Rabu 14 Dec 2011 18:28 WIB

Kisah Relawan di Mentawai (2): Menyusuri Korban Bencana dengan Mobile Clinic

Perahu kayu sewaan yang dijadikan mobile clinic.
Foto: Foto-foto: Dok. Mer-C
Perahu kayu sewaan yang dijadikan mobile clinic.

Kebiasaan MER-C ketika bertugas di wilayah bencana, selain membuka pelayanan medis (pengobatan) di posko, juga ada tim medis yang melakukan kegiatan mobile clinic atau pengobatan medis keliling. Mobile clinic bertujuan untuk memberikan bantuan medis bagi korban-korban bencana yang belum terjangkau atau terjamah bantuan. Namun tak jarang dalam kegiatan mobile clinic, tim membawa serta bantuan logistik dan lainnya yang diterima dari para donatur.

Hal serupa juga kami lakukan di wilayah gempa dan tsunami di Mentawai. Mobile clinic pertama kami tujukan ke sebuah desa di ujung utara Pagai Utara, Kepulauan Mentawai. Desa ini bernama Desa Passapuat. Perjalanan ke desa Passapuat hanya dapat dilakukan melalui jalur laut karena akses darat masih terputus.

Akhirnya kami pun mencari perahu yang dapat disewa untuk mobile clinic. Harga sewa yang ditawarkan untuk sebuah kapal kayu cukup tinggi, tawar menawar pun terjadi. Akhirnya tercapai juga kesepakatan dan kami pun berangkat berlayar ke desa Passapuat dengan menggunakan kapal kayu milik warga setempat.

Jarak tempuh perjalanan diperkirakan lebih kurang 6 jam. Baru satu jam berlayar, kapal kayu sewaan mulai terasa terombang-ambing tak tentu arah. Kondisi diperparah dengan hujan yang mulai turun. Semakin lama kami rasakan goncangan kapal semakin kuat. Ternyata badai dengan gelombang yang cukup tinggi kira-kira 3-4 meter menghadang perjalanan kami. Pusing dan mual pun tak terhindarkan hingga saya sendiri tak mampu membuka mata. Hanya doa yang dapat kami panjatkan saat itu.

Akhirnya, setelah menempuh perjalanan selama 6 jam, tiba lah kami di sebuah pulau dengan pasir yang sangat putih nan indah yang bernama desa Passapuat. Rasa pusing, mual, dan semua perasaan tak mengenakkan selama perjalanan tadi terobati dengan suguhan pemandangan alam ciptaan-Nya.

Dari tepi pantai, kami harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Butuh waktu setengah jam berjalan kaki untuk mencapai lokasi pengungsian, dengan kondisi  jalan yang cukup curam dan terjal. Apalagi diperparah dengan hujan yang terus-menerus turun sejak awal kebarangkatan kami ke desa ini.

Apa yang kami lihat tak seperti yang kami bayangkan. Miris ketika kami melihat sekeliling  pengungsian penuh dengan pakaian kotor dan basah berserakkan di tanah. Kami semua terdiam dan terpana ketika salah seorang kepala keluarga mengutarakan keluhan-keluhan yang mereka alami, dengan sesekali mengusap air mata. ”Hanya makanan yang kami butuhkan, kami tak butuh pakaian, kami pun tak butuh obat, kami semua kelaparan,” ucap mereka dari balik bambu bilik rumah mereka.

Setelah assessment dan menyalurkan sebagian bantuan makanan dan obat-obatan yang kami bawa, kami pun kembali berjalan kaki untuk mencari wilayah terdekat lainnya yang belum mendapat bantuan.

Perjalanan kami arahkan ke desa Saumanganyak, sebuah perkampungan yang di tepian pantai. Hari sudah menjelang maghrib saat kami tiba, kami pun langsung menuju musholla di perkampungan tersebut. Dengan pakaian yang masih basah kuyup kami melaksanakan sholat. Lelah rasanya badan ini dan ingin sekali merebah diri sejenak di sisi mushalla. Namun tugas dan amanah sudah memanggil dan harus diselesaikan segera.

Atas permintaan ketua pemuda setempat, dan karena warga sudah mulai berdatangan dari tempat mereka mengungsi, kami menggelar pengobatan yang bertempat di  SD Negeri 1 Saumanganyak-Passapuat. Sekitar  62  warga kami tangani malam itu. Tim kembali ke Sikakap pada dini hari keesokkan harinya.

Hari-hari berikutnya, misi kemanusiaan kami di Mentawai diisi dengan kegiatan mobile clinic ke berbagai wilayah bencana yang tersebar di Kepulauan Mentawai. Hampir semua wilayah bencana di Mentawai harus ditempuh dengan perjalanan laut.

Sejumlah wilayah yang kami kunjungi untuk mobile clinic adalah Desa Parak Batu (Pagai Selatan), Desa Boriei (Pagai Selatan), Mabolak Selatan  (Pagai Selatan bagian Timur), Mangkabakha (Pagai Selatan bagian Timur), Desa Silaoinan  (Pagai Selatan), Desa Mapinang dan Mabulo Buggei (Pagai Utara), desa Tubeukett (Pagai Utara-Selatan) dan desa Maonai (Pagai Selatan).

Khoirul Mustafa

Relawan Non Medis MER-C

Rubrik ini bekerja sama dengan komunitas relawan AlamSemesta.

AlamSemesta Institute didukung oleh Mer-C dan Wanadri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement