Jumat 13 Nov 2015 12:25 WIB

Waspadai Bahaya Resistensi Antibiotik

Rep: C04/ Red: Indira Rezkisari
Penggunaan antibiotik sebaiknya diminimalisir atau tidak dikonsumsi sama sekali.
Foto: pixabay
Penggunaan antibiotik sebaiknya diminimalisir atau tidak dikonsumsi sama sekali.

REPUBLIKA.CO.ID, Luka ringan kerap membuat orang ketakutan. Pikiran akan luka yang berubah jadi infeksi membayangi. Akibatnya, tanpa berkonsultasi ke dokter obat antibiotik ditenggak sembarangan.

Tak hanya itu, terkadang ketika seseorang terkena flu atau batuk yang tidak kunjung sembuh, mereka pun tak ragu menambahkan sendiri dosis obat antibiotik yang diminum. Padahal hal tersebut berakibat fatal. Bahkan dapat menyebabkan penyakit tak kunjung sembuh, dikarenakan tubuh sudah resisten terhadap obat antibiotik.

 

Menurut Sekretaris Program Pengendalian Resistensi Mikroba atau PPRA Kementerian Kesehatan, Anis Karuniawati, MD., PhD., Clinical Microbiologist, sayangnya bahaya resistensi ini sulit dicegah di tengah masyarakat. Jika tubuh sudah resisten, hal yang bisa dilakukan adalah memperlambat penyebaran bakteri resisten tersebut.

(baca: Berat Badan Berlebih Pengaruhi Menstruasi Dini)

 

“Untuk mengembangkan satu antibiotik baru memerlukan waktu selama 10 hingga 15 tahun. Sedangkan untuk terbentuknya resistensi antibiotik hanya memerlukan waktu dua tahun sejak antibiotik pertama digunakan,” ungkapnya dalam acara media gathering World Antibiotic Arareness Week di Jakarta.

 

Bila masyarakat tidak cepat tanggap dan sadar akan bahayanya, maka menurut Anis  ke depannya sudah tidak ada lagi penyakit akibat bakteri yang bisa diobati atau disebut sebagai 'era post antibiotic'. Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam mengkonsumsi obat antibiotik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement