Jumat 21 Aug 2015 10:20 WIB

Kanker Bukan Hukuman Mati Bagi Penderitanya

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Berolahraga teratur dan menerapkan pola makan sehat bermanfaat untuk mengurangi risiko kanker.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Berolahraga teratur dan menerapkan pola makan sehat bermanfaat untuk mengurangi risiko kanker.

REPUBLIKA.CO.ID, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan kanker sebagai penyebab utama kematian global. Meski demikian, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Profesor Hasbullah Thabrany mengatakan kanker bukanlah hukuman mati yang tak bisa diobati.

"Orang-orang, bahkan dokter mengatakan bahwa kanker adalah hukuman mati. Ini salah sebab sekarang banyak pengobatan kanker yang bisa menyembuhkan pasien," ujar Hasbullah dijumpai Republika dalam paparan 'The Results of a Study on the Socioeconmic Burden of Cancer in Southeast Asian Countries' di Nusa Dua, Bali, Kamis (20/8).

Mantan Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia ini menambahkan orang-orang yang didiagnosa kanker tetap bisa bertahan hidup. Kuncinya adalah menerapkan pola hidup sehat. Dia mengakui, tingkat kematian dari beberapa jenis kanker, seperti paru-paru dan hati terbilang tinggi, namun kanker jenis lainnya, seperti payudara, kolorektal, dan serviks bisa ditangani dan tingkat kematiannya lebih rendah.

"Kanker itu bukan takdir, jadi jangan pernah menyalahkanTuhan. Hindari faktor risikonya supaya diri kita terlindungi dari kanker," tambahnya.

Peningkatan masalah kanker dapat menyebabkan krisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara jika pemerintah pusat dan daerah tak masing-masingnya tak kunjung mengambil langkah penanganan yang tepat. Kanker akan menyebabkan kebangkrutan dan kematian pada anggota keluarga.

Hasbullah mengatakan anggaran kesehatan yang disiapkan pemerintah di Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan dengan risiko penyakit yang mengancam masyarakat. Ia mencontohkan total penjualan rokok di Indonesia mencapai Rp 400 triliun per tahun, sedangkan anggaran kesehatan pemerintah hanya Rp 70 triliun.

Mayoritas perokok di Indonesia adalah masyarakat berpendapatan ekonomi menengah ke bawah. Harga rokok di Indonesia juga terbilang murah, sehingga orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak bisa mengonsumsinya.

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement