Kamis 27 Sep 2012 14:35 WIB

Sebuah Puisi Mengenang Alawy

Sahabat almarhum Alawy Yusianto menangis di makam alamarhum Alawy Yusianto di pemakaman Poncol, Pudurenan, Tangerang, Banten, Selasa (25/9). Almarhum siswa SMA 6 Alawy ditusuk dengan celurit ketika mencari makan bersama temannya, setelah terjadi tawuran.
Foto: antara
Sahabat almarhum Alawy Yusianto menangis di makam alamarhum Alawy Yusianto di pemakaman Poncol, Pudurenan, Tangerang, Banten, Selasa (25/9). Almarhum siswa SMA 6 Alawy ditusuk dengan celurit ketika mencari makan bersama temannya, setelah terjadi tawuran.

 

Alawy

Pagi ini kudengar berita kurang sedap di lini masa

Kemarin seorang anak muda ditusuk dadanya di Jalan Bulungan

Jantungmu tembus, badanmu tumbang, jiwamu melayang di udara

Entah dendam kesumat apa yang ada di benak pembacokmu

Kematianmu membawa bara api mendidih di sejawatmu

Dan lagi-lagi luka berceceran dan amarah membara di Jalan Bulungan

Alawy, sesungguhnya aku tidak kenal denganmu

Namun aku tahu dibalik tidur panjangmu

Engkau hendak bertutur sepatah hikmah akan kehidupan

Bulungan bukanlah Bronx, karena Bulungan adalah Bulungan

Akan tetapi segenggam pistol di Bronx adalah sama harganya dengan satu arit di Bulungan

Kau bercerita tentang meruginya kita

Meruginya kita yang terlalu bangga akan suatu identitas yang fana

Suatu kebencian yang dilebih-lebihkan dan juga sama fananya

Suatu kebencian yang berakar entah salah siapa

Alawy, kau adalah martir melawan kebencian yang sia-sia

Robohnya badanmu mengisyaratkan kita untuk belajar lebih dewasa

Emosi adalah fana, emosi adalah fatamorgana, emosi adalah senja

Mungkin di sana kau sudah bertutur detik-detik akhir hayatmu kepada Mahatma

Dan Mahatma mungkin sekarang mengobati luka di dadamu dan mengusap rambutmu

Malam ini seorang anak muda bertemu dengan seorang tua bijak di nirvana

Keduanya mati karena kebencian yang entah dimulai dari siapa

Tak cukup-cukupnya rasa belasungkawa

Dan aku malas dengar wicara tanpa substansi di televisi tentangmu

Nyenyaklah engkau disana ditemani alunan gitar Victor Jara

Dan nyenyaklah engkau ditemani Victor Jara

Dan tenanglah engkau ditemani Victor Jara

Dan kutitip sebuah puisi dengan namamu kepada yang engkau pernah kasihi

Dan kuucap selamat malam padamu nun jauh di nirvana

Nun jauh di nirvana

Jakarta, 25 September 2012 

Ibrahim Siregar

Faculty of Law Universitas Indonesia, 2009

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement