Selasa 17 Oct 2017 13:36 WIB

Rektor UIN Ar-Raniry Serukan Mahasiswa Bela Syariat Islam

Rektor UIN Ar-Raniry Prof  Dr Farid Wajdi Ibrahim MA.
Foto: Dok UIN Ar-Raniry
Rektor UIN Ar-Raniry Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim MA.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Prof  Dr Farid Wajdi Ibrahim MA menyeru  mahasiswa magister dan doktor UIN Ar-Raniry agar membela penerapan syariat  Islam di Aceh. Pasalnya, kata Prof Farid, penerapan syariat  Islam di Aceh selalu dicitrakan negatif di dunia luar.

Seruan itu disampaikan Prof Farid saat memberikan kata sambutan pada pembukaan seminar internasional dengan tema “Islamic Law” di Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Senin (16/10). Seminar tersebut  dihadiri sembilan guru besar dari Internasional Islamis University Malaysia (IIUM) dan empat guru besar hukum Islam dari UIN Ar-Raniry.

Selain mahasiswa magister dan doktor, seminar ini menghadirkan para peserta dari pihak Kejaksaan, mahkamah Syari’iyyah, Satpol PP dan WH, ulama dan tokoh adat. “Hari ini kita memiliki kelemahan karena tidak menguasai media dalam pembentukan opini syariat  Islam, banyak yang mencitrakan negatif  syariat  Islam di Aceh, “ ujar Farid memberi contoh.

Farid juga memberi tamsilan, “Hari ini orang-orang yang menghina syariat Islam masuk ke rumah-rumah kita, tapi kita masih diam tidak membela diri dari tuduhan negatif terhadap syariat Islam.”

Farid mengungkapkan, sebenarnya banyak orang luar yang kagum kepada syariat Islam. “Saya pergi ke berbagai negara, di sana mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka merindukan  syariat Islam seperti di Aceh. Tapi hari ini sekelompok orang menuduh syariat Islam radikal. Kenapa kita masih diam?. Apakah kita takut, kepada siapa kita takut? Bukankah kematian itu adalah pasti?,” ujar  Farid mempertanyakan.

Farid juga mempertanyakan bagaimana seharusnya  seorang Muslim  menilai diri sendiri. Jangan pernah ragu dengan syariat  Islam dan jangan lemah untuk membelanya. Bahkan, kata  Farid, hari ini berbagai negara semakin merindukan syariat  Islam.

Contohnya Turki. Saat ini sistem sekuler sudah tidak mereka terima lagi karena mereka merindukan Islam. Sebab, syariat Islam itu sebanding dengan perkembangan zaman.

Syariat Islam, kata Farid, bukanlah alternatif, melainkan solusi. “Kemuliaan kita itu ada bersama Islam, bersama Allah, Rasul dan manusianya (orang-orang yang beriman). Hukum Islam di Aceh bertujuan untuk mencegah kejahatan. Sampaikan ini kepada mereka (yang menyerang syariat Islam, red). Sampaikan bahwa Islam itu indah. Jangan diam,“ teriak Farid yang disambut tepuk tangan membahana dari ratusan mahasiswa S2 dan S3 Pascasarjana UIN Ar-Raniry.

Farid juga mendesak para mahasiswa UIN Ar-Raniry khususnya dan masyarakat Aceh umumnya agar memanfaatkan para profesor UIN Ar-Raniry yang masih hidup dan jumlahnya relative sedikit. Contohnya  Prof Muslim Ibrahim dan lain-lain. Mereka memiliki pengetahuan untuk memberikan jawaban atas serangan-serangan pihak luar terhadap Islam.

Sebelumnya, saat memberi sambutan, Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry Prof Dr Syahrizal Abbas MA mengatakan, “Tujuan seminar ini adalah dalam rangka menambah pengetahuan dan mengembangkan pemahaman kita tentang hukum Islam baik yang sedang dijalankan di Aceh, maupun juga yang sedang dipraktikkan di Negara Malaysia.”

Perbandingan ini,  kata Syahrizal,  “adalah penting dalam rangka kita saling belajar, saling mengetahui satu sama lain sehingga hukum syariah yang dijalankan di Aceh betul-betul mampu membawa kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Sekaligus hukum syariah itu mampu menjawab tantangan modern terutama berkaitan tentang hak asasi manusia.”

Disamping itu, tambah Syahrizal, tradisi kerja  sama akademik ini akan terus dilakukan, bahkan ke depan mahasiswa yang mengambil program doktor di UIN Ar-Raniry terutama program studi fiqh modern itu akan melakukan riset bersama antara Pascasarjana UIN Ar-Raniry dengan International Islamic University Malaysia (IIUM).

“Kita ingin, apa yang sudah menjadi kewenangan Aceh menjalankan syariat Islam, dalam arti tidak hanya dalam dimensi hukum, tapi dimensi-dimensi lain termasuk ekonomi, harus memiliki landasan, kajian dan penelitian yang kuat. Tidak mungkin menjalankan syariat Islam tampa memiliki kekuatan dan fondasi keilmuan yang kuat,” ungkap Syahrizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement