Selasa , 20 Sep 2016, 12:34 WIB

Aceh Didorong Kembangkan Sektor Pariwisata, Ini Langkahnya

Red: Dwi Murdaningsih
Acehterkini.com
Pantai Batu Berlayar di Aceh Selatan.
Pantai Batu Berlayar di Aceh Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH – Menteri Pariwisata RI Arief Yahya memompa semangat para pengampu kebijakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Senin (19/9). Gubernur Zaini Abdullah dan puluhan bupati-walikota di Serambi Mekkah itu pun serius mengikuti presentasi selama 65 menit dalam Rakor Kebudayaan dan Pariwisata itu.

“Sudah betul, jika Aceh menempat Halal Tourism sebagai core economy daerah!” kata Arief.

Langkah apa yang harus diambil untuk mewujudkan Aceh sebagai daerah Pariwisata? Menpar menyebut, ada beberapa hal. Pertama, pilih kepala dinas pariwisata terbaik dari seluruh sumber daya manusia yang dimiliki, agar bisa dengan cepat membawa Aceh menjadi destinasi halal dunia. Lalu, rebut The World’s Best Halal Cultural Destination 2016 yang di akhir tahun ini akan di-vote.

Kedua, prioritaskan sumber daya budgeting atau keuangan ke sektor pariwisata, yang akan menjadi tempat bergantung di masa depan. Ini sangat penting, karena tanpa disupport budgeting, tidak akan bisa berjalan. “Tugas utama seorang CEO (pemimpin daerah) itu dua hal, menentukan arah, terkait dengan core economy dan portofolio bisnis. Dan mengalokasikan sumber daya, termasuk memilih orang dan menyiapkan dana,” kata dia.

Soal devisa, Arief Yahya menjelaskan, Pariwisata adalah peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3 persen dibandingkan industri lainnya. Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13 persen dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang rata-rata negatif. “Biaya marketing yang diperlukan hanya 2 persen dari proyeksi devisa yang dihasilkan. Jadi tinggal disetting saja, mau devisa berapa? Diambil 2 persen dari proyeksi itu?” kata dia.

Sejak 2014 terjadi ledakan pasar wisata halal di dunia. Size pasar wisata halal itu sangat signifikan, dari 6,8 miliar penduduk dunia, 1,6 miliar adalah muslem dan 60 persen di bawah 30 tahun. Bandingkan dengan total penduduk Cina sebanyak 1,3 miliar orang dengan 43 persen di bawah 30 tahun. “Total pengeluaran wisatawan muslim dunia 142 miliar dolar AS, hampir sama dengan pengeluaran wisatawan Cina 160 miliar dolar AS, yang sekarang ini menjadi rebutan seluruh negara di dunia, terutama yang mengembangkan pariwisata,” kata Arief Yahya.

Dari sisi Sustainability atau growth wisata halal, juga naik signifikan, 6,3 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 4,4 persen, lebih besar dari rata-rata pertumbuhan Cina 2,2 persen dan ASEAN 5,5 persen. Data dari Comcec Report February 2016, Crescentrating, tahun 2014 ada 116 juta pergerakan halal traveler. Mereka memproyeksikan tahun 2020 akan menjadi 180 juta perjalanan, atau naik 9,08 persen. Di Indonesia juga naik, dalam 3 tahun terakhir rata-rata 15,5 persen.

“Semakin kuat, size-nya besar, sustainability-nya juga besar,” ungkap Arief Yahya

Ketiga, lanjut dia Spread atau benefit-nya juga besar. Rata-rata wisman dari Arab Saudi itu membelanjakan 1.750 dolar AS per kunjungan. Uni Arab Emirate (UAE) 1.500 dolar AS per kepala. Angka itu jauh lebih besar dari-rata-rata wisman dari Asia yang berada di kisaran 1.200 dolar AS.

“Karena itu sudah memenuhi syarat 3S, size, sustainable, dan spread. Ini menjadi alasan paling kuat, mengapa Aceh harus menetapkan pariwisata sebagai portofolio bisnis-nya. Menjadikan halal tourism sebagai core economy-nya,” ujar dia.

baca juga: Pesta Ya’ahowu Angkat Pariwisata Nias