Selasa 04 Oct 2016 12:00 WIB

Ken: Kami akan Turun ke Pasar

Red:

Foto : Republika/Wihdan   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memastikan, periode kedua program pengampunan pajak membidik sektor usaha mikro kecil dan menengah (UKM). Sebab, Ditjen Pajak mencatat keikutsertaan sektor tersebut pada periode pertama masih amat minim.

Berdasarkan data, dari jumlah pelaku UMKM sebanyak 600 ribu wajib pajak, peserta pada periode pertama pengampunan pajak hanya 69.500 wajib pajak. "Ini juga masih banyak pasti UMKM yang belum memiliki NPWP. Untuk itu, kita akan fokuskan pendekatan kepada UMKM ini," ujar Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi, di Jakarta, Senin (3/10).

Ken menjelaskan, terdapat potensi besar dari pelaku UMKM, untuk turut serta dalam pengampunan pajak. Apalagi, banyak perusahaan di Indonesia yang berada dalam kelas UMKM.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM) hanya memiliki data jumlah UMKM per tahun 2013. Itu pun jumlah unit UMKM-nya masuk kategori 'angka sangat sangat sementara'. Jumlah unit UMKM di Indonesia mencapai 57.895.721 unit (2013). Mayoritas dari jumlah tersebut adalah usaha mikro yang mencapai 57.189.393 unit.

Sedangkan sisanya, merupakan usaha kecil 654.222 unit dan usaha menengah 52.102 unit. Tidak hanya itu, mayoritas pengusaha di Tanah Air juga didominasi UMKM dengan omzet antara Rp 4,8 miliar hingga Rp 10 miliar.

Ke depan, strategi yang akan Ditjen Pajak lakukan untuk menembus para wajib pajak UMKM adalah dengan turun ke pasar. Ken mengatakan, dengan langkah itu ditambah pemberian bimbingan teknis (bimtek), akan membuat pelaku UMKM memahami maksud dari program pengampunan pajak.

Ia tak menampik jika selama ini, UMKM banyak yang baru mengetahui pengampunan pajak secara umum. Imbasnya, pelaku usaha di sektor tersebut tidak segera mengikuti pengampunan pajak pada periode lalu.

Lebih lanjut, Ken mengatakan, untuk memaksimalkan sosialisasi, Ditjen Pajak juga akan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan di sektor UMKM, seperti Dinas Koperasi dan UMKM serta BUMN-BUMN yang memiliki binaan UMKM. "Kita juga akan mempermudah proseduralnya," kata dia.

Hingga akhir periode pertama pengampunan pajak pada 30 September 2016, kontribusi wajib pajak UMKM orang pribadi baru terdiri atas 53.673 surat pernyataan harta dan uang tebusan Rp 2,55 triliun. Sedangkan wajib pajak UMKM badan terdiri atas 13.800 surat pernyataan harta dan uang tebusan Rp 17 miliar.

Undang-Undang Pengampunan Pajak menyatakan, tarif tebusan bagi wajib pajak UMKM adalah sebesar 0,5 persen bagi deklarasi harta di bawah Rp 10 miliar dan dua persen bagi deklarasi harta di atas Rp 10 miliar, yang berlaku tetap hingga 31 Maret 2017.

Terlepas dari langkah Ditjen Pajak, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia, Ikhsan Ingratubun, mengatakan, pelaku UMKM tidak antusias mengikuti program pengampunan pajak. "Karena undang-undang ini terlalu dipaksakan untuk UMKM," ujar Ikhsan kepada Republika.

Menurut dia, sebagian besar pelaku UMKM tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). "Terkait SPPT-nya (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) juga sulit," kata Ikhsan.

Berdasarkan kalkulasi asosiasi, usaha mikro merupakan penyumbang terbesar pelaku UMKM. Sementara UKM hanya sekira 10 persen sampai 15 persen dari 60 juta pelaku usaha yang ada.

"Itu artinya, ada sekitar enam sampai tujuh juta yang menjadi target tax amnesty," ujar Ikhsan. Lebih lanjut, dia menilai, pengampunan pajak sebenarnya bertujuan untuk merepatriasi aset ataupun harta dari pengusaha besar yang memiliki kekayaan, baik di luar negeri maupun Indonesia, untuk melaporkan pajaknya.

Ikhsan pun merasa hingga saat ini, pemerintah sangat minim dalam melakukan sosialisasi kepada pelaku UMKM. Sebab, sosialisasi kerap kali diadakan di hotel dengan melibatkan para pengusaha besar.

"Ujungnya, pelaku UMKM tidak tahu apa itu tax amnesty," kata Ikhsan. Selain itu, para pelaku UMKM diakui Ikhsan tidak mengerti bagaimana mengisi SPPT.

Mereka memerlukan bantuan semacam konsultan pajak untuk mendampingi, memberi pelajaran, dan membimbing pengisian SPPT. "Pengusaha besar punya konsultan pajak untuk deklarasi dan membuat laporan pajak. Sedangkan biaya membayar konsultan pajak tidak bisa dibilang murah. Untuk itu, pemerintah perlu memberi mereka konsultan pajak gratis untuk mendampingi bagaimana pengisian SPPT," kata Ikhsan menjelaskan.

Sebatas mengimbau

Ditanya soal peran Kementerian Koperasi dan UMKM selaku instansi pemerintah yang menaungi UMKM dalam pengampunan pajak ini, Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop UKM, Braman Setyo, hanya berkomentar soal imbauan. Kementeriannya hanya membantu sebatas memberi imbauan. Imbauan dilakukan secara langsung terhadap pelaku-pelaku usaha di sektor UMKM, termasuk asosiasi UMKM yang ada.

Selain itu, Braman mengungkapkan, dalam setiap acara atau pelatihan yang melibatkan para pelaku UMKM, Kemenkop dan UKM memberikan waktu khusus terkait pengampunan pajak. "Karena Kemenkop dan UKM tidak punya kewenangan untuk memandu secara teknis," katanya kepada Republika.

Untuk itu, Kemenkop dan UKM menggandeng perwakilan Ditjen Pajak di daerah untuk secara teknis, merangkul dan membantu pelaku UMKM mengikuti pengampunan pajak. "Kita berharap pelaku UKM supaya memanfaatkan tax amnesty," ujarnya.

Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Athor Subroto, menjelaskan, dengan membayar mengikuti pengampunan pajak sekaligus menyelesaikan kewajiban perpajakan pada masa lalu, para pelaku UMKM bisa naik kelas.

Sebab, mereka akan mendapatkan fasilitas lain dari pemerintah dan perbankan, seperti untuk memperoleh pinjaman. "Saya kira untuk ke situ perlu edukasi kepada mereka," kata Athor.

Hal ini penting, menurut Athor, agar para pelaku UMKM memahami, pajak bukan untuk 'mengisap' keuangan yang bersangkutan. "Karena sense banyak orang begitu. Ini positif untuk jangka panjang agar pelaku UMKM naik kelas," ujarnya. rep: INtan Pratiwi, Melisa Riska Putri ed: Muhammad Iqbal

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement