Selasa 28 Feb 2012 10:22 WIB

Rekayasa Surat Tugas Berdalih Kesejahteraan Pegawai

Kamis 24 Februari 2012, tahun ini genap 13 tahun masa kerjaku sebagai PNS. Delapan tahun pertama aku ditempatkan di unit fungsional. Di sana sebagai pegawai dituntut independen dalam bertugas. Sebagai yunior yang belum banyak tahu, aku sering diberi tugas oleh senior waktu itu, yang memang aku ditunjuk sebagai koordinator suatu tugas.

Banyak hal yang tidak sesuai dengan hati nurani. Banyak sisi yang harus membuatku jenuh dan muak. Tahun demi tahun, posisiku beranjak mulai menjadi senior sehingga mempunyai sedikit power untuk mengambil sikap. Alhamdulillaah, beberapa kali mengkoordinir tugas, aku mendapatkan teman setim yang bisa sejalan, sehingga aku merasa aman dan nyaman.

Namun Allah menentukan lain. Aku di-rolling ke unit lain yang merupakan unit penunjang pendukung. Cukup senang sebenarnya aku di unit yang bergerak sebagai jasa layanan pengembangan kompetensi pegawai ini: aktif berhubungan dengan teman, kerja tim yang menyenangkan, dan jauh dari hal-hal yang tidak sesuai hati nurani.

Namun, jarak tempuh yang jauh antara rumah dan kantor menjadi kendala sehingga aku mencoba mencari-cari terobosan agar bisa dipindahkan ke unit yang lokasinya lebih dekat dengan tempat tinggal. Tidak mudah memang, namun aku tetap berusaha dan berdoa sambil terus melaksanakan tugas-tugas sehari-hari dengan gembira. Sampai suatu ketika atasan langsungku dipromosikan ke unit lain, dan digantikan oleh personil dari kantor pusat.

Hadirnya pimpinan baru membuat banyak perubahan dan terobosan untuk kesejahteraan pegawai di unitku. Namun sayangnya, tindakan itu adalah tindakan kecurangan. Satu bundel kwitansi rumah makan berisi 100 lembar dibeli dengan harga Rp 500.000. Satu lembar kwitansi bisa digunakan untuk mencairkan Rp 4.500.000, dengan data-data rapat palsu dan bisa dicairkan 1-2 kali sebulan.

Dengan data-data pencairan palsu tersebut, unit kecilku bisa mengumpulkan pundi-pundi kas yang bisa digunakan untuk makan siang pegawai seluruh ruangan setiap hari, keperluan sosial, THR, dan sebagainya.

Untuk uang makan, setiap pegawai sebenarnya sudah mendapat tunjangan. Kalau THR memang tidak ada anggaran dalan instansi pemerintah, karena gaji ke-13 biasanya diberikan pada saat tahun ajaran baru anak-anak sekolah. Kegalauan mulai menyelimutiku. Aku tidak mampu berbuat banyak. Aku hanya bisa menghindari makan gratis itu.

Pindah ke unit baru

Alhamdulillaah, Allah memberi jalan pada saat yang tepat, begitu pikirku saat itu. Karena, di saat galauku, aku mendapat rejeki yang selama ini aku inginkan, yang aku mohon di setiap doaku, yakni pindah ke unit yang lebih dekat dengan tempat tinggalku.

Di unit kerja yang baru itu, aku masih meraba-raba apa tugas-tugasku. Awalnya ada was-was, mampukah aku mengikuti alur dan ritme kerja di sini, yang kata big bosnya sedang diperlukan lulusan S2. Sementara aku cuma S1 kadaluarsa.  Pelan-pelan aku cermati dan aku pelajari. Alhamdulillaah belum ada kendala, kecuali itu adalah hal baru bagi aku.

Yang menjadi ganjalan adalah justru hal yang lebih berat dari penyebab kegalauanku di unit sebelumnya. Banyak honor-honor yang dibagikan atas nama suatu surat tugas tertentu tetapi aku merasa tidak ikut melakukannya. Atau kalau toh melakukannya, lama waktunya tidak selama yang tercantum dalam surat tugas itu. Terlebih, banyak yang sifatnya tugas-tugas rutin yang seharusnya memang tugas dan fungsi unit kerja. Dan itu frekwensinya sangat sering. sehingga nilai rupiahnya jika diakumulasi bisa 25% – 100% dari take home pay per bulan.

Setelah aku cermati, hal itu ternyata tidak hanya terjadi di unit kerjaku, tetapi hampir di seluruh unit kerja di instansi ini. Atau barangkali di seluruh instansi pemerintah di negeri ini? Aku tidak tahu.

Lantas, bagaimana dengan gaji dan tunjangan yang sudah diterima? Buat apa? Jika setiap tinta yang kita torehkan, setiap gerak yang kita lakukan di kantor ada honornya juga. Astaghfirullaah… aku tidak mampu berbuat banyak.

Beberapa sikap berbedaku bahkan menuai hasil “terisolir” dari yang lain. Beberapa pernyataanku menuai senyum sinis dan perilaku yang mengejek. Aku tidak bisa berbuat banyak selain berpasrah dan berdoa.

Hamba Allah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement