan elektronik bila diterapkan, tidak menutup kemungkin WNI di luar negeri ikut memilih pemimpinnya.

Di Indonesia, ada wacana tahun 2019 e-voting akan diterapkan untuk pemilihan presiden. Jika berhasil, maka perlahan bisa diaplikasikan untuk pilkada regional sehingga orang Indonesia di mana saja bisa ikut voting pilkada.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement