Selasa 03 Feb 2015 17:33 WIB
Wabah demam berdarah

Penderita DBD di Bandung Terus Bertambah

Rep: C80/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah anak pasien demam berdarah (DB) menjalani perawatan ruang anak RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (30/1).
Foto: Antara
Sejumlah anak pasien demam berdarah (DB) menjalani perawatan ruang anak RSUD Indramayu, Jawa Barat, Jumat (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Penderita DBD di kabupaten Bandung terus bertambah. Setelah sebelumnya, mengawali tahun 2015, sedikitnya 22 warga Kabupaten Bandung terjangkit DBD selama bulan Januari. Memasuki bulan Februari ini warga terdampak DBD kembali bertambah.

Masyarakat diminta waspada didalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Sebab, memasuki musim penghujan penyebaran nyamuk pembawa DBD semakin meluas.

''Memasuki bulan Februari, selama tiga hari sudah ada lima warga yang terkena DBD,'' kata Riantini, Kabid Pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, saat dihubungi Republika, Selasa (3/2).

Riantini menjelaskan, sebagian di antara mereka sudah ada yang sembuh. Tapi, sebagian lagi masih dirawat di beberapa rumah sakit. Penyakit DBD memang bisa menyerang kapan saja.

Ia menambahkan, meskipun sudah ada puluhan warga yang terjangkit, kondisi tersebut masih dianggap normal. Pasalnya, beberapa dari warga yang terjangkit kondisinya mulai membaik. Sehingga, pihaknya saat ini masih belum menyatakan status KLB maupun siaga.

''Kita masih pantau terus situasinya. Di daerah-daerah lain, memang awal tahun ini penyakit DBD sudah merebak. Namun, di Kabupaten Bandung masih wajar," tambahnya.

Dirinya mengungkapkan, jumlah kasus DBD di wilyahnya cenderung mengalami penurunan selama beberapa tahun terakhir. Tahun lalu ada 955 kasus dengan 3 di antaranya meninggal dunia, sedangkan tahun sebelumnya di atas seribu kasus.

Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten Bandung, angka case fatality rate selama tiga tahun terakhir menunjukkan penurunan. Pada 2012, CFR DBD yaitu 0,98 persen, lalu menurun menjadi 0,37 persen pada 2013 dan 0,31 persen pada 2014. CFR adalah perbandingan antara korban meninggal dengan total kasus DBD.

Meskipun demikian, dirinya tetap menghimbau supaya warga waspada terhadap penyakit yang disebabkan vektor nyamuk aedes aegypti tersebut. Sebab, penyakit tersebut tidak hanya terjadi pada musim hujan, namun juga dapat beraksi saat kemarau. Di samping itu, penyakit tersebut juga menyerang berbagai usia.

"Untuk mengatasi penyebaran DBD di berbagai daerah, Dinkes melakukan berbagai upaya, di antaranya dengan melakukan pengasapan dan pemberian bubuk abate. Selain itu, kami juga terus melakukan berbagai penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya DBD," ujarnya.

Orang yang terjangkit DBD, kata dia, kerap mengalami berbagai gejala, seperti demam, serta suhu badan tinggi selama tiga hari berturut-turut. Apabila sudah merasakan hal tersebut, dia meminta agar masyarakat segera memeriksakan diri ke rumah sakit ataupun puskesmas terdekat.

''Sebab, jika penanganan terlambat, akibatnya bisa fatal akibat menurunnya trombosit. Itu bisa menyebabkan kematian," paparnya.

Rianti menuturkan, untuk mencegah penyakit tersebut, masyarakat diajak untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat di lingkungannya. Selain itu juga disarankan untuk tidak banyak memiliki tempat penampungan air.

"Jentik nyamuk aedes aegypti penyebab DBD ini tumbuh di dalam air yang jernih. Jadi tempat penampungan air seperti bak mandi, dispenser, gentong, dan lainnya harus sering dibersihkan," tuturnya.

Hingga saat ini, 18 kecamatan di Kabupaten Bandung merupakan daerah endemi DBD, di mana terjadi kasus selama tiga tahun berturut-turut. Sebagian besar berada di wilayah perkotaan, seperti kecamatan Ciparay, Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Margahayu, Katapang, Pameungpeuk, dan Margaasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement