Selasa 13 Sep 2016 09:10 WIB

Lawan Obesitas dengan Pajak Minuman Bersoda

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Batasi konsumsi minuman bersoda, karena selain memicu diabetes soda yang berlebihan tak baik untuk jantung.
Foto: torange
Batasi konsumsi minuman bersoda, karena selain memicu diabetes soda yang berlebihan tak baik untuk jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, Pemerintah Kota New York pada akhir Desember lalu disarankan memberlakukan pajak 18 persen pada minuman bersoda (soft drink) dan sejenisnya. Pemberlakukan pajak ini ditengarai mampu membalikkan epidemi obesitas di Amerika Serikat.

Kategori makanan yang dikenakan pajak ini adalah minuman bersoda nondiet yang mengandung sari buah kurang dari 70 persen. Dilansir dari Eating Well, Selasa (13/9), pemerintah setempat memperkirakan bisa mengumpulkan pendapatan hingga 404 juta dolar AS atau setara Rp 5,3 triliun melihat kebiasaan penduduk minum minuman bersoda saat ini.

Mereka memprediksikan terjadi penurunan konsumsi minuman bersoda hingga lima persen jika besaran pajak ditingkatkan menjadi 18 persen. Ada sekitar 20 negara bagian di AS yang diusulkan menerapkan aturan serupa.

Pendapatan tersebut bisa digunakan untuk menyubsidi harga-harga makanan sehat lainnya di pasaran. Ini merupakan riset yang pernah dipublikasikan dalam The American Journal of Public Health.

Minuman bersoda biasanya memiliki kadar gula tinggi karena terbuat dari air gula yang diisi gas tanpa mengandung nilai gizi sama sekali. Kandungan gula dalam seporsi minuman bersoda empat kali lipat dibanding minuman manis lainnya.

Selain obesitas, minuman bersoda juga merusak ginjal, gigi, menurunkan kualitas sperma pada pria, tulang mudah rapuh, menipiskan lapisan lambung, gangguan jantung, dan memicu penyakit asam urat. Minuman bersoda juga tidak baik bagi ibu hamil karena bisa memicu bayi cacat atau kematian janin. Serta membuat si ibu menderita diabetes gestasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement