Rabu 22 Nov 2017 18:47 WIB

Anak Indonesia Rentan Alami Anemia

Rep: Dessy Susilawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
Penderita anemia.
Foto: Anemia101.com/ca
Penderita anemia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih banyak permasalahan gizi yang terjadi di Indonesia sebagai negara berkembang. Mulai dari kekurangan zat gizi makro maupun mikro seperti anemia.

Anemia dapat terjadi karena kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga cadangan zat besi untuk pembentukan sel darah merah berkurang yang menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) darah kurang dari normal. Konsultan gizi Jansen Ongko MSc, RD mengatakan anemia tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, melainkan juga dapat menyerang anak balita dan usia sekolah.

Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT) melaporkan kejadian anemia defisiensi besi sebanyak 48,1 persen pada kelompok usia balita dan 47,3 persen pada kelompok usia anak sekolah.

Pada fase awal penyakit, anemia pada anak biasanya tidak menunjukkan gejala.  Namun jika terus berlanjut atau kadar Hb sangat rendah, kurangnya sel darah merah yang membawa oksigen menyebabkan tubuh kekurangan pasokan oksigen dan organ tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya timbul berbagai gejala seperti anak menjadi mulai lemas, lelah, lesu, kulit terlihat pucat, kuku jari tangan pucat, sesak napas, berat badan tidak naik optimal, bahkan dapat terjadi penurunan berat badan.

"Anak juga rentan terkena infeksi karena menurunnya sistem kekebalan tubuh," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (22/11).

Anemia pada anak juga dapat menimbulkan perilaku makan yang tidak biasa (yang disebut pica) seperti mengonsumsi es batu, tepung, tanah, rumput, dan daun-daunan. Kondisi ini biasanya pulih setelah anemia teratasi dan anak tumbuh dewasa.

Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada anak akan memberikan dampak yang negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Selain itu berkurangnya kandungan besi dalam tubuh juga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi ke jaringan berkurang.

ADB juga berdampak buruk pada otak karena dapat menyebabkan transfer oksigen terhambat, kecepatan hantar impuls syaraf terganggu, serta gangguan perilaku dan konsentrasi sehingga anak akan ,mengalami penurunan daya konsentrasi, daya ingat rendah, dan tingkat IQ yang rendah."Akibatnya penurunan prestasi belajar dan kemampuan fisik pada anak," tambah pria yang juga berprofesi sebagai dukator, pengarang buku dan juga founder dari Lagizi Health & Nutrition Services.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement