Jumat 17 Feb 2012 16:57 WIB

Castle Combe, Eksotisme Desa Kuno Inggris dari Abad ke-14

Salah satu rumah di Castle Combe dengan arsitektur yang sangat unik
Foto: Foto-foto: Tien Aminatun
Salah satu rumah di Castle Combe dengan arsitektur yang sangat unik

Salah satu keuntungan menempuh studi di luar negeri, selain bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya, yaitu dapat mengenal budaya serta menikmati keindahan alam negeri tersebut.

Seperti halnya saya, yang berkesempatan menempuh sebagian studi S3 di University of Bristol, Inggris. Dengan menghemat uang beasiswa, maka akhir pekan bagi saya menjadi saat yang menyenangkan dengan jalan-jalan menikmati keindahan negeri Ratu Elizabeth ini.

Tujuan jalan-jalan saya kali ini, sebuah desa kuno yang terkenal eksotik, Castle Combe. Saya pergi bersama tiga orang teman sesama mahasiswa internasional di University of Bristol, yakni Nattida dari Thailand, Jouan dari Taiwan dan Joe dari Samoa.

Castle Combe adalah sebuah desa kecil di Wiltshire, Inggris. Dengan populasi sekitar 350 orang, lokasinya dekat dengan desa Grittleton, Ford, Nettleton, Tiddleywink, dan kota Chippenham.

Jarak antara Bristol dan Castle Combe kurang lebih 30 Km. Untuk mencapai Castle Combe dari Bristol tidaklah sulit. Kami memilih untuk berangkat dengan kereta api pukul 10.30 waktu setempat dari Stasiun Bristol Temple Meads dan turun di Stasiun Chippenham. Kemudian dilanjut dengan naik taksi menuju Castle Combe. Total perjalanan yang kami tempuh dari Bristol menuju Castle Combe tidak sampai 1 jam.

Sesampai di Castle Combe, kami jadi paham mengapa desa kecil ini begitu menarik minat banyak wisatawan. Cuaca musim dingin bersalju di akhir bulan November, yang terasa menusuk kulit, tidak mengganggu keasyikan kami menikmati eksotisme desa kuno ini.

Daya tarik desa ini ada pada ketenangan dan bangunan-bangunannya yang unik, termasuk sebuah gereja tua yang dibangun pada abad pertengahan, Gereja Saint Andrew. Di dalam gereja itulah terdapat Castle Combe Clock, salah satu dari beberapa jam abad pertengahan di Inggris yang masih berfungsi dengan baik.

Karena ketenangan dan eksotismenya, desa ini telah menjadi tempat beberapa seniman kelas dunia berkarya. Desa ini pernah menjadi lokasi suting film musikal “Doctor Dolittle”. Raymond Austin, sutradara/penulis, juga menyusun bukunya yang berjudul “Find Me A Spy, Catch Me a Traitor” di desa ini. Produksi yang lain yaitu “The Murder of Roger Ackroyd’, sebuah episode dari Agatha Christie’s Poirot. Film “Stardust” dan “The Wolfman” pun diproduksi di desa ini. Bahkan sepanjang September 2010, desa ini digunakan sebagai lokasi shooting film produksi Steven Spielberg, “War Horse”.

Selain Gereja Saint Andrew, bangunan kuno yang tak kalah menarik ialah Market Cross yang terletak di tengah-tengah pertigaan jalan utama desa. Market Cross adalah struktur bangunan yang menandai area atau alun-alun pasar di suatu kota dagang, yang merupakan ciri khas tradisi pada awal abad pertengahan di Inggris Raya. Di Scotlandia bangunan ini dikenal dengan nama Mercat Crosses.

Emigran Inggris seringkali mendirikan Market Cross di tempat-tempat baru yang mereka tinggali, sehingga Market Cross juga dapat ditemui di Kanada dan Australia.  Bangunan ini biasanya dibuat dari batu atau kayu. Market Cross di Desa Castle Combe didirikan setelah diberikannya hak mengadakan pasar mingguan di Castle Combe pada abad ke-14.

Bangunan kuno lain yang tak kalah menarik yakni sebuah hotel kuno berbintang 4, “Manor House Hotel”, yang telah ada sejak abad ke-14. Hotel tersebut memiliki 48 kamar dengan kebun dan taman yang sangat luas, yaitu 1,5 Km2. Di hotel inilah, Raymond Austin menyusun bukunya yang berjudul “Find Me A Spy, Catch Me a Traitor”.

Dalam sejarahnya, desa ini mengalami kemakmuran selama abad ke-15. Ketika itu, desa ini merupakan milik Millicent, istri Sir Stehen Scrope. Kemudian, menjadi milik Sir John Fastolf (1380-1459), seorang ksatria Norfolk yang merupakan pemilik Manor House selama 50 tahun. Dialah yang mempromosikan industri wool, dan menyuplai wool untuk pasukan perang Henry V di Perancis.

Begitu menariknya desa ini. Bahkan, pada tahun 2006, di desa ini pernah diadakan pertunjukan musik ekstravaganza yang menarik perhatian sekitar 4000 pengunjung. Selain itu, di Castle Combe juga terdapat arena balap motor, sirkuit Castle Combe, yang terletak di bekas lapangan udara RAF Castle Combe.

Banyak keunikan dan eksotisme alam pedesaan yang khas yang dapat dinikmati di Castle Combe. Sayangnya, musim dingin membuat hari berlalu begitu cepat. Pukul 16 waktu setempat hari sudah gelap, sehingga kami tidak bisa leluasa menikmati semua eksotisme tersebut. Tetapi, kami sudah sangat puas dapat menikmati jejeran bangunan-bangunan kuno dengan arsitektur yang sangat unik, suasana hutan yang meranggas di musim dingin, menyaksikan itik-itik yang berenang bebas di selokan dan burung-burung musim dingin yang bebas hinggap di dahan-dahan tanaman. Betul-betul sebuah desa yang sangat unik dengan pemandangan yang eksotis. 

Tak lupa pula kami sempatkan untuk mencicipi menu makanan khas Inggris di Castle Inn Hotel. Tentu saja sebagai seorang muslim, saya memilih menu vegetarian yang lebih terjamin kehalalannya. Sedangkan ketiga teman saya, yang bukan muslim, memilih menu daging panggang dengan bumbu khas Inggris.

Satu hal lagi, desa ini benar-benar berada di pelosok karena sinyal telepon seluler susah didapat. Saat kami akan menelpon taksi untuk pulang, terpaksa Joe, yang laki-laki sendiri di antara kami berempat, harus mencari-cari lokasi dan posisi yang tepat untuk mendapatkan sinyal. Ah, ternyata di negara maju pun ada juga wilayah yang tidak terjangkau sinyal telepon seluler.

Tien Aminatun

Mahasiswa University of Bristol, Inggris. Dosen Universitas Negeri Yogyakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement