Salah satu tujuan kita dalam melakukan perjalanan dari daerah ke daerah lain adalah untuk melihat kebesaran ciptaan Allah SWT, dan mempelajari bagaimana adat dan kebudayaan di suatu daerah. Begitu juga bisa menambah wawasan kita dengan tata cara kehidupan mereka.
Pertama kali yang akan kita kunjungi adalah kota Labuhan Bilik dan di sana terdapat juga sebuah pulau, dengan nama pulau Sikantan. Insya Allah nanti akan kita ceritakan semuanya. Ini adalah kisah kami ketika baru pulang dari Mesir (menuntut ilmu) menuju ke kampung halaman Labuhan Bilik yang jauh dari keramaian, tepatnya di pinggir sungai. Baiklah akan saya ceritakan sedikit tentang Labuhan Bilik, biar kita mengetahui juga kota tersebut.
Labuhan Bilik
Labuhan Bilik adalah nama tempat yang berlokasi di sebuah perkampungan tepatnya di Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhan Batu-Sumatera Utara. Kalau dilihat dari namanya Labuhan Bilik kedengarannya lucu juga, kalau kita pisah-pisahkan artinya seperti ini: ‘’Labuhan’’ adalah pelabuhan, sedangkan ‘’Bilik’’ adalah kamar’’. Jadi Labuhan Bilik adalah ‘’pelabuhan kamar’’.
Kalau kita tanya para senior atau sesepuh disana tentang sejarah nama Labuhan Bilik, mereka menjawab karena di sana dulu memang ada pelabuhan dan karena ujung tanjungnya seperti berkamar-kamar apabila kita mau menelusuri sungainya, mulai dari tanjung lumba-lumba, Panai Tengah, Bagan Bilah sampai ke Malindo. (nama sebuah tempat di Labuhan Bilik) kita akan menjumpai ujung tanjung seperti bilik-bilik.
Rute perjalanan menuju Labuhan Bilik, seperti ini: Kalau kita berangkat dari kota Medan, pertama kita akan menuju ke Rantau Perapat, sebelum sampai ke Rantau Perapat kita akan melewati beberapa daerah seperti Tanjung Morawa, Kisaran, Batu Bara, Aek Kanopan baru sampai ke Rantau Perapat (ibu kota kabupaten Labuhan Batu) setelah itu naik bis langsung menuju ke pelabuhan Tanjung Sarang Elang. Setelah itu menyeberang naik bot atau perahu menuju ke Labuhan Bilik. Sekitar 15 menit menyeberangi sungai kita akan tiba di dermaga Labuhan Bilik yang terletak di ibukota kecamatan Panai Tengah.
Daerah ini sangat makmur dan penuh dengan limpahan nikmat dari Allah, baik dari segi hasil pertaniannya, hasil perkebunannya (seperti sawit dan karet) dan juga hasil lautnya. Mata pencaharian warganya kebanyakan petani dan nelayan. Salah satu hasil kebunnya yang sangat terkenal adalah kebun nenas, nenas di Labuhan Bilik ini sangat terkenal karena kualitas kemanisannya, nenas disini biasanya akan dibawa ke Rantau Perapat dan bahkan sampai ke Pekanbaru.
Begitu juga dengan hasil lautnya, sekitar 20 tahun yang lalu didaerah ini sangat terkenal sekali dengah hasil tangkapan lautnya yaitu ‘’ikan terubuk’’. Ikan terubuk ini sangat lezat sekali, masaknya bisa digoreng, digulai dan yang paling enaknya dimakan mentah-mentah dikasih cabe, garam, jeruk nipis dan dagingnya dipotong kecil-kecil (atau disebut namanya didaerah Labuhan Bilik dengan‘’anyang’’). Jadi lapar ni .
Tapi dalam 15 tahun terakhir, ikan ini sudah langka ditemukan. Tidak tau kenapa ikan ini susah untuk didapatkan pada saat ini, kalaupun ada harganya pasti sangat mahal sekali. Dulu ketika saya menjaring ikan terubuk dengan orang tua, jaringnya hanya sekitar sepuluh meter saja di tebar di sungai, terus ditunggu sekitar lima menit kita sudah kebanjiran ikan itu. Namun itulah kenyataan pada saat ini, apakah ini merupakan ujian atau cobaan dari Allah? Semoga masa-masa dahulu akan kembali lagi, amin.
Bahkan saking banyaknya ikan terubuk ini pada zaman dulu, sampai–sampai Labuhan Bilik diberi julukan kota ‘’terubuk’’ dan dibuatkan sebuah tugu ikan terubuk tepatnya kota Labuhan Bilik.
Sementara saya tinggal di Desa Telaga Suka, kira-kira sekitar 1 kilo meter dari kota Labuhan Bilik. Saya dilahirkan dan dibesarkan di desa ini. Orangtua juga tinggal disana, setelah melepas rindu sepulangnya dari Mesir saya dan keluarga jalan-jalan naik bot keliling sungai dan menyusuri sebuah pulau yang sangat legendaris sejak zaman penjajahan dahulu, nama pulau itu adalah ‘’Sikantan’’. Untuk lebih mengetahui bagaimana pulau sikantan tersebut saya akan ceritakan sedikit sejarah singkat kepada teman-teman pembaca.
Pulau Sikantan
Pulau Sikantan diambil dari nama seorang anak muda pada zaman dahulu, konon katanya Sikantan mendapatkan murka dari Allah karena dia menjadi anak yang durhaka. Ceritanya begini:
Sikantan adalah seorang anak muda mempunyai orang tua yang sudah tua renta. Mereka tinggal disebuah desa yang berada di Labuhan Bilik, desa itu bernama sungai merdeka. Sebelum Indonesia merdeka desa itu bernama ‘’sungai durhaka’’.
Dinamakan desa ini dengan sungai durhaka adalah dahulunya ada seorang anak muda yang durhaka kepada kedua orang tuanya (namanya Sikantan), terlebih lagi kepada ibunya yang sudah tua renta. Dia malu mengakui ibunya yang miskin setelah dia menjadi kaya raya karena mempersunting anak seorang raja, lalu Allah menenggelamkan seluruh kapal mereka dan menjadi sebuah pulau. Sejak saat itulah desa ini dinamakan sungai durhaka, namun setelah Indonesia merdeka desa ini dirubah oleh penduduk setempat menjadi sungai merdeka, karena kesan namanya tidak enak didengar.
Masyarakatnya juga masih menggunakan air sungai sebagai tempat mandi dan mencuci pakaian sampai buang air besar juga masih disana. Kelihatannya kesehatan sungai tersebut sungguh sangat memperihatinkan sekali. Karena rumah masyarakat disana rata-rata dekat dengan sungai, makanya untuk hal keperluan sehari ibu-ibu disana masih ketergantungan dengan sungai.
Jalan-jalan naik bot
Itulah sekilas sejarah dan kisah Labuhan Bilik dan pulau sikantan. Tepat pukul 17.00 WIB, kami sekeluarga jalan-jalan menelusuri pinggiran sungai dengan melihat pemandangan yang mengagumkan. Kami bisa melihat nelayan yang sedang berdayung mencari ikan, ada juga yang baru pulang dari sawah. Pokoknya seru, apalagi kalau kita bisa mengitari pulau sikantan yang letaknya berada ditengah-tengah sungai Labuhan Bilik.
Kami nai bot sekitar satu jam pulang pergi. Mengelilingi pinggiran pantai dan menelusuri sungai yang penuh dengan kenangan diwaktu kecil dulu. Dahulu kami sering sekali mandi disungai itu, kalau air sudah pasang, kamipun naik keatas pohon yang berada dipinggir sungai, setelah berada diatas kami meloncat ke sungai tanpa ada rasa takut. Itulah kenangan dahulu yang sampai sekarang masih terkenang.
Makan bersama keluarga
Setelah menyelesaikan petualangan kami menyelusuri pantai, tak terasa perut juga sudah mulai tidak bisa diajak kompromi. Kami segera bergegas pulang karena makanan khas Labuhan Bilik yaitu sambal dan rebus ikan ‘’Gulama’’ tambah rebus daun ubi, sudah menunggu. Sesampai dirumah ternyata dugaan kami benar, bahwa makanan sudah dihidangkan, tanpa basa basi dan pikir panjang kami langsung menyantap makanan yang berada didepan kami.
Inilah sekilas kisah kami dalam perjalanan di Labuhan Bilik, untuk lebih mengenal bagaimana Labuhan Bilik, teman-teman bisa langsung kesana atau nanti bisa kami pandu untuk sampai kesana.
H. Mukhyar Imran, Lc.
Panglima Timur Nomor 99 Telaga Suka, Panai Tengah,
Labuhan Batu 21472 SUMUT