Senin 11 Apr 2011 12:18 WIB

Video Games Kinetis, Terapi Alternatif Pasien Stroke?

Rep: Agung Sasongko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Terapi fisik pasien dengan video games virtual
Foto: Healthy Living
Terapi fisik pasien dengan video games virtual

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Video game tak pernah selesai jadi pembicaraan pakar kesehatan. Di satu sisi, ia dituding sebagai pemicu kegemukan, rasa malas dan efek negatif lain pada anak-anak. Namun, disisi lain, video game juga memberikan manfaat lain, yakni melatih saraf motorik atau  membantu anak mengembangkan daya imajinasi yang diperlukan dalam masa  pertumbuhannya.

Nah, khusus manfaat video game terhadap saraf motorik, para ahli tengah mengembangkan terapi bermain video game pada pasien jantung pascaoperasi. Terapi ini dimaksudkan untuk melatih kekuatan otot dan fungsi saraf yang terganggu akibat stroke.

Gustavo Saposnik, Direktur Riset, Rumah Sakit St. Michael, Universitas Toronto mengatakan rehabilitas penyembuhan pasien stroke dan jantung berkembang sangat baik. Salah satu pengembangan terapi yang tengah digarap adalah penggunaan game virtual.

Game tersebut, menurut dia, akan membantu meningkatkan perbaikan saraf, aktifitas dan partisipasi sosial pasien. "Video game virtual dapat memberi alternatif yang terjangkau, menyenangkan dan efektif untuk mengintensifkan pengobatan sekaligus mempromosikan pemulihan saraf setelah stroke," ungkap dia seperti dilansir Healthday, Jum'at (8/4).

Seperti diketahui, lebih dari 75 persen pasien stroke mengalami masalah pada saraf. Mereka mengalami paralisis (lumpuh),atau kesulitan kesimbangan dan kordinasi antar otot yang menyulitkan pasien bersangkutan dalam beraktifitas.

Sejauh ini, pola rehabilitasi konvensional yang dilakukan tidak cukup signifikan memberikan kesembuhan secara cepat dan tepat kepada pasien. Para peneliti berharap kehadiran terapi video game bisa membuat rehabilitasi pasien stroke berlangsung optimal.

Berangkat dari harapan tersebut, Saposnik bersama koleganya tengah menggarap studi yang disebut disebut meta-analisis. Studi ini dilakukan guna mengetahui sejauhmana game virtual mampu memberikan manfaat dalam rehabilitasi pasien stroke. Untuk itu, Saposnik bersama timnya segera mencari studi yang berhubungan dengan teori yang tengah mereka kembangkan. Mereka coba mencocokan data yang ada kemudian diharapkan mampu memberikan kesimpulan.

Dari analisis data terhadap 12 studi yang melibatkan 195 pasien dengan rentang usia 26 hingga 88 tahun, diperoleh fakta bahwa video game memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap penderita stroke ringan. Guna memperkuat kesimpulan, Sapsonik melakukan observasi terhadap pasien stroke secara random. Setiap pasien yang diacak merupakan perokok dan non perokok. Dari pasien yang terpilih kemudian diberikan terapi yang berbeda yakni terapi video games dan terapi konvensional.

Hasilnya, pasien stroke yang mengikuti terapi video game mengalami kemajuan kemampuan saraf dan otot mereka 14.7 hingga 20 persen. Dibanding dengan pasien yang menjalani terapi konvensional, pasien terapi video games virtual mampu menyembuhkan diri 4.89 kali lebih cepat. Untuk ukuran waktu penyembuhan, hasil analisis Saposnik menyebutkan jauh lebih cepat ketimbang terapi konvensional yakni 20 hingga 30 jam selama 4-6 minggu.

Dalam kesimpulannya, Saposnik menjelaskan video games membantu otak pasien stroke untuk menata kembali sistem saraf termasuk koneksi sel yang mengalami

gangguan. "Studi yang kami kerjakan mengkonfirmasi manfaat dari video games dalam rehabilitasi pasien stroke. Meski demikian, studi terus kami kembangkan sebelum bisa dimanfaatkan secara umum. Intinya kami sudah berada di jalur yang benar," kata dia.

Dr. Ralph L. Sacco, Presiden Asosiasi Jantung Amerika menilai studi yang dikerjakan Saposnik dan koleganya membutuhkan riset yang lebih luas lagi untuk mengevaluasi secara menyeluruh dampak games virtual terhadap pasien stroke. "Kebanyakan pasien enggan menjalani terapi. Bisa jadi, dengan terapi model ini, pasien bisa lebih tertarik sehingga mempercepat kesembuhan mereka, " komentar Sacco. Namun, dia menambahkan pula masih terlalu dini bagi pasien untuk mencoba terapi yang digagas Saposnik dan koleganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement