Selasa 20 Sep 2011 11:32 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil untuk FCTC Menggugat Presiden dan DPR

Red: cr01
Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja menata daun tembakau sebelum dikeringkan di Klaten, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Empat Lembaga Swadaya Masyarakat, yaitu YLKI, FAKTA, KuIS dan LM3, melakukan “perlawanan” atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta, dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), Senin (19/8).

Kasasi ini bertujuan, agar majelis hakim MA memeriksa ulang atas perkara ini, dan kemudian menganulir putusan Pengadilan Negeri (PN) dan PT Jakarta, karena tidak cermat dan salah menerapkan hukum.

"Sehingga detik ini, Pemerintah Indonesia belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Dan DPR-RI juga belum membuat dan mengesahkan RUU Pengendalian Dampak Tembakau," ujar Koordinator Koaliasi Masyarakat Sipil untuk FCTC, Tulus Abadi.

Terkait dengan FCTC, lanjut Tulus, secara historis dan substantif delegasi Pemerintah Indonesia ikut terlibat aktif dalam proses pembahasan, bahkan sebagai salah satu legal drafter. Delegasi Indonesia pun hadir dalam Sidang Kesehatan Dunia (WHA/World Health Assembly) di Geneva, untuk menerima dan menyetujui substansi FCTC. "Namun demikian, Indonesia menjadi negara yang paling ironis, karena tidak pernah menandatangani FCTC. Dan hingga kini tidak pula meratifikasi FCTC," sesalnya.

Saat ini, FCTC  telah diratifikasi oleh lebih dari 172 negara anggota World Health Organization (WHO), dan telah menjadi hukum internasional. FCTC adalah hukum internasional pertama di dunia, yang digagas oleh WHO, untuk mengendalikan konsumsi tembakau.

Menurut Tulus, gagasan WHO ini dipicu oleh suatu fakta bahwa di seluruh dunia, konsumsi tembakau telah menjadi wabah yang sangat mengkhawatirkan. Bahkan, menurut data statistik WHO, tembakau adalah merupakan pemicu pembunuh utama dari jenis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang tingkat pertumbuhannya paling cepat.

"Bagaimana dengan kondisi Indonesia? Kini Indonesia menjadi konsumen terbesar ketiga di dunia dengan jumlah perokok sebesar 68 juta jiwa. Dengan jumlah rokok yang diproduksi mencapai 265 miliar batang per tahun," paparnya.

Tulus menambahkan, tidak meratifikasi FCTC berarti pemerintah telah melanggar ketentuan hukum sebagai berikut: UUD 1945 (Pasal 28 dan 34), UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Pasal 6, 9, 44, 74), UU tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 23 Tahun 2002 Perlindungan Anak (Pasal 59), UU No. 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (Pasal 2, ayat 1).

"Adapun alasan utama mengapa Presiden dan DPR-RI kami gugat adalah karena Presiden tidak menandatangani, tidak meratifikasi atau mengaksesi FCTC, yang merupakan bentuk kerangka konvensi internasional untuk melindungi rakyat dari dampak buruk epidemi tembakau," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement