Rabu 18 Sep 2013 10:07 WIB

Bila Penghasilan Suami Tak Memadai

Hitunglah penghasilan suami istri dengan bijak untuk menghindari konflik/ilustrasi
Foto: weddingsevens.com
Hitunglah penghasilan suami istri dengan bijak untuk menghindari konflik/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Benarkah jika penghasilan istri lebih tinggi ketimbang suami akan selalu membuahkan konflik? Di mata Konsultan Perencanaan Keuangan, Safir Senduk, tidak ada masalah jika penghasilan suami lebih rendah dari istri. Justru mereka bisa saling membantu meringankan biaya rumah tangga. Para suami jangan minder, sebaliknya para istri pun jangan mentang-mentang. Semuanya low profile saja. Karena kalau istri mulai semena-mena, sikap itu salah dan bisa menjadi masalah.

''Ingat, status kaya atau tidaknya seseorang tidak ditentukan oleh penghasilan, gaji atau kekayaan. Tapi bagaimana mereka bisa menyimpan (menabung) dari penghasilannya,'' kata penulis buku Seri Perencanaan Keuangan Keluarga ini. Dia mencontohkan, untuk apa gaji besar, semisal Rp 10 juta per bulan, tapi tidak bisa menabung. Bandingkan dengan penghasilan Rp 2 juta per bulan, tapi bisa menabung walau hanya sedikit.

Menurut Safir, kalau ditinjau dari perencanaan keuangan keluarga secara umum, tidak ada aturan ideal pembagian penghasilan suami-istri. ''Karakter setiap orang itu berbeda-beda, makanya pembagian penghasilan suami-istri harus berdasarkan kesepakatan mereka sendiri,'' lanjutnya. Misalkan, kebutuhan rumah tangga sehari-hari diambil dari kocek suami, bayaran sekolah anak dari kocek istri tapi suami tetap mem-back up. ''Silakan saja membuat kesepakatan, karena adanya kesepakatan, pembagian itu menjadi lebih aman bagi si istri maupun suami.''

Bagi yang akan memasuki jenjang pernikahan, Safir mengingatkan, alangkah baiknya kalau kesepakatan itu dikomunikasikan sebelum pernikahan. Rinci saja, apa tanggungan suami, dan mana jatah yang harus dibayar si istri. Ketika menjalani rumah tangga, tinggal melaksanakan kesepakatan itu. ''Jangan sampai ketika menjalani rumah tangga, ternyata si istri tidak mau share.''

Sebagai konsultan, Safir mengaku kerap bertemu dengan keluarga di mana penghasilan istri lebih dominan. Ternyata mereka oke-oke saja, tidak ada masalah dan tidak menjadikan perbedaan penghasilan sebagai sumber konflik. Biasanya, mereka ini adalah orang-orang strata A yang memiliki pola berpikir lebih matang. Mereka pun biasanya berasal dari profesi yang berbeda. Bagaimana jika berada dalam profesi yang sama? Memang, cenderung muncul konflik. Tapi sebenarnya, tegas Safir, konflik itu lebih karena faktor psikologi. Karena itu, ia kembali mengingatkan agar istri tidak semena-mena kepada suami. Masalah ini bisa meruncing jika istri menceritakannya kepada orang lain (pihak ketiga). Maklum, masalah penghasilan termasuk masalah sensitif dan tidak etis diceritakan kepada pihak luar.

Bagi mereka yang menemui masalah akibat perbedaan penghasilan, Safir menawarkan solusi, yakni suami mencari penghasilan tambahan. ''Kalau kondisinya memungkinkan, tidak ada salahnya suami mencari tambahan di luar.'' 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement