Senin 02 Dec 2013 12:18 WIB

Suami Selalu Selingkuh Saat Istri Hamil

Perselingkuhan (ilustrasi)
Foto: www.acehtraffic.com
Perselingkuhan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Saya seorang ibu rumah tangga (40 tahun) telah melangsungkan perkawinan selama 18 tahun. Selama berlangsungnya perkawinan, hubungan kami baik-baik saja dan kami telah dikaruniai tiga orang anak. Pada dasarnya suami saya orangnya baik. Semua kewajibannya sebagai suami sudah dilaksanakan dengan baik. Misalnya, apabila suami sedang libur, waktunya selalu dihabiskannya untuk istri dan anak-anaknya. Bahkan, suami tak segan-segan membantu pekerjaan saya di rumah.

Cuma saya tak habis pikir setiap kali saya sedang hamil dan sampai hamil yang ketiga pun suami selalu berbuat hal-hal yang membahayakan perkawinan kami. Bahkan ia telah berbuat yang menyakitkan hati saya. Suami selalu berselingkuh dengan wanita lain, dan akhirnya mereka berzina.

Setiap kali saya sedang hamil, suami selalu pulang tengah malam dan hari libur pun dihabiskannya di luar rumah. Hal tersebut menyebabkan saya menjadi marah dan kami jadi sering bertengkar. Namun demikian saya tetap melakukan kewajiban saya sebagai istri. Tetapi, setelah saya melahirkan, suami tidak melakukannya lagi, dan rumah tangga kami pun baik kembali.

Suami saya mengakui perbuatannya. Ia menjelaskan kejadiannya pada saya, di sebuah diskotek ia berkenalan dengan seorang wanita. Setelah lama ditemani minum dan bercakap-cakap, maka suami saya ditawari untuk menemaninya di kamar. Ia pun mengakui setiap saya hamil ia sering ke diskotek dan sering berkenalan dengan wanita yang ada di sana. Tetapi, hubungan itu tidak pernah berlanjut.

Ibu, walaupun suami saya sudah minta maaf, mengakui perbuatannya, dan berjanji tidak akan melanjutkan perbuatannya, saya tetap tidak terima dan masih sakit hati. Bisakah saya menuntut cerai di Pengadilan? Mohon penjelasannya.

Ibu D

Depok.

 

Jawaban:

Ibu Dini yang terhormat, kasus suami Ibu dapat dikategorikan masalah perzinahan. Yang dimaksud perzinahan adalah melakukan hubungan intim yang dilakukan oleh seseorang yang telah terikat perkawinan dengan seorang laki-laki atau perempuan (Pasal 284 KUH Pidana) dengan ancaman penjara paling lama sembilan bulan.

Hal ini tidak dapat dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, kemudian dalam tempo 3 (tiga) bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur. Mengingat perzinahan masih merupakan delik aduan, apabila tidak ada pengaduan dari pihak yang dirugikan maka pihak yang melakukan tidak dapat dikenakan hukuman penjara.

Salah satu alasan perceraian menurut pasal 19 huruf a. PP No 9 Tahun 1974 adalah apabila salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. Berdasarkan pasal tersebut, Ibu dapat mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan. Bagi perkawinan yang dicatatkan di KUA, gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Agama yang meliputi wilayah hukum tempat tinggal istri/Ibu, sedangkan bagi perkawinan yang dicatatkan di catatan Sipil, gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Negeri yang meliputi wilayah hukum suami/tergugat.

Pada umumnya, untuk mengajukan gugatan perceraian dengan alasan salah satu pihak melakukan perzinahan, hakim akan meminta putusan pengadilan pidana tentang perzinahan tersebut. Setelah adanya putusan pengadilan pidana tersebut gugatan perceraian baru akan diperiksa dengan alasan yang dimaksud.

Apa yang dilakukan oleh suami Ibu seharusnya tidak terjadi. Seorang suami yang istrinya sedang hamil berkewajiban untuk memberikan rasa aman terhadap istrinya sehingga secara psikologis baik kondisi ibu dan anak akan menjadi sehat. Pada umumnya, kasus perzinahan untuk gugat cerai, hakim minta putusan pengadilan pidana orang yang berbuat tersebut. Setelah adanya putusan pengadilan pidana baru bisa diajukan gugatan cerai.

sumber : Konsultasi Hukum Keluarga
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement