Selasa 27 Aug 2013 10:04 WIB

Suami Larang Istri Aktif Pengajian, Apa Hukumnya?

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Endah Hapsari
Keluarga sakinah/ilustrasi
Foto: Republika/Agung
Keluarga sakinah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam kehidupan berumah tangga, antara suami dan istri muncul beragam dinamika. Ada kalanya berupa gesekan yang tak mengenakkan. Di satu sisi, istri dituntut untuk tetap taat terhadap suami, tetapi pada saat yang sama, suami kurang memahami keinginan istri. Kondisi itu juga sering terjadi dalam bentuk melarang istri aktif di pengajian atau majelis taklim. 

Tak hanya saat pengajian, terkadang larangan yang dikeluarkan sua mi itu mencakup semua kegiatan keagamaan. Alasan yang dikemukakan suami selaku kepala rumah tangga bisa bermacam-macam. Di antaranya, khawatir anak-anak tak terurus atau takut terjadi hal-hal lain yang tidak diinginkan. Lantas, bolehkah suami mengekang istri untuk terlibat dalam acara-acara keislaman? 

Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam Fatwa-Fatwa Kontemporer mengatakan, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi. Para istri dipandang sama dalam Islam, memiliki kesempatan sejajar untuk berbuat baik. Mereka, istri-istri, juga merupakan bagian dari masyarakat. 

“Maka, Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan.” (QS Ali Imran [3]: 195). Ayat ini menegaskan bahwa istri juga memiliki kewajiban atau tanggung jawab kemasyarakatan yang besar, seperti kewajiban berdakwah. 

Konon, pada masa Rasulullah, masjid merupakan satu-satunya sarana bagi para Muslimah untuk memperdalam ajaran agama Islam. Mereka mengikuti shalat jamaah dan saling bersilaturahim satu dengan yang lain. Kegiatan-kegiatan keislaman yang digelar di masjid atau tempat-tempat lainnya bisa menjadi sarana saling mengenal, juga ajang membantu dalam kebaikan dan takwa. 

Syekh Qaradhawi yang juga ketua Persatuan Ulama Islam se- Dunia itu pun menyebut bahwa fenomena pelarangan oleh suami terhadap istri tersebut juga marak di negara-negara Timur Tengah. Misalnya, di Aljazair dan Mesir. “Tentu, fenomena ini kita sesalkan,” tulisnya. Apalagi, masih banyak Muslimah yang membutuhkan sentuhan dakwah. Sementara, mereka terhalang mendapatkannya. 

Qaradhawi menyarankan agar para suami memberi kepercayaan istri untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Namun demikian, ia mengingatkan para Muslimah tersebut nantinya tidak boleh melalaikan hak-hak suami dan anak-anak mereka. Artinya, bila ia mendapatkan izin aktif di luar maka konsekuensinya ia harus bersikap adil. Bila hal ini tidak tercapai maka akan berbuah ketidakwajaran dan ketidakstabilan rumah tangga. “Sedangkan, prinsip Islam tidak ada bahaya dan kerugian,” tulisnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement