Jumat 08 Mar 2013 09:52 WIB

Anak Naksir Lawan Jenis, Bagaimana Sikap Orang Tua?

Rep: Desy Susilawati/ Red: Endah Hapsari
Ibu dan anak sedang berbincang/ilustrasi
Foto: kirschnerskorner.wordpress.com
Ibu dan anak sedang berbincang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Ketertarikan anak pada lawan jenis merupakan pertanda akhir balig. Ini me rupakan hal yang alami dan tak perlu dicegah. Orang tua hanya perlu mendampingi anan da agar tetap bertingkah laku sesuai norma yang dianut keluarga. Pubertas datang secara individual bagi tiap anak. Biasanya, di usia 11 sampai 12 tahun. “Menaksir lawan jenis merupakan bagian dari pubertas,” jelas psikolog pendidikan Alfa Restu Mardhika MPsi.

Ada pula anak yang tampak suka pada lawan jenis di usia SD, sebelum pubertas menghampirinya. Anak yang menunjukkan gelagat demikian biasanya kurang mendapatkan perhatian dari orang tua. Mereka juga terlalu gencar diterpa informasi yang tak sesuai dengan tahapan usianya, baik dari TV melalui tayangan sinetron, lagu cinta, maupun internet.

“Orang tua harus memperbaiki hubungannya dengan anak yang masuk tahapan puber sebelum masanya,” saran Alfa. Tingkah anak yang sedang puber sangat kasat mata. Ia akan salah tingkah di depan lawan jenisnya. Dia bakal tersenyum-senyum ketika berjumpa remaja yang di sukainya.

Di masa pubertas, fisik anak mengalami perubahan. Demikian juga dengan psikologisnya. Rasa tertarik pada lawan jenis mulai timbul diikuti suka dan jatuh cinta. Pendampingan semestinya berjalan sejak anak usia dini. Di umur enam tahun, orang tua sudah harus mengajarkan perbedaan laki-laki dan perempuan. “Ketika ananda beranjak remaja, ayah dan bunda tinggal mengajaknya berdiskusi,” tutur dosen psikologi Universitas Yarsi ini.

Orang tua perlu memahami fase pubertas. Ayah dan bunda harus mendekatkan diri ketika anak beranjak remaja. Melarang anak untuk meredam rasa sukanya tidaklah bijaksana. Mencegahnya berpacaran juga tak bisa dengan sembarang melarang.

Di awal masa remajanya, anak tak mempan diceramahi. Nasihat orang tua bakal masuk ke kuping kanan dan keluar dari kuping kiri. Lebih dari itu, ia bisa saja menunjukkan pembangkangan. Alfa menyarankan agar orang tua menghindari penggunaan kalimat lugas. Melarang anak berpacaran dan menyuruhnya fokus ke pelajaran bukanlah per kataan yang mengena. “Bukannya menurut nanti malah jadi penasaran.”

Sikap demikian hanya akan membuat anak merasa tak nyaman berbincang dengan orang tuanya. Ketika itu terjadi, anak bakal lebih suka mencari sumber rujukan lain. Mereka memilih untuk bertanya kepada temannya yang juga masih meraba-raba cara menjalani pubertas.

Kala anak menyatakan keinginannya berpacaran, orang tua tak perlu bersikap berlebihan. Dengarkan curahan isi hatinya. Coba tanyakan definisi pacaran menurut anak. Belum tentu maknanya sama dengan gambaran di benak ayah dan bunda.

Saat yang tepat untuk memberikan masukan datang setelah anak merasa nyaman bercerita dan berkonsultasi. Seperti apa caranya? Nyatakan anak boleh saja kagum pada lawan jenis. Akan tetapi, dalam Islam tak mengenal pacaran. Jelaskan hubungan yang terjalin hanyalah sementara, tanpa komitmen, bisa bubar kapanpun.

Andaikan anak terpengaruh oleh te man nya yang berpacaran, coba tuntun anan da untuk mencermati keberadaan dampak positif yang terlihat dari temannya itu. Biasanya remaja yang berpacaran akan meng alami penurunan prestasi belajar. “Berbeda dengan anak yang belum mengenal pacaran," ungkap Alfa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement