Selasa 17 Jan 2017 04:14 WIB

Plastik akan Kena Cukai, Pemerintah Bakal Bicara dengan Pengusaha

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Bea Cukai
Bea Cukai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bakal mengajak pengusaha dan pelaku industri plastik untuk menyiapkan regulasi terkait cukai plastik. Plastik sendiri tahun ini akan dimasukkan ke dalam deretan barang kena cukai, selain rokok, minuman beralkohol, dan etil alkohol.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjelaskan, koordinasi dengan pelaku usaha ini akan dilakukan secara bertahap lantaran kebijakan cukai plastik harus berjalan sebagai hasil kesepakatan bersama.

"Kita akan lakukan kajian lanjutan. Kita bicarakan dengan sektor dan pelaku. Prinsipnya, harus dibahas secara bertahap. Jaid waktu diterapkan sudah disepakati bersama," ujar Heru usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI, Senin (16/1).

Keinginan pemerintah ini untuk menggenjot penerimaan bea dan cukai tahun 2017, setelah di tahun sebelumnya sempat merosot karena penurunan harga komoditas. Apalagi di tahun 2017 ini, ada aturan baru soal pertambangan mineral dan batu bara terkait pengetatan ekspor mineral mentah.

Heru menjelaskan, dimasukkannya plastik ke dalam daftar barang kena cukai bertujuan untuk pengendalian. Meski pada akhirnya, penerimaan negara juga ikut bertambah. Heru sendiri mengaku belum ada hitungan secara detil terkait berapa potensi cukai plastik bila penerapannya bisa dilakukan tahun 2017 ini.

"Kami harap barang kena cukai bisa segera ditetapkan. Satu sisi mengendalikan konsumsi dan pengedaran. Hasilnya, ada penerimaan negara," ujarnya.

Selain penambahan barang kena cukai, pemerintah juga berniat melakukan optimalisasi perpajakan. Langkah ini termasuk perbaikan sistem teknologi informasi, audit bersama antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai, serta rencana penggunaan identitas tunggal antara Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai. Artinya, nantinya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan nomor registrasi bea cukai akan dijadikan satu secara fungsi administrasi.

Catatan Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan dari sisi bea dan cukai selama tahun 2016 lalu sebesar Rp 178,725 triliun. Raihan ini, meski secara nominal menurun dibanding tahun 2015, namun berhasil menyentuh 97 persen dari targetnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 sebesar Rp 183,96 triliun. Capaian tahun 2015 sendiri sebesar Rp 179,5 triliun dan Rp 162,2 triliun di tahun 2015.

Selain karena adanya faktor eksternal berupa anjloknya harga komoditas di tahun 2016, Heru juga menyebutkan bahwa penurunan peneriman bea cukai di tahun 2016 terjadi lantaran di tahun 2015, pelunasan cukai harus diselesaikan di tahun fiskal yang sama. Artinya, bila biasanya pengusaha membayarkan cukai di awla tahun, sejak 2015 lalu pembayaran tak boleh lewat dari penutupan tahun anggaran.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun menilai bahwa ekstensifikasi barang kena cukai memang menjadi salah satu solusi untuk menggenjot penerimaan. Bahkan ia membandingkan dengan negara tetangga, Thailand, yang memiliki 16 jenis barang kena cukai. Indonesia sendiri sampai saat ini baru menerapkannya untuk tiga jenis barang yakni rokok, minuman beralkohol, dan etil alkohol. Misbakhun memberi sejumlah opsi penambahan barang kena cukai termasuk baterai, minuman berpemanis, dan fuel surcharge.

"Saya setuju ditambah. Thailand ada 16, kita hanya 3 (barang kena cukai). Ini untuk penerimaan negara. Dari sisi enviroment perlu extra effort," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement