Kamis 26 Jul 2012 10:07 WIB

Hobi Makan Enak? Tolong, Waspadai Ini

Rep: Wachidah Handasah/ Red: Endah Hapsari
Beberapa sumber makanan bebas kolesterol (ilustrasi)
Foto: PIERREDEJAGER
Beberapa sumber makanan bebas kolesterol (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Lemak telah lama hadir dalam menu makanan manusia. Tepatnya sejak sekitar 3 juta tahun, lalu ketika nenek moyang kita mulai memakan daging. Dan, meski diperlukan oleh tubuh, lemak yang dikonsumsi dalam jumlah berlebih menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan.

Selain lemak, dikenal pula apa yang disebut kolesterol yakni zat lemak yang terdapat dalam daging, unggas, telur dan produk-produk susu. Pada sekitar tahun 1960-an, para ahli kedokteran mulai melihat indikasi bahwa pasien yang kadar kolesterol dalam darahnya tinggi cenderung menderita sakit jantung. Ini karena kolesterol akan membentuk endapan pada dinding pembuluh darah lapisan dalam. Akibatnya, pembuluh darah pun menyempit dan tak sanggup mengalirkan darah secukupnya melalui otot jantung.

Berdasar pemahaman itu, para dokter lalu menganjurkan para pasien jantung untuk mengkonsumsi makanan rendah kolesterol, mengganti mentega dengan margarin yang terbuat dari minyak sayur, mengurangi konsumsi telur dan daging. Untuk kondisi saat itu dimana pengetahuan kedokteran belum semaju sekarang, saran itu adalah yang terbaik.

Namun ketika ilmu kedokteran makin maju dan para ahli kian memahami bagaimana tubuh manusia bekerja, maka saran yang di tahun 1960-an lalu merupakan yang terbaik kini jadi terlalu sederhana. Buktinya, pada sejumlah orang, kadar kolesterol dalam darah tetap saja tinggi. Tak peduli apapun yang mereka makan. Sebaliknya, tak sedikit pasien penyakit jantung yang mempunyai kadar kolesterol normal. Mengapa bisa begitu?

Jawaban untuk pertanyaan itu baru diketahui belum lama ini. Yaitu, bahwa seberapa banyak kolesterol yang dimakan tidak selalu menentukan seberapa banyak kolesterol yang terdapat dalam darah. Harus diingat bahwa tubuh juga menghasilkan kolesterol sendiri. Dan pada beberapa orang, tubuh mereka kurang efisien dalam merespon upaya pengurangan kadar kolesterol yang dilakukan. Ini besar kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik.

Karena itu yang perlu diupayakan adalah bagaimana agar kadar kolesterol dalam darah tetap terkontrol, namun pada saat yang sama seseorang tak perlu mengenyahkan kolesterol dalam daftar menu makanan mereka. Pernyataan diatas boleh jadi membingungkan. Namun kata para ahli, itu bukan hal mustahil. Dan kuncinya, lagi-lagi, masih dengan mengurangi tingkat konsumsi daging berwarna merah, krim dan mentega. Tapi bedanya upaya pengurangan itu tidak didasari pada seberapa banyak kandungan kolesterolnya, namun lebih pada kandungan lemak jenuhnya.

Alasannya, karena lemak jenuh meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Dengan pemahaman itu, telur kembali punya peluang dinikmati. Sebab, meski berkolesterol tinggi, bahan makanan ini tidak mengandung lemak jenuh. Karena itu, tak ada salahnya bila telur dicabut dari daftar makanan terlarang, kecuali bagi mereka yang punya problem kolesterol sangat serius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement