Senin 14 Apr 2014 21:02 WIB

Bawaslu: Kuat Indikasi Manipulasi Perolehan Suara di PPS

Rep: Ira Sasmita/ Red: Joko Sadewo
Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Komisioner Bawaslu Daniel Zuchron

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad mengatakan ditemukan indikasi kuat atas dugaan manipulasi perolehan suara di tingkat panitia pemungutan suara (PPS) dari hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).

"Perubahan penghitungan hasil suara di tingkat PPS. Indikasinya sangat kuat. Kami akan mengevaluasi untuk mencegah terjadinya perubahan tersebut, terutama untuk strategi pengawasan," kata dia.

Bawaslu juga menemukan dugaan perubahan hasil penghitungan suara tersebut terjadi di Propinsi Sulawesi Selatan, Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, terutama di Kabupaten Ciamis.

"Itu temuan pengawas lapangan yang dilaporkan ke kami. Hasil penghitungan suara rekapitulasi dirubah dengan mengalihakan suara antar calon anggota legislatif (caleg). Kemungkinan terjadi di banyak provinsi, tapi untuk sementara yang paling nyata terjadi di lima propinsi itu," ujarnya.

Indikasi terjadinya perubahan hasil penghitunghan suara tersebut, menurut dia juga terlihat dari laporan bahwa pleno di tingkat PPS, hasil perolehan suara di TPS (form C1), berbeda-beda. Perubahan dari hasil penghitungan suara tersebut, merupakan indikasi terjadinya dugaan pelanggaran dengan membuka kotak surat suara.

Padahal sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, kotak suara yang tersegel dapat dibuka atas perintah rapat pleno di tiap tingkatan, pengadilan atau lembaga hukum lainnya.

Komisioner Bawaslu, Daniel Zuchron menambahkan, ada tiga hal dalam peristiwa perubahan hasil penghitungan suara itu. Pertama,  caleg dari hasil hitung cepat yang tidak mungkin lolos, tiba-tiba mendapat tambahan suara. Kedua, perolehan suara partai dipindahkan ke suara perolehan caleg. Kemudian, ketiga adalah dimana suara partai yang diketahui tidak lolos parliementary treshold (PT), dipindahkan.

"Dari ketiganya itu, tidak mungkin dilakukan tanpa melibatkan penyelenggara pemilu sebagai partner in crime. Karena sifatnya sudah ada penjual dan pembeli," ujar Daniel.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement