Jumat 15 Jul 2016 22:00 WIB

Pesta Madu dan Film Jilbab Traveler

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

Oleh: Asma Nadia

Seorang Raja yang bijak dan dicintai rakyatnya mengadakan pesta madu untuk merayakan pesta pernikahan putrinya. Madu adalah budi daya kerajaan yang sangat dibanggakan, terbaik di dunia.

Untuk menunjukkan dukungan terhadap pernikahan sang Putri, sebagaimana tradisi, peternak madu akan menyumbangkan secangkir madu ke dalam sebuah tong besar untuk dinikmati bersama. Ada ribuan peternak madu yang sukses di negeri itu, berkat dukungan sang Raja.

Saat pesta tiba, seluruh peternak mengantre panjang membawa madu secangkir di tangan mereka. Satu persatu menuangkan madu mereka ke dalam tong raksasa. Tapi ada satu peternak yang punya ide iseng. "Kalau saya isi cangkir dengan teh, mana mungkin ketahuan," pikirnya.

Secangkir teh tidak akan terasa pengaruhnya di dalam ribuan cangkir madu. Ia semakin yakin. Ide bagus. Lalu ia mengendap dalam antrean, melewati pantauan petugas satu demi satu sampai akhirnya menuangkan teh ke dalam gentong. Aman, pikirnya puas. Hemat madu, dan tidak dapat hukuman.

Lalu pesta madu pun segera dimulai seluruh rakyat menyambut gembira. Madu akan dibuka untuk dinikmati bersama-sama. Tapi apa yang terjadi? Madu begitu encer, bahkan rasanya pahit. Kenapa? Ternyata seluruh tong besar hanya berisi air teh saja. Tidak ada madu. Kok bisa?

Ternyata bukan hanya satu peternak yang berpikir demikian, setiap orang berpikir kalau aku tukar teh secangkir, mana mungkin ketahuan. Hasilnya, semua menyumbang teh saja. Tidak satu pun menyumbang madu.

Kadang kita berpikir kita hanya bagian kecil dalam sebuah perubahan sehingga tidak terlalu peduli. Akan tetapi ketika semua berpikir demikian maka yang terjadi adalah kebuntuan.

Inilah yang terjadi pada film Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea. Tidak sedikit orang yang berharap suksesnya film Islami akan mengiringi dakwah di segala bidang. Berharap film Islami bisa sukses di pasaran.

Para orang tua menyadari betapa film bernuansa pornografi, mengumbar aurat buruk buat masa depan bangsa generasi. Banyak orang mendambakan film yang membawa pesan kebaikan marak beredar. Kadang kita sering menyalahkan film yang memberi pengaruh buruk pada anak dan masyarakat, karena itu sudah seyogianya kita mendukung film yang memberi inspirasi pada masyarakat.

Akan tetapi tidak banyak yang tahu bahwa tiga hari pertama adalah masa yang krusial. Film minim penonton di tiga hari pertama akan gugur berjatuhan. Karena tidak tahu, akhirnya menunda menonton, apalagi juga sibuk lebaran, dan akibatnya di mata bioskop film Jilbab Traveler terkesan tidak diminati.

Dalam hitungan hari, Jilbab Traveler, satu-satunya film religi di libur lebaran ini tumbang di mana-mana. Padahal secara kualitas konten, film ini, merujuk pada testimoni yang bertebaran, insya Allah adalah yang terbaik.

Film Jilbab Traveler tidak hanya unggul secara cerita, gambar, tapi juga baper tingkat dewa, lucu, menghibur, dan inspiring, serta juga membawa misi mulia untuk kemenangan dakwah. Lengkap.

Apakah yakin ada peminat? Yakin, peminatnya banyak, hanya sedang sibuk lebaran kemarin. Hijaber yang mau nonton berlimpah, tapi belum meluangkan waktu.

Nanti saja nontonnya kalau sudah lega...

Nanti saja nontonnya setelah balik ke Jakarta...

Nanti saja nontonnya sambil menunggu pulang kantor...

Nanti saja nontonnya setelah capek lebaran hilang...

Kebetulan memang banyak pangsa film ini adalah ibu-ibu dan muslimah yang super sibuk di saat lebaran. Lalu muncul juga anggapan...Nggak apa kan masih ada waktu nanti gak usah buru-buru...

Film Mbak Asma Nadia kan tahun lalu paling laris jadi tahun ini pasti masih panjang... Setiap diri berpikir hanya sendiri yang menunda-nunda. Setiap diri berpikir yang lain pasti sudah nonton duluan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement