Kamis 17 Jan 2013 19:13 WIB

Saat Masa Lalu (Puisi)

Pemalu/ilustrasi
Foto: omgtoptens.com
Pemalu/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,Lahirlah kita di suatu masa

Ketika dunia tampak bagai berlian

Ketika akhirat tampak tak punya muka

Memang mungkin itu kodrat manusia rapuh iman

Memang mungkin itu berlaku sepanjang masa

Tapi kita lahir di masa yang berbeda

Orang menyebutnya DIGITAL

Bukan teknologi yang jadi soal

Ini soal hati

Rasa-rasanya, kemudahan hidup itu bukan lagi kemewahan

Menjentikkan jari saja, urusan transfer uang selesai

Ini bukan mengagungkan kemudahan yang dimiliki orang-orang kaya,

Hanya refleksi tentang sejarah dan hari ini

Saya pernah dengar,

Cerita tentang masa lalu yang sulit

Saat kata menyerah mulai punya arti,

Tapi tak kunjung menjadi pilihan hati

Dulu, hidup penuh perjuangan

Jika tak mau memeras keringat, mati saja

Saya pernah dengar itu

Masa-masa sulit itu dulu bertanya,

Tentang akar dan batang identitas

Prinsip diuji kebesarannya ketika berjumpa dengan persimpangan jalan

Cita-cita atau nikmat?

Pilih sajalah

Prinsip mulai berarti saat ia dianggap tidak punya arti

Saat jiwa ini terbuai semerbak harum duniawi

Saat jiwa ini mulai tinggal landas dari ketenangan dan ketentraman

Hebatnya, ia muncul lagi,

Saat kita bertanya soal makna hidup hakiki

Waktu terus bergulir

Lahirlah manusia-manusia baru setelah masa sulit itu

Ya, kita

Saya mulai beranjak besar dan mendengar cerita masa lalu itu

Rasanya, begitu mudah hidup masa ini

Tak banyak sulit,

Hanya jangan sampai berbelit dengan pendidikan dan uang

Cerita itu banyak bercerita tentang pengorbanan

Dari awal lahirnya manusia baru itu hingga kini

Waktu kecil dulu,

Di balik baju hangat yang membungkus tubuh ini,

Ada cerita tentang air mata

Di balik susu manis yang mengisi perut,

Ada cerita tentang keringat

Air mata dan keringat akan selalu tercucur hingga akhir masa

Sebuah pengabdian suci

Abadi

Saat lahir kita memiliki,

Akan tibalah saatnya kita kehilangan

Ini soal paling rumit

Lebih rumit dibanding rumus integrarl yang diajarkan guru

Ah, kehilangan

Jika cincin emasmu dirampas oleh kelaparan,

Kau dapat membelinya lagi dari toko di pasar

Jika jiwa-jiwa di sisimu habis digerogoti waktu,

Habislah sudah

Tak ada asa untuk menjamahnya kembali

Tak ada kenyataan untuk memeluknya lagi

Cukup sudah soal kehilangan

Semua hanya tentang pilihan

Berdiri di tengah badai

Berlutut pada kemunafikan

Atau sekedar menjadi buih di lautan,

Yang tidak disadari kehadirannya oleh dunia.

Aldo Febriansyah Putra (Klub Jurnalistik Angkatan II Republika Online)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement