Selasa 09 Dec 2014 15:06 WIB

Hukuman untuk Santri Harus Edukatif

Rep: c03/ Red: Damanhuri Zuhri
Pelaksanaan hukuman cambuk (ilustrasi).
Foto: Antara/Irwansyah Putra/ca
Pelaksanaan hukuman cambuk (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Beredarnya rekaman video pencambukan santri mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk segera mengambil sikap.

''MUI akan meminta klarifikasi resmi dari sumber-sumber terkait,'' kata Ketua MUI Muhidin Junaidi kepada Republika, Senin (8/12). Sejauh ini MUI baru mendapat informasi secara verbal dari MUI Jombang, Jawa Timur.

Pencambukan yang dilakukan santri senior terhadap tiga santri laki-laki junior itu diduga terjadi di sebuah ponpes di Jombang.

Dalam tayangan video berdurasi lima menit 21 detik yang menyebar melalui ponsel itu tampak ketiga santri junior idiikat di sebuah pohon kemudian dicambuk sebanyak 35 kali menggunakan rotan.

Sebelum mengambil sikap, kata Muhidin, MUI terlebih dahulu harus mengetahui kronologi kejadian. MUI pun perlu melakukan investigasi terlebih dahulu, termasuk mengkaji dari berbagai aspek, seperti psikologi, syariah, pendidikan, serta hukum lainnya.

"Kita akan melakukan investigasi sebab kita tidak boleh mengeluarkan fatwa hanya karena informasi sepihak,'' jelasnya.

Menurutnya, bila pencambukan adalah bentuk hukuman untuk mendisiplinkan santri, maka harus tetap ada aturan mainnya. "Kalau memang disebut untuk menerapkan sistem syariah di wilayah tertentu, maka harus melalui perda sebab ada dampaknya baik langsung maupun tidak langsung," ujarnya.

Pemberian hukuman terhadap santri di lingkungan pesantren, menurutnya, harus tetap bersifat edukatif. "Tetapi apabila diterapkan secara membabi buta dan tidak jelas aturan mainnya, ini yang perlu dikaji. MUI tidak mendukung itu," tuturnya.

Hukuman bersifat edukatif di pesantren bertujuan untuk mendidik santri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. Ia mencontohkan, Pondok Pesantren Gontor memberlakukan sanksi seperti cukur rambut dan menguras kamar mandi kepada para santrinya yang melakukan pelanggaran tertentu. 

"Tidak sampai pada pencambukan karena itu harus ada aturan mainnya, tidak boleh dilakukan serampangan dan satu pihak, terlebih menimbulkan luka.''

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Solahudin Wahid mengatakan, perlu  penelusuran lebih dalam terkait kasus pencambukan itu dan lokasi kejadiannya. "Saya tidak tahu itu terjadi di mana, kelihatannya benar, tapi perlu dicek juga apa benar di Jombang,"  katanya.

Menurut ulama yang akrab disapa Gus Solah itu, tindak kekerasan dalam dunia pendidikan termasuk pesantren tidak dapat ditoleransi.

"Kalau menghukum itu mestinya hukumannya mendidik, tidak seperti itu. Pesantren dan sekolah di manapun di indonesia ini tidak boleh memberlakukan hukuman seperti itu, kecuali mungkin di Aceh.'' 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement