Senin 04 Jun 2012 11:04 WIB

Sering Deg-degan? Hati-hati Stroke Mengintai!

Scan otak untuk mengetahui kerusakan akibat stroke
Foto: .
Scan otak untuk mengetahui kerusakan akibat stroke

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap orang harus waspada jika denyut jantung sering tidak teratur atau bahkan ada denyut yang hilang, karena ternyata bisa saja hal itu merupakan gangguan irama jantung yang berpotensi untuk memicu serangan stroke.

Kepala Divisi Aritmia di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, dr. Yoga Yuniardi, SpJP(K) mengatakan kejadian stroke yang sering tidak diketahui penyebabnya bisa disebabkan oleh fibrilasi atrium yakni salah satu jenis gangguan irama jantung yang tidak terdeteksi sebelumnya.

"Secara teknis stroke disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke otak, sehingga fungsi otak bisa hilang sebagian atau seluruhnya secara cepat," kata Yoga dalam sebuah seminar di Jakarta.

Hal itu dimungkinkan karena pada jenis stroke iskemik (non-hemoragik), bekuan darah yang terbentuk pada pembuluh darah (trombosis) atau pada tempat lain dan mengikuti aliran darah (emboli) yang juga menyuplai darah ke jaringan otak.

"Berbeda dengan penderita stroke hemoragik, yang disebabkan oleh robeknya dinding pembuluh darah perdarahan di otak atau pada permukaan otak, kasus ini hanya diderita oleh sekitar 15-20 persen penderita," kata Yoga.

Saat ini ada sekitar 10-15 juta penderita gangguan irama jantung (fibrilasi atrium/FA) yang seluruhnya berpotensi terkena stroke dengan risiko yang terus meningkat seiring bertambahnya usia, katanya.

Menurut Riset Kesehatan Dasar Kemenkes 2007, stroke merupakan penyebab kematian terbesar penduduk Indonesia berusia lebih dari 5 tahun, yaitu 15,4 persen dari jumlah kematian penduduk Indonesia dengan rata-rata kejadian stroke di 33 provinsi di Indonesia sebesar 0,8 persen dengan kisaran 1,66 persen di Aceh dan 0,38 persen di Papua.

"Pembekuan dan penggumpalan darah (tromboemboli) adalah persoalan paling besar bagi pasien dengan fibrilasi atrium (FA) karena mereka berpotensi lima kali lebih besar terkena stroke, belum termasuk berbagai pemicu stroke lain seperti diabetes atau hipertensi," kata Yoga.

Selain itu, ia juga memaparkan bahwa penderita stroke dengan FA berpotensi mengalami dampak yang lebih parah dengan rekurensi dan resiko kematian yang juga lebih tinggi.

 "Pengulangan serangan (frekurensi) pada penderita FA adalah 6,9 persen sementara pasien tanpa FA hanya 4,7 persen, memang dari angka tidak terlalu signifikan tetapi serangan stroke juga dipicu oleh berbagai faktor lain, bukan hanya FA saja," katanya.

Beberapa faktor risiko pada penderita FA di antaranya adalah pasien lebih tua dari 60 tahun, penderita diabetes, memiliki tekanan darah yang tinggi, mempunyai penyakit jantung koroner atau pernah mengalami serangan jantung.

Sementara penderita gagal jantung, kelainan jantung bawaan, dan penyakit jantung struktural yang pernah mengalami operasi jantung terbuka juga memiliki risiko yang lebih tinggi terkena FA.

"Hal itu juga berlaku pada penderita tiroid, penyakit paru menahun, kelainan tidur yang menyebabkan lupa bernafas (sleep apnea), serta orang yang mengkonsumsi alkohol atau kopi secara berlebihan," katanya.

Menurut Yoga, FA sebenarnya tidak secara langsung berhubungan dengan gaya hidup penderita, tetapi beberapa faktor risiko lain seperti hipertensi dan diabetes tentunya dipengaruhi oleh gaya hidup dan pola makan si penderita.

sumber : Antara/rumahbacaonline
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement